Pengusaha Gili Trawangan Gugat Bank BUMN, Persoalkan Eksekusi Lahan dan Penilaian Aset

Senin, 10 Maret 2025 | 21:30:15 WIB
Pengusaha Gili Trawangan Gugat Bank BUMN, Persoalkan Eksekusi Lahan dan Penilaian Aset

JAKARTA - Seorang pengusaha asal Gili Trawangan, Baiq Dian Andriani, resmi menggugat salah satu bank milik negara (BUMN) terkait eksekusi lahan yang dijadikan sebagai jaminan kredit. Baiq Dian mengklaim bahwa terdapat kesalahan prosedur dalam proses lelang yang dilakukan oleh pihak bank.

Menurut penasihat hukumnya, Suhartono, kliennya merasa dirugikan atas nilai appraisal yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. “Kami menggugat pihak bank dikarenakan ada prosedur yang salah. Jumlah appraisal saat dilakukan lelang tidak sesuai,” ujarnya.

Kronologi Pinjaman dan Penggunaan Dana

Baiq Dian mengajukan pinjaman ke bank BUMN tersebut pada 6 Juni 2018 dengan menjaminkan lahan seluas 10 are yang di atasnya berdiri Bungalow yang telah beroperasi selama puluhan tahun. Pinjaman yang disetujui senilai Rp 1,5 miliar dengan pencairan bertahap.

Adapun pencairan dana dilakukan dalam empat tahap, yakni Rp 500 juta pada 11 Juni dan 17 Juni 2018, Rp 300 juta pada 4 September 2018, serta Rp 200 juta pada 15 Januari 2019. “Semua uang itu digunakan untuk renovasi penginapan,” kata Suhartono.

Namun, situasi berubah drastis pada Agustus 2018 saat gempa bumi mengguncang Lombok. Bencana tersebut menyebabkan kerusakan parah pada sejumlah bangunan, termasuk Bungalow milik Baiq Dian. Selain itu, sektor pariwisata Gili Trawangan terhenti akibat banyaknya wisatawan yang meninggalkan kawasan tersebut. “Sehingga, seluruh pengusaha di Gili Trawangan merugi besar,” tambahnya.

Belum selesai dengan dampak gempa, pandemi Covid 19 kembali menghantam industri pariwisata. Akibatnya, operasional bisnis Baiq Dian semakin sulit berjalan. “Pengusaha di Gili Trawangan, termasuk klien saya ini, rugi total. Tidak bisa menjalankan operasional bisnisnya,” jelas Suhartono.

Upaya Pembayaran Kredit dan Persoalan Lelang

Meskipun berada dalam kondisi ekonomi sulit, Baiq Dian tetap berusaha memenuhi kewajibannya membayar cicilan kredit. Tercatat, ia masih melakukan penyetoran dari 28 Juni 2019 hingga 31 Oktober 2023 dengan total angsuran mencapai Rp 1,036 miliar. Namun, ia mengalami kesulitan pada November dan Desember 2023 sehingga pembayaran tertunda.

Tanpa pemberitahuan lebih lanjut, bank melakukan proses lelang terhadap aset jaminan. Dalam proses ini, Baiq Dian dan tim hukumnya menemukan kejanggalan dalam penilaian aset yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dari Surabaya. “Aset milik klien saya ini dihargai Rp 1,5 miliar. Padahal, kredit yang diberikan juga Rp 1,5 miliar,” ujar Suhartono.

Ia mempertanyakan validitas hasil appraisal tersebut. “Tidak mungkin pihak bank memberikan pinjaman sesuai dengan harga asetnya. Maksimal bisa diberikan pinjaman 60 persen dari nilai aset yang dijadikan jaminan. Jadi, penilaian KJPP dari Surabaya itu patut dipertanyakan,” tegasnya.

Sebagai bentuk pembuktian, pihak Baiq Dian mendatangkan tim appraisal independen dari Jakarta yang memberikan estimasi nilai aset mencapai Rp 4,5 miliar. “Menurut pihak appraisal dari Jakarta, nilai aset milik klien saya ini harganya mencapai Rp 4,5 miliar-an, bukan Rp 1,5 miliar,” ungkapnya.

Gugatan ke Pengadilan Negeri Mataram

Merasa dirugikan, Baiq Dian akhirnya melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan oleh pihak bank. Dari hasil lelang, aset milik Baiq Dian telah beralih kepada pemenang lelang. Namun, pihaknya tidak tinggal diam dan telah mengajukan upaya hukum untuk membatalkan sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Utara.

Juru Bicara PN Mataram, Kelik Trimargo, membenarkan bahwa gugatan telah terdaftar dan sedang dalam proses persidangan. “Saat ini masih dalam tahap mediasi,” kata Kelik.

Sidang mediasi sendiri ditunda selama dua minggu guna memanggil kembali para pihak yang bersangkutan. “Relas panggilan akan diserahkan kepada masing-masing pihak,” jelasnya.

Dari data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Mataram, Baiq Dian tidak hanya menggugat bank BUMN, tetapi juga sejumlah pihak lain yang terkait dalam proses lelang ini. Pihak-pihak yang turut tergugat meliputi Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), KJPP di Surabaya, I Made Putra Sedana, Notaris Latifa, serta BPN Lombok Utara.

Kasus ini menjadi perhatian karena menyangkut praktik lelang aset yang dianggap tidak transparan. Baiq Dian berharap keadilan dapat ditegakkan dan asetnya bisa kembali. Jika terbukti ada pelanggaran dalam proses penilaian dan eksekusi lahan, maka pihak-pihak yang bertanggung jawab harus memberikan ganti rugi.

Sementara itu, pihak bank BUMN yang bersangkutan belum memberikan pernyataan resmi terkait gugatan ini. Proses hukum masih berjalan, dan keputusan akhir akan ditentukan oleh pengadilan setelah melalui tahapan persidangan yang berlaku.

Kasus ini menjadi pembelajaran bagi dunia usaha, terutama bagi para pemilik aset yang menjadikan properti mereka sebagai jaminan kredit. Proses appraisal yang tidak sesuai bisa merugikan debitur, sehingga kehati-hatian dalam menyetujui pinjaman dan pemantauan terhadap prosedur lelang menjadi sangat penting.

Terkini