Gas Larisa Bantu Petani Laporkan Irigasi Rusak

Jumat, 11 Juli 2025 | 09:32:41 WIB
Gas Larisa Bantu Petani Laporkan Irigasi Rusak

JAKARTA - Transformasi digital kini merambah hingga ke sektor pertanian di daerah terpencil. Kabupaten Manggarai di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu daerah yang mulai menginjak gas inovasi pelayanan publik, khususnya dalam upaya penanganan kerusakan jaringan irigasi. Melalui aplikasi berbasis digital bernama Larisa, pemerintah daerah menghadirkan solusi cepat, praktis, dan efisien untuk menyelesaikan persoalan klasik yang selama ini menghambat produktivitas petani.

Aplikasi Larisa, atau Laporan Kerusakan Jaringan Irigasi, dirancang oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Manggarai, tepatnya oleh bidang Sumber Daya Air (SDA). Aplikasi ini mulai diperkenalkan pada tahun 2025 sebagai terobosan baru untuk mempercepat sistem pelaporan dan penanganan irigasi yang rusak di berbagai wilayah pertanian.

Menurut Kepala Bidang SDA, Erik Gual, selama ini proses pelaporan kerusakan irigasi dilakukan secara manual dan berjenjang, sehingga membuat sebagian petani atau kelompok tani enggan melapor. Akibatnya, banyak kerusakan infrastruktur air yang luput dari perhatian dan tidak tertangani dalam waktu yang semestinya.

"Larisa hadir sebagai bentuk solusi digital untuk menjembatani persoalan kerusakan irigasi dengan mengedepankan pendekatan kolaboratif dan partisipatif berbasis teknologi," ujar Erik.

Gas percepatan yang ditanamkan melalui aplikasi ini membawa semangat efisiensi dalam sistem kerja pemerintah. Mengandalkan platform Tally.so dan penyimpanan berbasis Google Drive, Larisa memungkinkan pengguna di lapangan, termasuk petani, untuk melaporkan kerusakan secara langsung dengan format yang terstruktur.

Melalui aplikasi Larisa, laporan kerusakan dapat langsung diisi dengan keterangan yang rinci. Ada kolom untuk jenis kerusakan, lokasi, waktu kejadian, kronologis, hingga dokumentasi pendukung. Semua data tersebut kemudian disimpan secara digital dan dapat langsung diakses oleh tim teknis terkait.

Erik menambahkan bahwa munculnya Larisa juga didorong oleh kondisi di lapangan yang menunjukkan tingginya angka kerusakan jaringan irigasi. Banyak di antaranya disebabkan oleh faktor alam seperti banjir dan longsor, serta faktor usia infrastruktur yang sudah tua. Belum lagi, minimnya anggaran perawatan juga menjadi tantangan tersendiri.

“Dengan hadirnya aplikasi ini dapat mempercepat koordinasi lintas tim dan meningkatkan responsivitas kerusakan agar cepat mengambil keputusan serta menyusun prioritas penanganan,” jelas Erik.

Langkah digitalisasi ini tidak hanya menjadi solusi teknis, tetapi juga merupakan bentuk dorongan pemerintah daerah untuk membangun sistem pelaporan yang lebih partisipatif. Petani sebagai pengguna langsung saluran irigasi kini memiliki akses untuk menyuarakan permasalahan dengan mudah, cukup dari perangkat digital seperti ponsel.

Salah satu petani di wilayah Reo, Hendrikus, turut menyambut baik kehadiran aplikasi Larisa. Ia melihat inisiatif ini sebagai angin segar bagi para petani yang selama ini merasa permasalahan irigasi mereka tidak cepat ditindaklanjuti oleh pihak terkait.

“Kadang konstruksinya pecah hingga air keluar ke jalan, kadang pembuangannya kurang bagus membuat air tak lancar, dan berbagai kerusakan lainnya yang kami temukan di lapangan, tetapi jarang sekali ada tindak lanjut, bahkan kami petani sendiri yang perbaiki,” kata Hendrikus.

Dengan hadirnya aplikasi ini, ia berharap pelaporan dapat dilakukan lebih sistematis dan cepat mendapatkan respon. Menurutnya, jika saluran irigasi dapat ditangani dengan baik, maka produktivitas lahan pertanian bisa meningkat, dan petani tidak perlu lagi menanggung sendiri beban perbaikan.

Ia juga menilai, keberadaan Larisa menjadi bukti bahwa pemerintah daerah mulai menunjukkan keberpihakan pada kelompok petani dengan menyediakan sarana yang memudahkan komunikasi dan pelaporan.

“Kami harap dengan aplikasi ini, kerusakan-kerusakan kecil bisa segera tertangani sebelum menjadi besar. Petani tentu sangat terbantu,” ucapnya.

Transformasi seperti ini memperlihatkan bahwa semangat modernisasi dan digitalisasi tidak hanya berlaku di kota-kota besar, tetapi juga mulai menyentuh sektor krusial di daerah seperti pertanian. Dengan pemanfaatan teknologi, efisiensi kinerja pemerintah bisa didorong lebih optimal, apalagi dalam sektor irigasi yang sangat memengaruhi ketahanan pangan lokal.

Langkah Dinas PUPR Manggarai ini bisa menjadi inspirasi daerah lain untuk mengadopsi pendekatan serupa. Terlebih, infrastruktur irigasi di banyak wilayah Indonesia masih rentan terhadap kerusakan karena faktor alam dan usia. Dengan menginjak gas teknologi digital seperti Larisa, kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan dapat meningkat.

Upaya ini juga selaras dengan semangat kolaborasi yang diusung pemerintah pusat dalam berbagai kebijakan berbasis transformasi digital. Ketika inovasi teknologi dikolaborasikan dengan kebutuhan riil masyarakat, maka hasilnya bisa langsung dirasakan seperti yang kini terjadi di Manggarai.

Dengan demikian, aplikasi Larisa bukan sekadar alat pelaporan digital, melainkan bagian dari semangat baru untuk menghadirkan pelayanan publik yang sigap, cepat, dan partisipatif. Semoga gas inovasi ini terus melaju dan membawa perubahan positif bagi para petani dan seluruh masyarakat di Kabupaten Manggarai.

Terkini