AS Jatuhkan Sanksi Baru terhadap Perbankan Bayangan Iran, Targetkan Puluhan Entitas di Tiga Negara

Selasa, 10 Juni 2025 | 08:24:03 WIB
AS Jatuhkan Sanksi Baru terhadap Perbankan Bayangan Iran, Targetkan Puluhan Entitas di Tiga Negara

JAKARTA – Amerika Serikat kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran, kali ini dengan menargetkan sektor perbankan yang diduga menjadi tulang punggung keuangan aktivitas ilegal Iran, termasuk pendanaan program nuklir dan misil. Langkah ini merupakan bagian dari strategi tekanan maksimum Washington terhadap Teheran, yang dinilai masih belum transparan dalam kegiatan nuklirnya.

Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi terhadap lebih dari 30 individu dan entitas yang disebut tergabung dalam jaringan "perbankan bayangan" Iran. Mereka dituding telah mencuci miliaran dolar melalui sistem keuangan global dengan cara yang kompleks dan sulit dilacak.

Langkah ini diumumkan saat pemerintahan Presiden AS Donald Trump kembali memperketat kebijakan terhadap Iran, khususnya dalam konteks negosiasi nuklir yang masih menemui jalan buntu. Washington menuding jaringan keuangan ini sebagai bagian dari upaya sistematis pemerintah Iran untuk mengakses dana dari hasil penjualan minyak, menghindari sanksi, dan mendanai berbagai aktivitas regional yang dianggap mengganggu stabilitas Timur Tengah.

"Sistem perbankan bayangan Iran merupakan jalur hidup penting bagi rezim yang melaluinya ia mengakses hasil penjualan minyaknya, memindahkan uang, dan mendanai kegiatan-kegiatannya yang tidak stabil," tegas Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam pernyataannya.

Target Sanksi: Iran, UEA, dan Hong Kong

Individu dan entitas yang dikenai sanksi berasal dari Iran, Uni Emirat Arab (UEA), dan Hong Kong. Dalam daftar tersebut, tercantum sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Perusahaan Tanker Nasional Iran, yang sebelumnya juga telah dikenai sanksi karena terlibat dalam ekspor minyak secara ilegal.

Kementerian Keuangan AS menyoroti tiga individu utama asal Iran: Mansour Zarringhalam, Nasser Zarringhalam, dan Fazlolah Zarringhalam. Ketiganya dituding berperan penting dalam operasi pencucian uang melalui rumah pertukaran mata uang dan jaringan perusahaan-perusahaan depan yang tersebar di UEA dan Hong Kong.

“Mereka telah menciptakan sistem perusahaan palsu yang sangat canggih untuk memfasilitasi transaksi keuangan dalam berbagai mata uang, memanfaatkan akun-akun di bank global guna menghindari deteksi dan kontrol regulasi,” tulis pernyataan resmi Departemen Keuangan AS.

Namun, lokasi ketiga saudara tersebut saat ini tidak diketahui. Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York juga belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan dan sanksi baru ini.

Perusahaan Terafiliasi Dibekukan

Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC) dari Departemen Keuangan AS secara resmi memasukkan dua perusahaan berbasis di UEA ke dalam daftar Warga Negara yang Ditunjuk Secara Khusus (Specially Designated Nationals/SND): Ace Petrochem FZE dan Moderate General Trading LLC. Dengan penetapan ini, semua aset kedua perusahaan di bawah yurisdiksi AS secara otomatis dibekukan, dan entitas AS dilarang bertransaksi dengan mereka.

OFAC menegaskan bahwa kedua perusahaan tersebut memiliki keterkaitan langsung dengan Perusahaan Tanker Nasional Iran. Perusahaan ini selama bertahun-tahun menjadi salah satu instrumen utama Iran dalam mengekspor minyak secara sembunyi-sembunyi, melanggar sanksi internasional yang telah ditetapkan oleh Amerika Serikat dan mitra-mitranya.

Strategi Tekanan Maksimum Dilanjutkan

Putaran sanksi terbaru ini merupakan yang pertama kali sejak AS kembali menghidupkan kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran pada Februari lalu. Langkah ini dilakukan di tengah stagnasi dalam perundingan nuklir antara kedua negara.

Washington berharap dapat menekan Iran agar menyetujui kesepakatan baru yang membatasi kemampuan pengayaan uraniumnya serta mengontrol pengembangan rudal balistik. Namun, hingga saat ini, Teheran menolak usulan yang dianggap tidak mengakomodasi kepentingan nasionalnya.

Iran sendiri menyatakan tidak akan tunduk pada tekanan sepihak. Dalam berbagai kesempatan, pejabat tinggi Iran menegaskan bahwa negaranya hanya akan berunding jika sanksi ekonomi dicabut terlebih dahulu.

Di sisi lain, laporan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) baru-baru ini menyebutkan adanya aktivitas nuklir rahasia di beberapa lokasi di Iran. Hal ini makin memperkeruh situasi dan menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan komunitas internasional.

Ancaman bagi Stabilitas Timur Tengah

Menurut analisis dari Departemen Keuangan AS, jaringan keuangan bayangan ini tidak hanya membiayai program nuklir dan misil Iran, tapi juga mendukung aktivitas kelompok-kelompok proksi Iran di berbagai negara Timur Tengah, seperti Hizbullah di Lebanon, milisi Houthi di Yaman, dan kelompok bersenjata di Suriah dan Irak.

AS menilai bahwa selama Iran masih mampu mengakses dana secara global melalui jalur tidak resmi, maka potensi ancaman terhadap stabilitas kawasan akan terus berlanjut. Oleh karena itu, strategi sanksi ini dianggap penting untuk memutus aliran dana ilegal yang menopang kekuatan geopolitik Iran.

Reaksi Internasional

Beberapa sekutu AS menyambut baik langkah ini, termasuk Arab Saudi yang telah lama berseteru dengan Iran dalam persaingan geopolitik kawasan. Dalam pernyataannya, Riyadh mendukung segala upaya internasional untuk menghentikan pengayaan uranium Iran yang berpotensi mengarah pada pengembangan senjata nuklir.

Sementara itu, pihak Uni Eropa masih mencoba menjadi penengah, berharap kedua pihak dapat kembali ke meja perundingan dalam kerangka kesepakatan nuklir tahun 2015 (JCPOA) yang ditinggalkan oleh AS pada 2018.

Sanksi terbaru Amerika Serikat terhadap sektor perbankan Iran mencerminkan ketegangan yang masih tinggi antara kedua negara terkait program nuklir Teheran. Dengan menargetkan jaringan keuangan bayangan, Washington berharap dapat melemahkan kemampuan Iran dalam mengakses dana dan menjalankan operasi luar negerinya.

Langkah ini juga menunjukkan bahwa sektor perbankan tetap menjadi salah satu sasaran utama dalam strategi diplomasi ekonomi AS. Selama Iran masih bisa memanfaatkan perusahaan-perusahaan depan di negara-negara ketiga, konflik ekonomi ini kemungkinan besar akan terus berlanjut.

“Kami akan terus menggunakan semua alat yang kami miliki untuk mengungkap dan mengganggu aktivitas keuangan yang digunakan Iran untuk menghindari sanksi dan mendanai aktivitas berbahaya,” tegas Menteri Keuangan AS, Scott Bessent.

Dengan ketegangan yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda, dunia internasional kini menanti langkah selanjutnya baik dari Washington maupun Teheran. Apakah akan kembali ke jalur diplomasi, atau justru semakin memperkuat jurang konfrontasi? Waktu yang akan menjawab.

Terkini