Harga Minyak Anjlok Lebih dari 2% di Tengah Ketegangan Perdagangan AS-China dan Kekhawatiran Resesi
Harga minyak mentah global mengalami penurunan signifikan lebih dari 2% pada perdagangan terbaru, dipicu oleh meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China yang menimbulkan kekhawatiran akan potensi resesi global. Penurunan ini menandai level terendah sejak April 2021, dengan minyak mentah Brent turun sebesar $1,61 atau 2,5% menjadi $63,97 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS turun $1,64 atau 2,7% menjadi $60,35 per barel.
Dampak Perang Dagang terhadap Pasar Minyak
Ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia ini semakin meningkat setelah China mengumumkan tarif balasan sebesar 34% pada barang-barang AS, sebagai respons terhadap tarif yang sebelumnya diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Langkah ini memicu kekhawatiran di kalangan investor akan kemungkinan terjadinya resesi global yang dapat menurunkan permintaan minyak mentah secara signifikan.
Harry Tchilinguirian dari Onyx Capital Group menyatakan, "Ketidakpastian seputar kebijakan tarif masih sangat terasa. Anda melihat sejumlah bank Wall Street memangkas prospek ekonomi dan menyerukan kemungkinan resesi yang jauh lebih besar."
Prediksi Resesi oleh Lembaga Keuangan Terkemuka
Goldman Sachs telah meningkatkan probabilitas terjadinya resesi di AS dalam 12 bulan ke depan menjadi 45%, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 35%. Peningkatan ini didorong oleh pengetatan kondisi keuangan yang tajam dan meningkatnya ketidakpastian kebijakan yang diperkirakan akan menekan belanja modal lebih dari yang sebelumnya diperkirakan.
Selain itu, J.P. Morgan juga meningkatkan peluang resesi menjadi 60%, mengutip kebijakan perdagangan AS yang merugikan, tarif balasan oleh China, penurunan sentimen bisnis, dan gangguan rantai pasokan sebagai faktor utama yang mendorong peningkatan risiko resesi.
Penurunan Harga Minyak dan Produksi OPEC+
Penurunan harga minyak juga dipengaruhi oleh keputusan kelompok OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya untuk mempercepat peningkatan produksi. Delapan negara anggota OPEC+, termasuk Rusia dan Arab Saudi, sepakat untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 411.000 barel per hari pada bulan Mei, lebih tinggi dari rencana sebelumnya sebesar 135.000 barel per hari. Langkah ini diambil dengan alasan fundamental pasar yang sehat dan prospek positif, meskipun ada kekhawatiran bahwa peningkatan pasokan dapat menambah tekanan pada harga minyak yang sudah menurun.
Analis dari PVM, Tamas Varga, mengomentari pemotongan tajam harga minyak mentah oleh Arab Saudi untuk pembeli Asia, dengan menyatakan, “Ini menunjukkan keyakinan bahwa tarif akan merugikan permintaan minyak.”
Dampak Terhadap Pasar Global dan Sektor Energi
Penurunan harga minyak yang tajam ini telah menyebabkan gejolak di pasar keuangan global. Saham-saham di Asia dan Eropa mengalami penurunan signifikan, dengan indeks saham Eropa jatuh ke level terendah dalam 16 bulan terakhir. Investor khawatir bahwa tarif yang diberlakukan oleh AS dan balasan dari China dapat menyebabkan inflasi, melemahnya permintaan, dan potensi resesi global.
Di sektor energi, perusahaan-perusahaan minyak besar seperti Exxon Mobil dan Chevron juga mengalami penurunan harga saham yang signifikan. Harga saham Exxon Mobil turun menjadi $101,37, sementara Chevron turun menjadi $139,18. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek industri energi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Tanggapan Pemerintah dan Prospek ke Depan
Pemerintah di berbagai negara, termasuk Rusia, telah mengumumkan langkah-langkah untuk melindungi ekonomi mereka dari dampak penurunan harga minyak dan ketegangan perdagangan yang meningkat. Kremlin menyatakan bahwa mereka memantau situasi dengan cermat dan akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap ekonomi Rusia.
Sementara itu, Federal Reserve AS menghadapi tekanan untuk menyesuaikan kebijakan moneternya guna meredam dampak negatif dari ketegangan perdagangan dan potensi resesi. Namun, hingga saat ini, Ketua Fed Jerome Powell belum memberikan indikasi jelas mengenai langkah-langkah yang akan diambil.
Secara keseluruhan, kombinasi dari meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China, penurunan tajam harga minyak, dan meningkatnya kekhawatiran akan resesi global telah menciptakan ketidakpastian yang signifikan di pasar global. Investor dan pembuat kebijakan akan terus memantau perkembangan ini dengan cermat, mencari tanda-tanda stabilisasi atau potensi eskalasi lebih lanjut yang dapat mempengaruhi prospek ekonomi global dalam jangka pendek dan menengah.