Danantara

BSI Catat Laba Rp2,38 Triliun Hingga April 2025 di Tengah Isu Akuisisi oleh Danantara

BSI Catat Laba Rp2,38 Triliun Hingga April 2025 di Tengah Isu Akuisisi oleh Danantara
BSI Catat Laba Rp2,38 Triliun Hingga April 2025 di Tengah Isu Akuisisi oleh Danantara

JAKARTA — PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatatkan kinerja keuangan solid sepanjang empat bulan pertama tahun 2025. Di tengah isu strategis soal kemungkinan akuisisi oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), BSI justru menunjukkan pertumbuhan laba dan ekspansi bisnis yang berkelanjutan.

Dalam laporan keuangan per April 2025 yang dipublikasikan di situs resmi perusahaan, BSI membukukan laba bersih senilai Rp2,38 triliun, meningkat 6,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp2,23 triliun.

Pencapaian ini tidak lepas dari peningkatan pendapatan dari kegiatan utama penyaluran dana yang tercatat mencapai Rp9,39 triliun, naik signifikan dari tahun sebelumnya. Pendapatan tersebut kemudian didistribusikan dalam bentuk bagi hasil kepada pemilik dana investasi sebesar Rp2,57 triliun, menghasilkan pendapatan setelah distribusi bagi hasil atau yang biasa disebut dengan pendapatan bunga bersih sebesar Rp6,31 triliun. Angka ini tumbuh 9,4 persen secara tahunan dari sebelumnya Rp5,76 triliun.

Kinerja yang positif ini menjadi sorotan di tengah mencuatnya isu bahwa BSI akan berpisah dari induk utamanya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan beralih kepemilikan ke BPI Danantara. Meski belum dikonfirmasi secara resmi, kabar ini terus menjadi pembicaraan hangat di sektor keuangan, mengingat posisi strategis BSI sebagai bank syariah terbesar di Indonesia.

Intermediasi Meningkat Signifikan

Di sisi intermediasi, BSI mencatat pertumbuhan pembiayaan yang signifikan. Hingga April 2025, total penyaluran pembiayaan mencapai Rp286,92 triliun, tumbuh 14,3 persen dibandingkan April 2024 yang tercatat sebesar Rp250,97 triliun.

Sementara itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga menunjukkan kinerja positif. BSI berhasil menghimpun DPK senilai Rp323,9 triliun, meningkat 10,47 persen dari tahun lalu yang sebesar Rp293,24 triliun.

Pertumbuhan DPK ini mencerminkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap layanan dan stabilitas keuangan BSI yang terus terjaga. Hal ini sekaligus mengukuhkan posisi BSI sebagai salah satu pilar penting dalam pengembangan perbankan syariah nasional.

Isu Spin Off dan Akuisisi oleh Danantara

Di tengah performa yang impresif, publik dikejutkan oleh kabar kemungkinan pemisahan BSI dari Bank Mandiri dan potensi akuisisi oleh Danantara. Dalam catatan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 30 April 2025, Bank Mandiri masih tercatat sebagai pemegang saham pengendali BSI dengan kepemilikan 23,74 miliar saham atau 51,47 persen. Selain Mandiri, BNI memegang 23,24 persen saham dan BRI sebesar 15,38 persen.

Menanggapi kabar tersebut, Wisnu Sunandar, Senior Vice President Corporate Secretary BSI, menegaskan bahwa isu tersebut sepenuhnya berada di ranah pemegang saham.

“Itu ranah pemegang saham. Ya kita tunggu saja,” ujar Wisnu kepada wartawan saat ditemui di Gedung The Tower, Kantor Pusat BSI, Jakarta.

Ketika ditanya lebih lanjut terkait komunikasi antara pemegang saham dan pihak Danantara, Wisnu enggan memberikan penjelasan lebih detail.

“So far itu ranahnya pemegang saham,” katanya singkat.

Fokus pada Kinerja dan Pengembangan Ekosistem Syariah

Di tengah dinamika isu korporasi tersebut, Wisnu memastikan bahwa BSI tetap fokus pada pencapaian target bisnis yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurutnya, sejak terbentuk melalui aksi merger tiga bank syariah milik Himbara yaitu PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank BNI Syariah (BNIS) BSI mengemban mandat untuk membangun ekosistem keuangan syariah nasional secara menyeluruh.

“Ya, kita tetap on the track ya, sebagaimana amanah merger dulu. Kan kita ingin Islamic ecosystem bisa tumbuh berkembang karena kan pangsa pasarnya ada. Sementara kalau bicara supply-demand, banyak supply-nya yang kurang, salah satunya bank syariah,” jelas Wisnu.

Ia juga menekankan bahwa manajemen tidak terlalu memikirkan isu spin off yang bergulir, karena bukan menjadi kewenangan manajemen operasional.

“No comment. Itu ranah pemegang saham. Kalau ranahnya kita, kita terus memikirkan kinerja yang bagus selama ini,” pungkasnya.

Prospek dan Tantangan ke Depan

Meski menghadapi kabar strategis terkait perubahan struktur kepemilikan, BSI menunjukkan ketahanan yang kuat dalam menjalankan strategi bisnisnya. Pertumbuhan laba, pembiayaan, dan DPK yang stabil menunjukkan fundamental perusahaan yang sehat.

Namun, jika benar terjadi spin off dan akuisisi oleh Danantara, maka tantangan baru akan muncul bagi BSI, baik dari sisi tata kelola, orientasi strategis, hingga sinergi bisnis. Di sisi lain, peluang juga terbuka lebar, mengingat Danantara sebagai sovereign wealth fund berpotensi memberikan dukungan modal dan jaringan yang lebih luas untuk memperkuat ekspansi BSI di sektor keuangan syariah.

Langkah ini juga bisa dilihat sebagai strategi pemerintah dalam mendorong konsolidasi lembaga keuangan syariah nasional agar lebih kompetitif di tingkat global, serta memperkuat ketahanan ekonomi berbasis prinsip syariah.

Dengan kinerja positif hingga April 2025, BSI menunjukkan kapasitasnya sebagai bank syariah nasional yang mampu berkembang meski diterpa isu strategis. Konsistensi manajemen dalam menjaga fokus pada target bisnis menjadi modal penting bagi perusahaan untuk menghadapi setiap dinamika korporasi ke depan.

Apakah BSI akan benar-benar beralih ke tangan Danantara masih menjadi tanda tanya besar. Namun yang pasti, stabilitas dan performa yang dicapai hingga saat ini menjadi indikator kuat bahwa BSI tetap menjadi pemain utama dalam industri perbankan syariah Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index