JAKARTA - Rupiah kembali menunjukkan pelemahan di awal pekan ini, membuka perdagangan pada level Rp16.335 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin, 10 Februari 2025. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengalami penurunan sebesar 0,32%, sementara indeks dolar AS menguat 0,33% ke level 108,39. Kondisi ini turut mempengaruhi mata uang di kawasan Asia lainnya, yang mayoritas juga melemah terhadap dolar AS.
Di antara mata uang Asia, yen Jepang dan dolar Singapura merosot masing-masing sebesar 0,40% dan 0,16%. Selain itu, mata uang Taiwan dan won Korea Selatan mengalami penurunan sebesar 0,19% dan 0,07%. Peso Filipina dan yuan China juga terkoreksi masing-masing sebesar 0,22% dan 0,15%. Di sisi lain, rupee India menjadi satu-satunya yang menguat sebesar 0,18%.
Menurut pengamat forex, Ibrahim Assuaibi, pelemahan rupiah ini dipengaruhi oleh berbagai sentimen. "Dari luar negeri, perhatian pelaku pasar masih tertuju pada ketegangan perdagangan dengan Presiden AS Donald Trump yang berencana mengenakan tarif impor ke beberapa negara. Ini memberikan tekanan tambahan pada pergerakan rupiah," ujar Ibrahim.
Bank Indonesia Diperkirakan Menahan Suku Bunga
Dari perspektif domestik, Ibrahim berpendapat bahwa Bank Indonesia (BI) kemungkinan tidak akan menurunkan suku bunga pada bulan ini. "Dengan situasi perang dagang yang masih berlangsung, BI tampaknya akan memilih untuk mempertahankan suku bunganya guna menjaga stabilitas ekonomi," jelasnya.
Pergerakan Kurs Dolar AS di Bank Nasional
Berikut adalah laporan detail mengenai kurs beli dan jual dolar AS dari beberapa bank besar di Indonesia, yaitu Bank Central Asia (BCA), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI).
1. Kurs Dolar AS BCA
PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) menetapkan harga beli dolar AS pada pukul 09.43 WIB sebesar Rp16.335 dan harga jual sebesar Rp16.360 berdasarkan e-rate. Untuk TT Counter, BCA menetapkan harga beli dan jual masing-masing Rp16.155 dan Rp16.455 per pukul 08.04 WIB. Pada Bank Notes, harga beli tercatat Rp16.154 per dolar AS dan harga jual tetap sama, yakni Rp16.455 per dolar AS pada pukul 08.05 WIB.
2. Kurs Dolar AS BRI
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) menetapkan harga beli dan jual dolar AS masing-masing Rp16.275 dan Rp16.300 per pukul 00.04 WIB untuk e-rate. Sementara itu, kurs pada TT Counter ditetapkan sebesar Rp16.135 untuk beli dan Rp16.435 untuk jual di waktu yang sama.
3. Kurs Dolar AS Bank Mandiri
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. menetapkan harga beli dan jual dolar AS untuk special rate masing-masing Rp16.290 dan Rp16.330 per pukul 09.09 WIB. Berdasarkan TT Counter, harga beli ditetapkan pada level Rp16.100 dan harga jual Rp16.450. Bank Notes pun mencatat harga yang sama pada pembaruan terakhir pukul 09.23 WIB.
4. Kurs Dolar AS BNI
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. menetapkan harga beli dolar AS sebesar Rp16.333 dan harga jual Rp16.353 berdasarkan special rates pada pukul 09.50 WIB. Sementara itu, pada TT Counter, harga beli adalah Rp16.255 dan jual Rp16.455. Bank Notes mengonfirmasi angka serupa pada pukul 09.50 WIB.
Pengaruh Sentimen Global dan Domestik
Rupiah yang melemah kali ini banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Di sisi eksternal, kebijakan perdagangan AS serta penguatan dolar AS memberikan tekanan pada rupiah dan mata uang di kawasan Asia. Sementara itu, sifat kebijakan moneter dalam negeri oleh Bank Indonesia juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar.
"Kebijakan BI yang cenderung menahan suku bunga bertujuan memberikan kepastian dan stabilitas di tengah tantangan eksternal yang kian memanas," ungkap Ibrahim. Kondisi ini menunjukkan betapa kompleksnya hubungan pasar valuta asing dengan kebijakan ekonomi global.
Kondisi nilai tukar mata uang saat ini menuntut pemangku kebijakan dan pelaku pasar untuk terus memantau dinamika global dan domestik. Prospek rupiah ke depan masih bergantung pada bagaimana perdagangan global berkembang serta kebijakan ekonomi dalam negeri yang diambil oleh pemerintah dan otoritas moneter.
Seperti yang diungkapkan Ibrahim, "Kita perlu bersiap dengan skenario ekonomi yang beragam, mengingat ketidakpastian yang menyelimuti pasar global saat ini." Oleh karena itu, kesiapsiagaan dan adaptasi terhadap perubahan kondisi pasar menjadi kunci dalam menghadapi tantangan nilai tukar yang fluktuatif.