Padel Masuk Pajak Hiburan 10 Persen

Kamis, 03 Juli 2025 | 09:13:29 WIB
Padel Masuk Pajak Hiburan 10 Persen

JAKARTA - Bagi sebagian orang, olahraga padel mungkin masih terdengar asing. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, permainan ini menjelma jadi tren gaya hidup baru masyarakat urban khususnya di Jakarta. Popularitasnya yang melonjak rupanya menarik perhatian otoritas pajak daerah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini menetapkan padel sebagai salah satu objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori hiburan dan kesenian, dengan tarif flat sebesar 10 persen.

Keputusan ini bukan sekadar respons terhadap tren sesaat. Melalui Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025 sebagai perubahan atas Keputusan Nomor 854 Tahun 2024 pemerintah secara resmi mengklasifikasikan padel sebagai bagian dari objek pajak hiburan. Artinya, semua bentuk aktivitas komersial yang berkaitan dengan padel mulai dari tiket masuk, penyewaan lapangan, hingga pembayaran jasa lainnya akan dikenakan pungutan 10 persen. “Betul, olahraga padel dikenai PBJT Hiburan dan Kesenian dengan tarif 10 persen,” ujar Andri M. Rijal, Ketua Satuan Pelaksana Penyuluhan Pusat Data dan Informasi Pendapatan Jakarta.

Mengapa Disebut Hiburan?

Meski padel merupakan aktivitas fisik, kategori pajak hiburan melekat karena sifat layanan yang ditawarkan bersifat komersial dan konsumtif. Lapangan padel masuk ke dalam klasifikasi olahraga permainan yang dikomersialkan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 49 ayat (1) huruf i Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024.

Kategori ini sejatinya sudah mencakup beragam fasilitas olahraga komersial lain yang lebih dulu dikenai PBJT, seperti futsal, bulutangkis, kolam renang, hingga tempat yoga dan zumba.

Tak heran jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggap perluasan pajak ke padel sebagai langkah yang adil dan setara dalam menarik kontribusi dari sektor hiburan yang berkembang.

Bukan Hanya Padel: Siapa Lagi yang Terkena?

Penetapan padel sebagai objek pajak hanyalah salah satu dari rentetan panjang fasilitas olahraga dan hiburan yang berada dalam cakupan PBJT. Setidaknya ada lebih dari 20 jenis fasilitas lain yang sudah termasuk sejak awal:

-Lapangan: futsal, tenis, voli, basket, squash, panahan, tenis meja

-Pusat kebugaran: yoga, pilates, zumba, gym

-Sarana rekreasi lain: kolam renang, ice skating, jetski, panjat tebing, lintasan lari

-Tempat permainan: bowling, biliar, tempat bela diri, hingga arena berkuda

Dengan demikian, padel tidak diperlakukan berbeda melainkan disejajarkan dengan layanan komersial lain yang sudah lama dianggap bagian dari hiburan berbayar.

Alasan di Balik Kebijakan Pajak

Pemerintah memiliki tiga alasan utama dalam mengenakan PBJT terhadap padel dan layanan serupa:

-Mengikuti Perkembangan Tren
Aktivitas olahraga yang berubah dari sekadar hobi menjadi bisnis, dinilai wajar untuk diklasifikasikan sebagai hiburan. “Ketentuan tersebut terbit karena menyesuaikan dengan perkembangan olahraga atau hiburan yang ada di masyarakat yang merupakan objek pajak daerah,” kata Andri.

-Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Target utamanya adalah menambah sumber pemasukan daerah, terutama dari sektor yang berkembang pesat namun sebelumnya belum tersentuh pajak secara adil.

-Pemerataan Beban Pajak
Tidak hanya konser, bioskop, atau taman hiburan yang dibebani pajak. Kini fasilitas olahraga juga dituntut berkontribusi serupa.

Cara Pemungutannya

Pajak 10 persen ini wajib dibayarkan oleh konsumen secara otomatis saat menggunakan jasa atau fasilitas padel secara komersial. Bentuk transaksi yang dikenai pajak antara lain:

-Biaya tiket masuk

-Tarif sewa lapangan

-Pembayaran digital melalui aplikasi atau platform reservasi

-Semua penyedia jasa fasilitas hiburan komersial diharuskan memungut dan menyetor pajak tersebut kepada pemerintah daerah.

Implikasi bagi Pelaku Usaha dan Konsumen

Pengelola fasilitas padel tentu harus melakukan penyesuaian, baik dari sisi administrasi maupun penetapan harga. Tarif sewa kemungkinan akan dinaikkan guna mengakomodasi pajak tambahan ini. Sebaliknya, konsumen perlu menyadari bahwa biaya yang mereka bayarkan kini sudah termasuk komponen pajak. “Pajak dikenakan atas penyediaan jasa hiburan kepada konsumen, termasuk penggunaan sarana dan prasarana olahraga yang dikomersialkan, baik melalui biaya masuk, sewa tempat, atau bentuk pembayaran lain,” tegas Bapenda.

Langkah ke Depan: Pajak Hiburan Bisa Meluas

Pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk memperluas cakupan pajak hiburan ke fasilitas atau layanan komersial lainnya di masa depan. “Nanti, kalau ada objek lainnya yang memenuhi kategori-kategori jasa hiburan dan kesenian, kami akan kenakan juga,” ungkap Andri.

Dengan pernyataan ini, sangat mungkin bahwa tren olahraga atau kegiatan rekreasi baru yang muncul nantinya juga akan masuk dalam cakupan PBJT asal memenuhi kriteria komersial dan konsumtif.

Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menjadikan padel sebagai objek pajak hiburan 10 persen menggambarkan dinamika antara tren sosial dan regulasi fiskal. Di satu sisi, olahraga seperti padel menjadi pilihan gaya hidup baru masyarakat perkotaan. Di sisi lain, pemerintah daerah melihat peluang untuk meningkatkan pendapatan tanpa membebani sektor tradisional.

Selama penerapannya dilakukan secara transparan dan tidak mempersulit pelaku usaha, langkah ini bisa menjadi model dalam mengelola sektor hiburan yang terus berkembang. Namun, tantangan terbesar tetap terletak pada edukasi publik dan konsistensi pengawasan, agar tidak timbul kesalahpahaman antara olahraga dan pajak hiburan.

Terkini