Perusahaan Tambang

ART Desak Kejagung Usut Tuntas Perusahaan Tambang Perusak Lingkungan di Raja Ampat, Kritik Tajam Mengarah ke Menteri Bahlil

ART Desak Kejagung Usut Tuntas Perusahaan Tambang Perusak Lingkungan di Raja Ampat, Kritik Tajam Mengarah ke Menteri Bahlil
ART Desak Kejagung Usut Tuntas Perusahaan Tambang Perusak Lingkungan di Raja Ampat, Kritik Tajam Mengarah ke Menteri Bahlil

JAKARTA — Aktivitas perusahaan tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi sorotan tajam lantaran diduga menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Menanggapi situasi tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Abdul Rachman Thaha (ART), mendesak Kejaksaan Agung untuk segera turun tangan mengusut tuntas dugaan pelanggaran hukum oleh perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah konservasi tersebut.

Senator asal daerah pemilihan Sulawesi Tengah itu secara terang-terangan menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, yang menurutnya tidak mampu menangani secara serius permasalahan lingkungan akibat penambangan nikel di Raja Ampat.

"Presiden Prabowo semestinya tidak mengirim, apalagi mengandalkan, Menteri Bahlil untuk mengatasi masalah Raja Ampat," ujar ART.

Menurut ART, penanganan yang dilakukan Bahlil justru memperburuk situasi. Ia menyinggung pengalaman serupa yang pernah terjadi saat konflik sosial dan lingkungan meletus di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, akibat proyek Rempang Eco City. Kala itu, Presiden Joko Widodo mengutus Bahlil untuk meredam situasi. Namun, hasilnya dinilai jauh dari harapan.

"Namun terbukti, perkataan Bahlil hanya bualan belaka. Suhu di Rempang terus membara, masyarakat tidak putus-putusnya melakukan aksi penolakan terhadap rencana proyek di kampung halaman mereka," jelas ART.

Kondisi tersebut, menurutnya, kini kembali terjadi di Raja Ampat. Warga lokal maupun masyarakat yang peduli lingkungan menyuarakan penolakan keras terhadap aktivitas tambang nikel yang merusak alam. Namun, saat Bahlil hadir ke lokasi, kejanggalan justru terjadi.

“Bahlil disambut bak tukang sulap. Dari empat tambang nikel, oleh Bahlil, dibikin gaib menjadi satu saja. Massa siluman juga diada-adakan untuk membangun narasi tandingan bahwa Raja Ampat seolah aman dan tenteram,” sindir ART.

Ia menilai tindakan Bahlil tidak hanya menyesatkan publik, namun juga berpotensi menipu Presiden Prabowo Subianto.

“Saya tak punya kosakata lain, kecuali bahwa Menteri Bahlil ini lagi-lagi coba-coba membodoh-bodohi masyarakat dan mengakal-akali Presiden Prabowo,” tegas ART.

Desak Kejagung Turun Tangan

Lebih jauh, ART mendesak Kejaksaan Agung untuk segera melakukan langkah hukum yang komprehensif terhadap perusahaan tambang di Raja Ampat. Ia menekankan bahwa penegakan hukum menjadi satu-satunya jalan untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih luas sekaligus menghentikan praktik tambang ilegal yang mencemari kawasan konservasi.

“Langkah Kejaksaan Agung itu bertujuan untuk mendukung kelestarian lingkungan hidup dan memberikan efek jera kepada pelaku tambang ilegal,” kata ART.

Ia bahkan menyinggung pentingnya penyelidikan dari hulu, dengan memeriksa dokumen perizinan yang dimiliki oleh para perusahaan tambang tersebut. ART tidak menutup kemungkinan adanya indikasi pemalsuan izin.

“Presiden Prabowo dapat mempercayakan Kejaksaan Agung untuk mengurai permasalahan di Raja Ampat bahkan mulai dari titik hulu. Yakni, mengecek kemungkinan adanya ketidakwajaran terkait perizinan bagi perusahaan-perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Yang paling ekstrem, jangan-jangan mirip ijazah: izinnya pun palsu,” ujarnya.

ART juga menyebut kemungkinan bahwa perusahaan tambang di Raja Ampat merupakan bagian dari 47 perusahaan tambang yang dilaporkan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) ke Kejaksaan Agung pada Maret 2025 lalu. WALHI menuduh puluhan perusahaan tersebut terlibat dalam praktik korupsi sumber daya alam dan menyebabkan kerusakan lingkungan di berbagai daerah di Indonesia.

“Karena itulah Kejaksaan Agung harus mengembangkan investigasinya lebih radikal lagi. Kita punya alasan kuat untuk waswas bahwa telah berlangsung kongkalikong jahat dalam rangka menghasilkan produk hukum yang memuat pasal-pasal yang memuluskan eksploitasi sumber daya alam dan pengampunan pelanggaran,” tegas ART.

Tudingan State Capture Corruption

Ia mengangkat istilah “state capture corruption” atau korupsi sistemik dalam ranah kebijakan publik, sebagai bentuk kekhawatiran terhadap kemungkinan adanya kolusi antara pengusaha tambang dan oknum birokrat. Kolusi tersebut, menurut ART, dapat menyebabkan perizinan tambang diterbitkan secara tidak sah dan tanpa memperhatikan dampak lingkungan.

“Ini lazim diistilahkan sebagai state capture corruption,” katanya.

ART juga meminta pemerintahan Prabowo untuk menunjukkan komitmen nyata dalam menjaga kelestarian lingkungan dan memberantas praktik tambang ilegal. Menurutnya, era pencitraan telah usai, kini saatnya bertindak nyata.

“Musim omon-omon sudah tamat. Malah sudah bosan kita melihat situasi seperti jalan di tempat. Pemerintahan Prabowo tidak punya pilihan kecuali walk the talk, talk the walk,” katanya.

Tak Hanya Raja Ampat

Senator ART menegaskan bahwa kasus di Raja Ampat hanyalah satu dari sekian banyak persoalan tambang yang menuntut penegakan hukum serius. Ia menyebut beberapa daerah lain yang juga mengalami permasalahan serupa, seperti Sulawesi Tengah, Maluku, hingga Bangka Belitung.

“Kejaksaan Agung bisa diandalkan untuk itu. Bukan terbatas di Raja Ampat, tapi juga di Sulawesi Tengah, Maluku, Bangka, dan di seluruh lubang tempat mafia tambang membuat galian,” pungkasnya.

Kasus tambang di Raja Ampat menjadi sinyal penting bagi pemerintah untuk memperketat pengawasan dan penegakan hukum atas aktivitas perusahaan tambang yang merusak lingkungan. Desakan dari senator seperti Abdul Rachman Thaha mencerminkan kepedulian publik terhadap pelestarian alam dan pentingnya transparansi serta akuntabilitas dalam proses perizinan tambang.

Dengan meningkatnya tekanan dari masyarakat dan organisasi lingkungan, langkah Kejaksaan Agung akan menjadi ujian penting bagi komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam menangani persoalan lingkungan hidup dan perusahaan tambang yang bermasalah. Kata kuncinya: hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu demi menyelamatkan kekayaan alam Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index