Energi

RI Miliki Potensi Energi Baru Terbarukan Melimpah, Tapi Terkendala Jarak dari Pusat Permintaan

RI Miliki Potensi Energi Baru Terbarukan Melimpah, Tapi Terkendala Jarak dari Pusat Permintaan
RI Miliki Potensi Energi Baru Terbarukan Melimpah, Tapi Terkendala Jarak dari Pusat Permintaan

JAKARTA – Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), terutama dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang mencapai 72 Giga Watt (GW). Namun, potensi besar ini belum sepenuhnya bisa dioptimalkan akibat tantangan utama yang masih menghambat, yakni lokasi sumber daya EBT yang mayoritas berada jauh dari pusat permintaan listrik nasional.

Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, menyatakan bahwa meski Indonesia sangat kaya akan potensi energi hijau, sebagian besar sumber daya tersebut tersebar di wilayah terpencil dan belum terkoneksi dengan jaringan transmisi yang memadai.

“Dulu banyak sekali paparan, we have 72 Giga Watt potential of hydro, yes. Ini lokasinya wanton-pundi, Bapak Ibu,” ujar Darmawan dalam acara Diseminasi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025 hingga 2034 di kantor Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta.

Tantangan Transmisi dari Wilayah Terpencil

Kendala utama dalam mengoptimalkan potensi energi baru terbarukan tersebut adalah minimnya infrastruktur transmisi listrik yang menghubungkan lokasi pembangkit dengan pusat permintaan, seperti di Pulau Jawa yang menjadi pusat konsumsi energi nasional.

“Sampai saat ini belum bisa. Harus ada transmission line yang mengevakuasi electricity energy dari lokasi yang jauh itu sampai ke pusat-pusat demand,” jelas Darmawan.

Ia menambahkan, pengembangan pembangkit listrik berbasis batu bara dan gas selama ini bisa dilakukan secara lebih fleksibel karena bahan bakarnya bisa didatangkan ke lokasi mana pun, termasuk dekat dengan pusat permintaan. Namun, hal ini berbeda dengan EBT yang sangat bergantung pada lokasi sumber daya alamnya.

“Begitu kita bergeser dari fossil-based development menjadi renewable-based development, kita harus petakan resource-nya ada di mana. Banyak sekali hidro ada di Aceh, di Sumatera Utara. Ada hidro di Kalimantan bagian utara, Sulawesi bagian tengah sana. Pertanyaannya, apakah mungkin pembangkit hidro itu kita pindahkan dari Aceh ke Jawa bagian Barat?” ungkapnya.

Target RUPTL 2025 hingga 2034 adalah 61 Persen dari Energi Terbarukan

Dalam RUPTL 2025 hingga 2034 yang baru saja diluncurkan, pemerintah menargetkan pembangunan pembangkit listrik dengan total kapasitas 69,5 GW. Dari jumlah tersebut, sebanyak 42,6 GW atau 61 persen berasal dari pembangkit berbasis EBT.

Komposisi target EBT tersebut mencakup:

  • Pembangkit surya: 17,1 GW
  • PLTA (air): 11,7 GW
  • Pembangkit angin: 7,2 GW
  • Panas bumi: 5,2 GW
  • Bioenergi: 0,9 GW
  • Pembangkit nuklir: 0,5 GW

Sementara itu, pengembangan sistem penyimpanan energi seperti pumped storage dan baterai juga masuk dalam RUPTL, dengan target masing-masing 4,3 GW dan 6,0 GW.

Adapun untuk pembangkit berbasis energi fosil, kapasitas yang masih akan ditambahkan sebesar 16,6 GW, dengan rincian 10,3 GW dari gas dan 6,3 GW dari batubara.

Investasi Besar Diperlukan: Hampir Rp 3.000 Triliun

Untuk merealisasikan target ambisius dalam RUPTL tersebut, pemerintah memperkirakan total investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 2.967,4 triliun selama periode 2025–2034.

Rinciannya sebagai berikut:

  • Rp 2.133,7 triliun untuk pembangunan pembangkit listrik
  • Rp 565,3 triliun untuk sistem penyaluran energi (termasuk jaringan transmisi, distribusi, gardu induk, dan listrik pedesaan)
  • Rp 268,4 triliun untuk komponen lainnya

Porsi terbesar investasi pembangkit akan berasal dari swasta atau Independent Power Producer (IPP), yakni sebesar Rp 1.566,1 triliun atau sekitar 73% dari total investasi pembangkit. Dari jumlah tersebut, Rp 1.341,8 triliun dialokasikan untuk pembangkit EBT dan Rp 224,3 triliun untuk pembangkit non-EBT.

Sementara itu, investasi yang akan ditanggung oleh PT PLN (Persero) diperkirakan mencapai Rp 567,6 triliun, terdiri dari Rp 340,6 triliun untuk pengembangan EBT dan Rp 227 triliun untuk pembangkit non-EBT.

Harapan Besar terhadap Transisi Energi

Kebijakan RUPTL 2025–2034 menjadi tonggak penting dalam perjalanan transisi energi di Indonesia, dengan penekanan utama pada keberlanjutan dan pengurangan emisi karbon. Namun demikian, tantangan utama yang harus diselesaikan adalah membangun infrastruktur transmisi yang mampu menjembatani jarak antara lokasi sumber EBT dengan pusat-pusat permintaan.

Darmawan menyatakan bahwa transformasi menuju energi bersih tidak cukup hanya dengan membangun pembangkit, melainkan harus disertai penguatan infrastruktur penyaluran energi.

"Kalau kita ingin bergerak menuju renewable-based development, maka sistem kita harus bisa menyesuaikan. Kita tidak bisa hanya menempatkan pembangkit di mana permintaan berada. Kita harus mengalirkan energi dari lokasi sumber daya ke pusat-pusat ekonomi," tuturnya.

Peta Jalan Energi Nasional

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa peta jalan energi nasional akan terus disesuaikan dengan perkembangan teknologi, tantangan global, serta komitmen terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca.

RUPTL ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Paris Agreement dan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Oleh karena itu, pengembangan EBT menjadi tulang punggung dalam agenda strategis jangka panjang sektor ketenagalistrikan Indonesia.

Dengan potensi energi baru terbarukan yang melimpah, Indonesia sebenarnya berada di posisi strategis untuk menjadi pemimpin transisi energi di kawasan Asia Tenggara. Namun, tantangan geografis dan infrastruktur menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah dan BUMN ketenagalistrikan seperti PLN.

Darmawan menegaskan, “Kalau kita ingin masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan, kita tidak bisa lagi bergantung pada cara lama. Kita harus siap berinvestasi, membangun sistem yang terintegrasi, dan menghadirkan energi hijau ke seluruh pelosok negeri.”

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index