JAKARTA - Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam hal akses layanan keuangan formal. Center of Economic and Law Studies (Celios) mencatat sekitar 82% masyarakat Indonesia belum mendapatkan akses ke layanan keuangan resmi, termasuk perbankan. Kondisi ini menjadi perhatian karena layanan keuangan merupakan salah satu pilar penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Ketidakmerataan akses tersebut mengindikasikan masih rendahnya tingkat inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini menjadi celah yang bisa dimanfaatkan oleh inovasi layanan keuangan digital, khususnya pinjaman daring atau fintech lending. Dengan penetrasi teknologi yang semakin luas dan kebutuhan pembiayaan yang terus meningkat, fintech lending berpotensi menjadi jembatan bagi masyarakat yang selama ini belum terlayani oleh perbankan konvensional.
Fokus Perbankan pada Segmen Menengah ke Atas
Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, menyatakan bahwa perbankan di Indonesia selama ini cenderung melayani segmen masyarakat menengah ke atas. Mereka yang berpenghasilan rendah dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih menghadapi berbagai kendala dalam mengakses layanan perbankan. Persyaratan administrasi yang rumit serta kebutuhan jaminan atau agunan sering kali menjadi hambatan utama.
“Artinya ada ruang besar yang bisa diisi oleh fintech lending. Tapi harus hati-hati, karena kalau tidak, ini bisa menjadi masalah baru,” kata Nailul.
Fenomena ini menjelaskan mengapa fintech lending tumbuh cukup pesat. Layanan ini lebih fleksibel dalam hal persyaratan dan lebih mudah diakses oleh masyarakat berpenghasilan rendah maupun pelaku UMKM yang membutuhkan modal kerja cepat tanpa harus memenuhi persyaratan bank yang ketat.
Potensi Pasar Fintech Lending yang Masih Luas
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa hingga Juni 2025, jumlah rekening pinjaman aktif di fintech lending telah mencapai sekitar 23 juta dengan total penyaluran pinjaman sebesar Rp 270 triliun dalam setahun terakhir. Angka ini mencerminkan pertumbuhan industri fintech lending sebesar 15% dari tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, angka tersebut masih jauh dari titik jenuh jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dewasa di Indonesia yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa. Artinya, pasar fintech lending masih memiliki potensi besar untuk berkembang dan menjangkau lebih banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan keuangan formal.
Regulasi dan Pengelolaan Risiko Fintech Lending
Seiring pertumbuhan pesat fintech lending, risiko yang menyertai juga harus menjadi perhatian serius. Nailul Huda menyoroti kenaikan tingkat wanprestasi atau gagal bayar (TWP90) yang tercatat meningkat dalam beberapa tahun terakhir berdasarkan data OJK. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan risiko dalam industri ini masih perlu diperkuat.
“Regulasi yang ada sekarang memang belum mengatur secara detail batas maksimum manfaat ekonomi. Kalau nanti ada aturannya, itu akan berpengaruh pada model bisnis fintech lending,” jelasnya.
Kehadiran regulasi yang lebih jelas dan terarah diharapkan dapat menciptakan iklim bisnis fintech lending yang sehat dan berkelanjutan. Regulasi juga penting untuk melindungi konsumen agar tidak terjebak pada pinjaman dengan bunga dan biaya yang memberatkan.
Fintech Lending sebagai Solusi Inklusi Keuangan
Dalam konteks inklusi keuangan nasional, fintech lending memegang peranan strategis. Dengan kemudahan akses dan proses yang lebih cepat, layanan ini mampu menjangkau kelompok masyarakat yang selama ini sulit dilayani perbankan, termasuk pelaku UMKM dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Namun, pengembangan fintech lending perlu disertai dengan edukasi dan literasi keuangan yang memadai agar pengguna dapat memahami produk dan kewajiban mereka dengan baik. Selain itu, kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan pemangku kepentingan lainnya harus terus diperkuat agar industri ini tumbuh dengan sehat dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Menatap Masa Depan Layanan Keuangan Digital
Perkembangan teknologi finansial membuka peluang besar untuk mengatasi tantangan inklusi keuangan yang selama ini menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Fintech lending sebagai bagian dari ekosistem keuangan digital memiliki potensi untuk mengubah wajah layanan keuangan dengan memperluas akses pembiayaan yang cepat, transparan, dan mudah.
Ke depan, sinergi antara inovasi teknologi, regulasi yang tepat, serta komitmen pelaku industri sangat diperlukan agar fintech lending dapat memberikan kontribusi positif. Jika dikelola dengan baik, layanan ini bukan hanya akan membantu mengurangi kesenjangan akses keuangan, tetapi juga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi inklusif dan pemberdayaan masyarakat secara luas.