OJK Dorong BUMN Lakukan Evaluasi Menyeluruh

Rabu, 06 Agustus 2025 | 14:05:27 WIB
OJK Dorong BUMN Lakukan Evaluasi Menyeluruh

JAKARTA - Langkah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menunda agenda pergantian direksi di 52 BUMN, termasuk anak dan cucunya, menjadi sorotan. Namun bukan karena kontroversi, melainkan karena pendekatan yang dinilai bertanggung jawab dan profesional. Danantara memutuskan untuk tidak terburu-buru melakukan pergantian pengurus hingga seluruh proses evaluasi tuntas dilakukan.

Penundaan ini mencerminkan upaya penguatan tata kelola korporasi yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Melalui surat edaran resmi, Danantara meminta agar seluruh entitas di bawah naungannya tidak mencantumkan agenda perubahan pengurus dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan, sampai proses evaluasi manajemen benar-benar rampung.

Kebijakan tersebut bukanlah bentuk pembatasan yang kaku. Sebaliknya, hal ini menjadi bagian dari manuver strategis untuk memastikan bahwa setiap perubahan pengurus dilakukan berdasarkan kebutuhan dan analisis menyeluruh.

Tantangan Waktu dalam Evaluasi 889 Entitas BUMN

Langkah evaluatif ini muncul di tengah kompleksitas tugas besar Danantara yang saat ini membawahi 889 entitas BUMN. Sejak efektif beroperasi, lembaga tersebut fokus melakukan penataan portofolio, termasuk menilai struktur manajerial dari setiap entitas yang berada di bawah pengelolaannya.

Managing Director BPI Danantara, Rohan Hafas, mengungkapkan bahwa waktu yang tersedia sangat terbatas, terutama mengingat kewajiban pelaksanaan RUPS. “Danantara membawahi 889 BUMN. Kami baru mulai bekerja pada awal April… Apakah sempat kami melakukan RUPS untuk semua perusahaan yang wajib menyelesaikan RUPS-nya sebelum 30 Juni?” ungkapnya.

Pernyataan tersebut memperjelas bahwa keputusan untuk menunda pergantian direksi bukan tanpa alasan, melainkan merupakan bagian dari prioritas menyeluruh untuk memastikan proses yang berkualitas.

Perspektif OJK: Penundaan Sesuai Prinsip Tata Kelola

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang kebijakan Danantara sebagai bentuk penerapan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance) dalam korporasi negara. OJK menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak melanggar ketentuan yang berlaku, melainkan justru memperkuat mekanisme transparansi dalam pengambilan keputusan di RUPS.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan bahwa ketentuan mengenai agenda perubahan pengurus tetap terbuka bagi pemegang saham yang memenuhi syarat sesuai POJK 15/2020 dan POJK 33/2014, serta regulasi keterbukaan informasi yang berlaku. “Setiap perubahan memerlukan pertimbangan matang dan mekanisme transparan di RUPS,” jelas Inarno. Ia menambahkan bahwa keputusan Danantara menjadi langkah proaktif dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas.

Memperkuat Profesionalisme dan Manajemen Berbasis Kinerja

Penundaan pergantian direksi hingga evaluasi tuntas dilakukan merupakan sinyal kuat bahwa BUMN diarahkan untuk dikelola berdasarkan performa, bukan sekadar perubahan struktural yang cepat namun minim pertimbangan.

Hal ini memperkuat paradigma baru dalam tata kelola BUMN, di mana manajemen dipilih dan dievaluasi berdasarkan parameter objektif, efisiensi, serta kebutuhan jangka panjang yang terukur.

Pendekatan semacam ini mencerminkan upaya membangun sistem korporasi negara yang lebih modern, terencana, dan konsisten dengan arah pembangunan ekonomi nasional.

Peran Strategis OJK dalam Menjaga Harmonisasi Regulasi

OJK memegang peran penting dalam memastikan bahwa kebijakan yang diambil oleh Danantara tetap dalam jalur regulasi. Melalui penguatan pada sisi regulasi dan keterbukaan informasi, OJK memberikan kepastian bahwa perubahan di tubuh BUMN tetap selaras dengan regulasi pasar modal dan menjaga kepercayaan investor.

Tidak hanya itu, OJK juga mendorong agar BUMN melaporkan kinerja dan proses tata kelolanya secara berkala. Ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pasar dan menunjukkan komitmen kuat dalam menjalankan prinsip keterbukaan serta akuntabilitas.

Dampak Positif bagi BUMN dan Stakeholder

Keputusan untuk menunda penggantian direksi justru memberi keleluasaan bagi BUMN dalam melaksanakan agenda rutin seperti pembahasan laporan tahunan dan pemenuhan kewajiban hukum lainnya di RUPS. Bagi perusahaan yang memang tidak memiliki urgensi dalam pergantian manajemen, hal ini akan menghindarkan risiko perubahan yang tidak perlu.

Sementara itu, bagi entitas yang memang membutuhkan restrukturisasi manajerial, keputusan baru dapat diambil setelah proses evaluasi menyeluruh selesai dilakukan. Dengan begitu, hasilnya lebih akurat dan berpotensi memberikan dampak positif jangka panjang.

Evaluasi Menyeluruh 52 BUMN Strategis

Sebanyak 52 BUMN besar tercakup dalam kebijakan evaluasi ini. Entitas tersebut mencakup perusahaan strategis seperti Pertamina, PLN, Bank Mandiri, BRI, BNI, Garuda Indonesia, Jasa Marga, Pelindo, Bio Farma, dan lainnya. Seluruh perusahaan tersebut diarahkan untuk menyelenggarakan RUPS tanpa memasukkan agenda penggantian pengurus.

Fokus utama evaluasi bukan hanya pada struktur manajemen, tetapi juga efektivitas operasional, keselarasan strategi, serta potensi peningkatan kinerja ke depan.

Mengarah pada Tata Kelola yang Lebih Baik

Kebijakan Danantara, yang mendapatkan dukungan dari OJK, tidak hanya berdampak pada struktur internal BUMN, tetapi juga menciptakan narasi baru tentang pentingnya profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan negara. Dalam jangka panjang, pendekatan ini akan memperkuat kepercayaan publik, investor, dan pemangku kepentingan lainnya terhadap proses pengambilan keputusan di tubuh BUMN.

Keselarasan antara evaluasi manajemen dan kebutuhan strategis menjadi fondasi bagi terbentuknya BUMN yang sehat, kompetitif, dan selaras dengan tujuan pembangunan nasional. OJK pun tetap menjadi penjaga prinsip dan arahan regulasi, agar proses tersebut berjalan sesuai koridor yang ditetapkan.

Keseimbangan antara Reformasi dan Stabilitas

Langkah BPI Danantara dalam menunda pergantian direksi sambil menunggu hasil evaluasi menyeluruh, menjadi representasi dari reformasi birokrasi yang cermat. Dengan dukungan OJK sebagai pengawas pasar modal, kebijakan ini memberi sinyal positif bagi upaya pembenahan korporasi negara.

Pendekatan ini membawa keseimbangan antara kebutuhan perubahan dengan stabilitas struktural, menciptakan iklim manajerial yang tidak hanya reaktif, tapi juga reflektif dan berorientasi jangka panjang.

Terkini