JAKARTA – Industri fashion global tengah berada di titik balik sejarahnya. Perubahan iklim, krisis sosial, hingga tekanan untuk mengurangi limbah telah mendorong para pelaku industri fesyen dari berbagai belahan dunia untuk mengadopsi prinsip keberlanjutan. Menanggapi tantangan dan peluang tersebut, Universitas Ciputra menggelar talkshow internasional bertajuk “Global Shifts in Fashion Design & Business”, sebagai bagian dari rangkaian acara Fashionology 2025.
Acara yang berlangsung di kampus Universitas Ciputra ini menyuguhkan diskusi mendalam seputar transisi industri fashion menuju praktik yang lebih beretika dan ramah lingkungan. Dihadiri oleh akademisi, desainer muda, hingga praktisi industri dari dalam dan luar negeri, talkshow ini menjadi panggung penting untuk pertukaran ide dan inspirasi lintas generasi.
Talkshow menghadirkan dua narasumber utama, yakni Dr. Olivia Gondoputro, S.Sn., MM. dari Universitas Ciputra dan Eloy Yuan dari Donghua University, Shanghai. Sesi diskusi dipandu oleh Christina Tanujaya, B.Des., MBA., dosen Universitas Ciputra, dan dibuka secara resmi oleh Yoanita Kartika Sari Tahalele, Ketua Program Studi Fashion Product Design sekaligus Ketua Panitia Fashionology 2025.
Keberlanjutan Jadi Arus Utama dalam Fashion
Dalam sambutannya, Yoanita menekankan pentingnya pendidikan dalam mendorong perubahan industri. Ia menuturkan bahwa fashion modern tidak bisa hanya berorientasi pada estetika semata. “Fashion masa kini tak cukup hanya memikat secara visual, tetapi juga harus memikul tanggung jawab sosial dan lingkungan,” ujarnya.
Sikap tersebut sejalan dengan pemikiran Dr. Olivia yang menyampaikan bahwa keberlanjutan bukan sekadar tren sementara, melainkan sebuah filosofi dalam proses desain. “Keberlanjutan adalah integrasi nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi dalam setiap keputusan kreatif,” tegas Dr. Olivia dalam paparannya.
Sementara itu, Eloy Yuan memberikan pesan reflektif kepada peserta. Ia mendorong perubahan dimulai dari diri sendiri. “Sustainability, why not start from ourselves?” katanya, mengajak semua pihak untuk mengambil peran aktif dalam menciptakan industri fesyen yang lebih bertanggung jawab.
Isu Serius: Produksi Berlebih dan Eksploitasi Tenaga Kerja
Talkshow ini turut menyoroti persoalan besar yang membayangi industri fashion saat ini, seperti overproduksi, limbah tekstil, serta eksploitasi tenaga kerja di negara berkembang. Kedua narasumber sepakat bahwa krisis global seperti pandemi dan perubahan iklim menjadi katalis penting bagi transformasi industri.
“Di balik krisis selalu ada peluang untuk perubahan mendalam,” ungkap Dr. Olivia, menggambarkan potensi dari situasi krisis untuk menciptakan model bisnis yang lebih adil dan manusiawi.
Inovasi Ramah Lingkungan dan Sentuhan Lokal
Salah satu momen yang mencuri perhatian peserta adalah ketika Yuan membagikan cerita inspiratif tentang seorang mahasiswa Indonesia di Donghua University yang bereksperimen menciptakan material tekstil dari kertas bekas. “It’s not only creative, but also deeply conscious,” ujar Yuan mengapresiasi ide tersebut, yang dinilai merepresentasikan pendekatan fashion masa depan: inovatif sekaligus berkesadaran lingkungan.
Selain itu, nilai budaya lokal seperti tenun dan batik juga disorot sebagai aset berharga dalam menciptakan produk fesyen yang berkelanjutan. Dr. Olivia menjelaskan, “Inovasi tidak harus meninggalkan akar tradisi. Justru kekuatan besar muncul ketika nilai-nilai lokal dijadikan fondasi untuk hal-hal baru yang relevan.”
Praktik Keberlanjutan di China dan Optimisme Masa Depan
Dalam sesi tanya jawab, para peserta aktif berdiskusi. Salah satu pertanyaan menarik diajukan terkait bagaimana industri fashion di Tiongkok menerapkan prinsip keberlanjutan. Yuan menjawab bahwa kini banyak pabrik di Tiongkok mulai mengadopsi sistem produksi yang ramah lingkungan, termasuk pengelolaan limbah dan pengurangan emisi karbon.
Ia menambahkan bahwa jaringan pemasok bahan baku berkelanjutan tumbuh dengan cepat di China. Ini menandakan keseriusan industri di negeri tersebut untuk beradaptasi dengan tuntutan global yang lebih hijau.
Menjelang akhir acara, para pembicara menyampaikan optimisme terhadap arah industri fashion dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan. Menurut Dr. Olivia, prinsip keberlanjutan akan menjadi bagian tak terpisahkan dari desain produk dan konsumsi masyarakat.
“Desain bukan hanya tentang estetika, tapi juga tentang etika,” tegasnya. Yuan pun menambahkan, “Even small steps can lead to big impact in the future.”
Fashionology 2025: Titik Temu Gagasan Global
Fashionology 2025 bukan hanya menjadi forum diskusi ilmiah, tapi juga ajang pertemuan lintas budaya, ide, dan visi kolektif terhadap masa depan industri fashion. Talkshow ini menegaskan bahwa masa depan industri tidak lagi bisa dilepaskan dari tanggung jawab sosial dan lingkungan.
“Perubahan bukan hanya tugas para desainer dan pelaku industri, tetapi juga para pendidik, konsumen, komunitas, dan siapa pun yang percaya bahwa masa depan adalah sesuatu yang bisa dan harus kita desain bersama lebih baik, lebih etis, dan lebih lestari,” ujar Dr. Olivia menutup sesi.
Fashion Bukan Sekadar Tren, Tapi Tanggung Jawab
Dengan semangat kolaboratif yang ditampilkan dalam Fashionology 2025, Universitas Ciputra berhasil mengangkat isu-isu penting yang selama ini kurang diperbincangkan dalam ranah akademik dan industri secara menyeluruh. Talkshow ini membuktikan bahwa keberlanjutan dalam industri fashion bukan lagi cita-cita idealis semata, tetapi keharusan nyata yang harus diintegrasikan dalam setiap aspek desain, produksi, dan konsumsi.
Lewat pertemuan ini, para peserta diajak untuk melihat bahwa masa depan fashion adalah tentang keberanian untuk berinovasi, menghargai warisan budaya, dan bertindak secara sadar demi keberlangsungan lingkungan. Maka, tidak berlebihan jika acara ini menjadi langkah konkret dalam membentuk generasi baru desainer dan pelaku industri yang tak hanya kreatif, tapi juga bertanggung jawab.