JAKARTA - Pemerintah kembali menegaskan pentingnya peran PT PLN (Persero) dalam mendukung agenda transisi energi nasional melalui pelaksanaan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025 hingga 2034. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyoroti bahwa keberhasilan implementasi RUPTL menjadi kunci utama dalam mencapai target penggunaan energi bersih dan penurunan emisi karbon secara signifikan hingga 2034.
Dalam pernyataan resminya pada Rabu, 28 Mei 2025 Bahlil menyampaikan bahwa RUPTL 2025 HINGGA 2034 bukan sekadar dokumen perencanaan, melainkan peta jalan yang harus dijalankan secara disiplin dan konsisten oleh PLN. Ia menekankan bahwa jika PLN mampu menjalankan RUPTL dengan penuh kedisiplinan, maka target Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) bisa terlampaui lebih cepat dari yang ditetapkan. “Kalau 2034 kami disiplin jalankan, maka 2034 itu sudah melampaui target Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional menuju energi terbarukan. Yang penting kami konsisten,” ujar Bahlil.
Energi Terbarukan Mendominasi Penambahan Kapasitas Listrik
Berdasarkan RUPTL 2025 hingga 2034, pemerintah dan PLN menetapkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW). Dari total tersebut, sekitar 76 persen atau 52,9 GW dirancang berasal dari sumber EBT dan sistem penyimpanan energi. Hal ini menjadi indikator nyata bahwa transisi ke energi bersih bukan lagi wacana, melainkan mulai dijalankan dengan langkah-langkah konkret.
Rinciannya, kapasitas energi terbarukan terdiri dari:
-Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS): 17,1 GW
-Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA): 11,7 GW
-Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB): 7,2 GW
-Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP): 5,2 GW
-Bioenergi: 0,9 GW
-Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN): 0,5 GW
Sementara itu, 16,6 GW sisanya tetap bersumber dari pembangkit listrik berbasis energi fosil, namun porsinya jauh lebih kecil, menunjukkan pergeseran paradigma ke arah dekarbonisasi sektor energi.
Penambahan pembangkit listrik ini juga akan tersebar secara geografis untuk memastikan pemerataan pembangunan energi di seluruh wilayah Indonesia, yakni:
-Sumatera: 9,5 GW
-Jawa-Madura-Bali: 19,6 GW
-Sulawesi: 7,7 GW
-Kalimantan: 3,5 GW
-Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara: 2,3 GW
RUPTL Dorong Terciptanya 760.000 Green Jobs
Tidak hanya fokus pada sektor energi bersih, RUPTL ini juga membuka peluang besar dalam menciptakan lapangan kerja ramah lingkungan (green jobs). Kementerian ESDM memperkirakan serapan tenaga kerja dalam sektor pembangkitan listrik bisa mencapai 836.696 orang, di mana sekitar 91 persen atau 760.000 di antaranya merupakan green jobs. “Lebih dari 91 persen green job. Kira-kira ini supaya anak-anak muda kita bisa masuk,” kata Bahlil.
Hal ini menjadi peluang strategis untuk menyerap angkatan kerja muda sekaligus mendukung upaya pengentasan pengangguran dan pengembangan ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Komitmen PLN untuk Kolaborasi dan Investasi
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan komitmen perusahaan dalam mempercepat dan memperkuat infrastruktur kelistrikan berbasis EBT. Menurutnya, kolaborasi dengan berbagai pihak termasuk investor, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam memastikan proyek-proyek energi terbarukan berjalan optimal. “Untuk itu kami berkomitmen untuk mempercepat proyek energi terbarukan melalui kolaborasi dengan investor dan pemangku kepentingan,” ujar Darmawan.
Ia juga menyatakan optimisme bahwa pelaksanaan RUPTL ini tidak hanya mendukung target lingkungan, tetapi juga membawa dampak ekonomi luas. Menurutnya, pengembangan sektor energi terbarukan bisa menurunkan beban biaya energi rumah tangga, meningkatkan daya beli masyarakat, serta menekan angka kemiskinan. “Kami juga ingin berkontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja hijau, dan pengentasan kemiskinan,” imbuh Darmawan.
Potensi Investasi Rp 2.133 Triliun
RUPTL 2025 hingga 2034 juga membuka peluang investasi besar yang diperkirakan mencapai Rp 2.133 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 1.341 triliun akan dialokasikan untuk pengembangan proyek EBT melalui skema independent power producer (IPP), sementara Rp 340 triliun berasal dari investasi langsung PLN. Sisanya disumbangkan oleh pembangunan infrastruktur pendukung lainnya. “Melalui RUPTL ini, PLN hanya menjalankan mandat transisi energi dan komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris menuju Net Zero Emission,” tegas Darmawan.
Dengan demikian, peran PLN sebagai motor penggerak transformasi energi nasional sangat vital. RUPTL bukan hanya instrumen perencanaan teknis, tetapi juga fondasi ekonomi dan sosial dalam mewujudkan pertumbuhan inklusif berbasis rendah karbon.
Tantangan dan Harapan
Kendati arah RUPTL sudah sejalan dengan misi transisi energi global, beberapa pihak tetap menyoroti perlunya langkah yang lebih ambisius dan cepat. Target bebas emisi pada 2060 atau lebih awal dinilai masih membutuhkan kerja keras lintas sektor, terutama dalam mengurangi ketergantungan terhadap batu bara dan mempercepat investasi energi bersih.
Di sisi lain, RUPTL yang diatur secara periodik juga harus adaptif terhadap perkembangan teknologi, pasar, dan dinamika geopolitik energi. Dukungan regulasi, insentif fiskal, dan partisipasi aktif sektor swasta akan menjadi pilar penting dalam menyukseskan agenda ini.
Dengan arah kebijakan yang semakin mengedepankan energi bersih, RUPTL 2025 hingga 2034 menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menata ulang lanskap kelistrikan nasional. Komitmen yang kuat dari pemerintah dan PLN, ditambah dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, diharapkan mampu membawa Indonesia menuju masa depan energi yang berkelanjutan, inklusif, dan berdaya saing global.
Jika dijalankan dengan konsistensi sebagaimana diharapkan oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, Indonesia tidak hanya akan berhasil dalam transisi energi, tetapi juga mampu menciptakan masa depan ekonomi hijau yang menjanjikan bagi generasi mendatang.