JAKARTA - Upaya penegakan hukum atas dugaan korupsi dalam proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di Bank Rakyat Indonesia (BRI) memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mencegah 13 orang bepergian ke luar negeri sebagai bagian dari strategi penyidikan.
Langkah pencegahan ini diambil KPK demi memastikan proses hukum berjalan optimal dan tidak terganggu. "Dalam perkara ini, 13 orang telah dilakukan pencegahan ke luar negeri. Hal ini untuk memastikan agar penyidikannya dapat berjalan efektif," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Budi menjelaskan, permintaan resmi pencegahan keluar negeri tersebut diajukan KPK pada 26 Juni 2025, dan mulai berlaku sehari kemudian, 27 Juni. Meski demikian, lembaga antirasuah itu belum mengumumkan identitas maupun peran masing-masing dari 13 individu yang dicegah.
Pencegahan ini menjadi bagian dari proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan proyek pengadaan EDC di BRI dengan nilai proyek fantastis mencapai Rp2,1 triliun. Proyek ini sendiri berlangsung dalam kurun waktu 2020 hingga 2024, menjadikannya salah satu pengadaan teknologi pembayaran terbesar di lingkungan perbankan nasional dalam lima tahun terakhir.
Sejauh ini, KPK masih berhati-hati dalam menyampaikan detail penyidikan ke publik. Namun, lembaga tersebut terus menunjukkan keseriusan dalam mengusut tuntas kasus ini, termasuk melalui kegiatan penggeledahan.
Saat itu, penyidik KPK menggeledah dua lokasi strategis yang menjadi pusat operasional BRI, yakni kantor di kawasan Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta. Dari dua tempat tersebut, tim penyidik mengamankan sejumlah dokumen penting, buku tabungan, dan beberapa bukti elektronik yang diduga berkaitan langsung dengan pengadaan mesin EDC tersebut.
“Dalam kegiatan penggeledahan, KPK telah mengamankan beberapa dokumen terkait pengadaan, buku tabungan, serta beberapa bukti elektronik yang akan didalami oleh penyidik,” jelas Budi dalam keterangan lanjutan.
Tak hanya itu, sebagai bagian dari pengembangan penyidikan, satu orang saksi juga turut dimintai keterangan. Sosok yang diperiksa adalah CBH, mantan wakil direktur utama bank pelat merah tersebut. Pemeriksaan terhadap saksi ini diharapkan memberikan gambaran lebih utuh mengenai jalannya proses pengadaan, serta aliran dana yang mungkin menyimpang.
Hingga kini, KPK terus menganalisis barang bukti dan keterangan yang telah diperoleh dari proses penyelidikan dan penyidikan. Seluruh data tersebut nantinya akan disusun sebagai dasar penetapan pihak-pihak yang dinilai bertanggung jawab.
"Semua informasi yang telah diperoleh, baik dari tahap penyelidikan maupun penyidikan, akan dilengkapi. KPK nanti akan menyampaikan siapa saja yang bertanggung jawab," ujar Budi, menegaskan bahwa publik akan mendapatkan kejelasan pada waktunya.
Kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan EDC ini menyedot perhatian publik, mengingat posisi BRI sebagai salah satu bank terbesar di Tanah Air dan proyek yang menyentuh sistem pembayaran nasional. EDC atau mesin electronic data capture berperan penting dalam mendukung transaksi nontunai, terutama di era digital seperti saat ini. Maka dari itu, dugaan penyimpangan dalam proyek bernilai triliunan rupiah tersebut menimbulkan keprihatinan luas.
KPK sendiri belum mengumumkan tersangka dalam kasus ini. Namun berbagai pihak mendesak agar lembaga tersebut segera mengungkap siapa aktor utama di balik dugaan penyalahgunaan proyek pengadaan EDC. Terlebih, nilai proyek yang sangat besar serta periode pelaksanaannya yang cukup panjang menimbulkan kekhawatiran akan potensi kerugian negara yang tidak sedikit.
Pakar hukum pidana dan pengamat antikorupsi menyatakan bahwa pencegahan ke luar negeri seperti ini merupakan sinyal bahwa penyidikan telah menemukan indikasi kuat atas keterlibatan para pihak tertentu. Biasanya, tindakan tersebut digunakan untuk mengamankan keberadaan saksi maupun calon tersangka agar tetap berada dalam jangkauan hukum.
Selain itu, penggeledahan serta penyitaan dokumen dan bukti elektronik di kantor pusat BRI menjadi indikasi lain bahwa KPK tengah mengumpulkan bukti material secara serius. Bukti-bukti tersebut nantinya akan dipakai untuk memperkuat sangkaan atau dakwaan apabila proses hukum masuk ke tahap penetapan tersangka dan penuntutan di pengadilan.
Meskipun demikian, pihak BRI hingga saat ini belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait langkah hukum yang sedang berlangsung. Pihak bank pelat merah tersebut diperkirakan tengah melakukan evaluasi internal dan menyiapkan langkah antisipatif menghadapi dampak reputasional serta operasional yang mungkin timbul dari proses penyidikan ini.
Di sisi lain, publik berharap agar KPK tetap konsisten dalam menangani kasus ini secara transparan dan tanpa kompromi. Proyek pengadaan dengan nilai sangat besar semestinya menjadi prioritas pengawasan, apalagi menyangkut institusi keuangan milik negara yang memiliki peran sentral dalam perekonomian nasional.
Dengan berkembangnya penyidikan dan bertambahnya informasi yang dikumpulkan, publik tinggal menunggu siapa saja yang pada akhirnya akan dimintai pertanggungjawaban hukum. Seiring janji KPK untuk mengumumkan nama-nama pihak yang terlibat, masyarakat pun berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi pengelolaan proyek di lingkungan BUMN ke depan bahwa transparansi, akuntabilitas, dan integritas adalah hal yang tidak bisa ditawar.