Polemik Pinjol dan Studi Banding Desain IKN: Sorotan Publik pada Pinjaman Karyawan BPKN

Jumat, 14 Februari 2025 | 11:18:47 WIB
Polemik Pinjol dan Studi Banding Desain IKN: Sorotan Publik pada Pinjaman Karyawan BPKN

JAKARTA - Dua isu signifikan muncul dan menarik perhatian publik. Pertama, adalah keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan studi banding terkait desain bangunan yudikatif dan legislatif di Ibu Kota Nusantara (IKN) ke tiga negara, yaitu Mesir, Turki, dan India. Kedua, kabar mengenai karyawan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang harus menggunakan pinjaman online (pinjol) untuk memenuhi kebutuhan hidup seiring pemangkasan anggaran operasional BPKN.

Studi Banding Desain IKN ke Tiga Negara

Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, mengonfirmasi bahwa Presiden Prabowo telah menginstruksikan studi banding ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan inspirasi dan konsep terbaik dari Mesir, Turki, dan India yang dinilai memiliki bangunan legislatif dan yudikatif dengan karakteristik yang mirip dengan kebutuhan Indonesia.

“Rapat terakhir dengan Pak Prabowo menyatakan perlunya studi banding ke sekitar tiga negara ya, Mesir, Turki, dan India,” ujar Dody saat ditemui di Kantor Kementerian PU, Jakarta Selatan.

Studi banding ini dipimpin oleh Diana Kusumastuti, Wakil Menteri PU, yang juga mengetuai tim desain bangunan IKN. Pemilihan ketiga negara ini tidak terlepas dari penilaian bahwa bangunan legislatif dan yudikatif di sana memiliki elemen yang relevan bagi Indonesia. “Mungkin pada saat beliau ke sana, kantor-kantor legislatif dan yudikatif-nya, menurut beliau mungkin punya karakter yang mirip-mirip dengan Indonesia. Dari situ, tim akan merekonstruksikan desainnya dan sampaikan kepada Pak Prabowo,” ujar Dody menjelaskan lebih lanjut.

Keputusan studi banding ini tentunya bertujuan untuk memperkaya wawasan tim dalam merancang bangunan IKN yang mengutamakan efisiensi, estetika, dan kesesuaian dengan budaya serta kebutuhan masyarakat Indonesia. Ibu Kota Nusantara merupakan proyek ambisius yang digadang-gadang akan merepresentasikan wajah modern dan maju Indonesia di masa mendatang.

Dilema Karyawan BPKN Harus Berutang

Di sisi lain, polemik muncul dari sektor BPKN. Kepala BPKN, Muhammad Mufti Mubarok, mengungkapkan dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI bahwa ada karyawan yang terpaksa meminjam dari pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini terjadi sebagai akibat dari pemangkasan anggaran yang cukup signifikan pada 2025.

Dalam pagu anggaran 2025, BPKN mendapatkan alokasi Rp 8,96 miliar, tetapi dipangkas sebesar 73 persen atau sekitar Rp 6,58 miliar. Akibatnya, BPKN hanya memiliki sisa anggaran sebesar Rp 2,38 miliar. Sebagian besar dari sisa anggaran tersebut terpaksa dialokasikan untuk gaji pegawai, mengingat banyaknya karyawan yang masih berstatus honorer.

"Bahkan ada karyawan kami yang harus Pinjol untuk bisa bertahan hidup karena masih honorarium 20 tahun, ada yang 16 tahun, masih honorarium,” keluh Mufti di depan anggota Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan.

Situasi ini menunjukkan tantangan berat yang harus dihadapi oleh BPKN dalam menjalankan tugasnya melindungi konsumen dengan anggaran yang minim. Padahal, BPKN memiliki peran penting dalam menjamin hak dan kesejahteraan konsumen di Indonesia.

Kedua isu tersebut menunjukkan dinamika serta tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan pemerintahan dan lembaga negara di Indonesia. Studi banding yang dilakukan IKN diharapkan dapat memberikan manfaat nyata dalam jangka panjang, sementara polemik di BPKN mencerminkan kebutuhan peninjauan kembali kebijakan penganggaran agar tidak mengorbankan kesejahteraan karyawan. Keduanya, tentu saja, memerlukan perhatian dan solusi dari para pemangku kebijakan agar kesejahteraan dan pembangunan yang berkelanjutan dapat tercapai.

Terkini