JAKARTA — Keputusan pemerintah menghentikan sementara aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, menuai sorotan luas. Dukungan pun datang dari berbagai pihak, termasuk dari Partai Golkar yang menilai langkah tersebut sudah tepat demi menjaga kelestarian lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyampaikan dukungan penuh terhadap kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengambil tindakan tegas menghentikan sementara aktivitas pertambangan nikel di wilayah konservasi Raja Ampat.
Menurutnya, keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ini sejalan dengan prinsip pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta searah dengan aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya terkait perlindungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Raja Ampat dilintasi garis khatulistiwa dan memiliki keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. Bentang laut kepala burung ini merupakan kawasan yang dilindungi,” ujar Sarmuji dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Penambangan Dinilai Langgar Undang-Undang
Sarmuji menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan yang menyebabkan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir seperti Raja Ampat secara jelas melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Regulasi tersebut secara eksplisit melarang kegiatan pertambangan mineral jika terbukti menimbulkan dampak ekologis dan sosial yang merugikan.
“Undang-undang ini tegas melarang penambangan mineral di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil apabila mengakibatkan kerusakan ekologis, sosial, dan budaya serta merugikan masyarakat,” kata Sarmuji.
Menurutnya, kawasan Raja Ampat adalah salah satu ekosistem laut terpenting di dunia, dan tidak boleh dikorbankan hanya demi kepentingan ekonomi jangka pendek. Konservasi kawasan laut, lanjutnya, merupakan mandat moral dan hukum yang harus dijalankan dengan serius oleh semua pihak, termasuk pemerintah daerah, pusat, dan investor swasta.
Raja Ampat, Surga Biodiversitas Laut yang Rawan Ancaman Tambang
Dikenal sebagai kawasan dengan biodiversitas laut terkaya di dunia, Raja Ampat terdiri dari sekitar 1.411 pulau kecil, atol, dan beting, yang mengelilingi empat pulau utama: Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool. Total kawasan lautan yang dimiliki Raja Ampat mencapai 4,6 juta hektare.
Kawasan ini bukan hanya penting secara ekologis, tetapi juga memiliki nilai budaya dan sosial yang tinggi bagi masyarakat adat setempat yang telah menjaga alam selama ratusan tahun. Masuknya aktivitas pertambangan dinilai berisiko merusak keseimbangan ekologis, serta mengancam ketahanan sosial masyarakat lokal.
“Kawasan ini menyimpan kekayaan alam unik yang tidak ditemukan di tempat lain. Karena itu, pemerintah bersama masyarakat dan lembaga terkait berkomitmen untuk melindungi dan menjaga lingkungan dari keserakahan ekonomi sesaat,” tegas Sarmuji.
Komitmen Pemerintah Jaga Kelestarian
Langkah Kementerian ESDM yang menurunkan Inspektur Tambang ke lima pulau di Raja Ampat juga dianggap sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menegakkan regulasi pertambangan dan memastikan bahwa setiap kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi berjalan sesuai ketentuan hukum.
Kementerian ESDM sendiri menyampaikan bahwa penghentian sementara kegiatan tambang nikel ini dilakukan setelah ditemukan indikasi kerusakan lingkungan serius yang dapat mengancam keseimbangan hayati kawasan konservasi Raja Ampat. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun menekankan bahwa perlindungan lingkungan tidak bisa dinegosiasikan dengan kepentingan ekonomi.
Sementara itu, di tengah protes publik dan desakan aktivis lingkungan, langkah cepat pemerintah ini menjadi bentuk akuntabilitas atas pemberian izin tambang yang sempat longgar pada masa sebelumnya.
Sorotan terhadap Penerbitan Izin Tambang di Masa Lalu
Muhammad Sarmuji juga menyinggung soal masa-masa ketika pemberian izin pertambangan dilakukan secara masif, bahkan di wilayah yang sebenarnya tidak layak untuk ditambang karena nilai ekologisnya tinggi.
Menurutnya, era penerbitan izin tambang yang kurang selektif telah meninggalkan warisan persoalan lingkungan yang kompleks, terutama di kawasan timur Indonesia yang rawan eksploitasi.
Golkar berharap, momentum penghentian tambang di Raja Ampat ini dapat menjadi pintu masuk bagi evaluasi besar-besaran terhadap kebijakan perizinan tambang di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan tambang-tambang yang beroperasi di wilayah konservasi juga harus segera dilakukan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut.
“Kita harus belajar dari pengalaman masa lalu, bahwa eksploitasi sumber daya alam tanpa kendali hanya akan menyisakan kerusakan yang sulit diperbaiki,” tegas Sarmuji.
Seruan Peninjauan Kembali Investasi Tambang di Wilayah Sensitif
Desakan untuk meninjau kembali seluruh perizinan tambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kini semakin menguat. Banyak kalangan menilai bahwa perlu dilakukan moratorium terhadap izin-izin baru, sembari melakukan audit menyeluruh terhadap izin yang sudah terbit.
Pakar lingkungan dan lembaga swadaya masyarakat pun mendesak agar pemerintah tidak sekadar menghentikan tambang sementara, tetapi juga berani mencabut izin yang terbukti merusak lingkungan atau didapat melalui proses perizinan yang bermasalah.
Langkah seperti ini dianggap penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap tata kelola sektor pertambangan di Indonesia, yang selama ini kerap dikritik karena lemahnya pengawasan dan dominasi kepentingan ekonomi semata.
Keputusan pemerintah untuk menghentikan sementara aktivitas tambang nikel di Raja Ampat menandai komitmen baru dalam menata ulang tata kelola sektor pertambangan secara lebih adil dan berkelanjutan. Dukungan Partai Golkar terhadap langkah ini menunjukkan sinyal politik yang kuat bahwa keberlanjutan lingkungan tidak boleh dikorbankan demi keuntungan jangka pendek.
Langkah tegas ini diharapkan menjadi awal dari kebijakan nasional yang lebih pro-lingkungan, serta menjadi pembelajaran bagi semua pihak bahwa pengelolaan sumber daya alam harus senantiasa mengedepankan aspek ekologi, sosial, dan hukum.