JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) menyatakan akan mencabut izin lingkungan dua perusahaan tambang nikel, yakni PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama. Langkah ini diambil setelah investigasi terbaru menemukan indikasi pelanggaran serius terhadap ketentuan lingkungan hidup di kawasan konservasi perairan Raja Ampat, Papua Barat.
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala BPLH, Hanif Faisol, menegaskan bahwa pemerintah akan menindak tegas aktivitas pertambangan yang bertentangan dengan prinsip konservasi dan aturan hukum. Dalam keterangan pers, Hanif menyatakan bahwa kedua perusahaan tersebut diduga kuat melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. “Kami akan mengevaluasi dan mencabut persetujuan lingkungan dari kedua perusahaan karena bertentangan dengan undang-undang tersebut,” ujar Hanif Faisol.
Penambangan di Pulau Kecil Tidak Diperbolehkan
Undang-undang yang menjadi acuan KLHK secara tegas menyebutkan bahwa kegiatan pertambangan bukanlah prioritas di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir. Hal ini diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang menyatakan bahwa aktivitas penambangan mineral memiliki potensi besar menimbulkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, terutama di wilayah dengan ekosistem yang rentan seperti pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir. “Pertambangan bukan merupakan kegiatan prioritas untuk dilakukan di Pulau Kecil. Hal ini telah diperkuat pula dengan adanya putusan MK,” lanjut Hanif.
Putusan MK tersebut memperjelas bahwa eksploitasi sumber daya alam secara tidak berkelanjutan di wilayah pesisir bisa menimbulkan dampak jangka panjang seperti pencemaran laut, perubahan tata ruang, dan hilangnya keanekaragaman hayati yang sangat berharga.
Empat Perusahaan Disorot, Dua Di Ambang Dicabut Izinnya
KLHK telah melakukan pengawasan lapangan terhadap empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat antara 26-31 Mei 2025. Pemeriksaan menyeluruh terhadap kegiatan dan dokumen perizinan menunjukkan bahwa meskipun keempat perusahaan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), hanya tiga yang mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), yakni PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Namun demikian, dua perusahaan PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama menjadi fokus utama KLHK karena aktivitas mereka dilakukan di dua pulau kecil: Pulau Gag dan Pulau Manuran.
-PT Gag Nikel melakukan penambangan di Pulau Gag seluas 6.030,53 hektare.
-PT Anugerah Surya Pratama, perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) asal Tiongkok, beroperasi di Pulau Manuran seluas 746 hektare.
Pelanggaran Lingkungan dan Minimnya Pengelolaan Limbah
Investigasi di lapangan menunjukkan bahwa PT Anugerah Surya Pratama tidak memiliki sistem manajemen lingkungan yang memadai dan tidak melakukan pengelolaan limbah larian air tambang. KLHK pun telah mengambil langkah penghentian sementara aktivitas mereka. “Pengawas Lingkungan Hidup melakukan penghentian pelanggaran yang dilakukan oleh PT ASP dengan memasang plang peringatan dalam pengawasan KLH/BPLH,” ungkap Hanif.
Sementara itu, PT Gag Nikel juga tengah dalam sorotan untuk dugaan pelanggaran lingkungan yang sama.
Perusahaan Lainnya Juga Melanggar
Selain PT Gag Nikel dan PT Anugerah, dua perusahaan tambang lainnya juga ditemukan melanggar ketentuan lingkungan:
PT Kawei Sejahtera Mining, yang beroperasi di Pulau Kawe, membuka tambang di luar batas persetujuan lingkungan dan di luar kawasan yang diizinkan dalam PPKH seluas 5 hektare. Aktivitas ini menyebabkan sedimentasi di pantai yang berisiko merusak ekosistem pesisir. “Perusahaan akan dikenakan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah untuk melakukan pemulihan, serta kemungkinan gugatan perdata,” tegas Hanif.
PT Mulia Raymond Perkasa, yang beroperasi di Pulau Batang Pele, ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan tidak mengantongi PPKH. Aktivitas eksplorasi perusahaan ini telah dihentikan sepenuhnya oleh pemerintah.
Raja Ampat: Kawasan Konservasi Dunia yang Terancam
Raja Ampat merupakan salah satu kawasan laut paling kaya akan keanekaragaman hayati di dunia. Daerah ini telah lama diakui sebagai kawasan konservasi prioritas baik oleh pemerintah Indonesia maupun komunitas internasional.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahkan telah mengusulkan agar Raja Ampat dijadikan sebagai Cagar Biosfer UNESCO, untuk memperkuat status perlindungan kawasan tersebut secara global. Potensi kerusakan akibat pertambangan di wilayah ini tidak hanya mengancam lingkungan lokal, tetapi juga mencoreng reputasi Indonesia dalam komitmen terhadap konservasi alam dan perubahan iklim. “Kita tidak bisa mengorbankan kekayaan ekosistem Raja Ampat untuk keuntungan sesaat dari pertambangan. Harus ada prioritas yang jelas antara ekonomi dan pelestarian lingkungan,” kata Hanif.
Langkah Tegas Pemerintah Jadi Ujian Serius
Keputusan untuk mencabut izin lingkungan bukanlah tindakan sepele. Pemerintah mengirimkan sinyal kuat bahwa kepatuhan terhadap hukum lingkungan adalah harga mati, terutama bagi perusahaan yang beroperasi di kawasan sensitif seperti Raja Ampat.
Pemasangan plang penghentian aktivitas, ancaman sanksi administratif, hingga gugatan perdata merupakan bagian dari upaya penegakan hukum yang lebih tegas dari KLHK di bawah kepemimpinan Hanif Faisol.
Lebih dari itu, langkah ini juga menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk mengevaluasi seluruh kebijakan terkait eksploitasi sumber daya alam di kawasan pulau-pulau kecil dan pesisir, demi keberlanjutan jangka panjang.
Rencana pencabutan izin lingkungan terhadap PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama menjadi titik balik penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Pemerintah menegaskan komitmennya untuk melindungi wilayah-wilayah konservasi seperti Raja Ampat dari ancaman kerusakan ekologis yang disebabkan oleh eksploitasi tambang. Dengan mematuhi undang-undang dan putusan MK, Indonesia diharapkan dapat menjaga warisan ekologisnya sambil tetap menyeimbangkan aspek pembangunan berkelanjutan.