Listrik

Subsidi Listrik Berisiko Membengkak, Pemerintah Siapkan Strategi Kendali

Subsidi Listrik Berisiko Membengkak, Pemerintah Siapkan Strategi Kendali
Subsidi Listrik Berisiko Membengkak, Pemerintah Siapkan Strategi Kendali

JAKARTA — Beban subsidi listrik yang ditanggung negara tahun 2025 diperkirakan akan mengalami lonjakan signifikan. Berdasarkan laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kebutuhan subsidi listrik diproyeksikan menembus angka Rp 90,32 triliun, melebihi pagu anggaran dalam APBN sebesar Rp 87,72 triliun.

Proyeksi pembengkakan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal, terutama karena faktor penyebabnya bersifat eksternal dan sulit diprediksi. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) menjadi dua penyumbang utama tekanan subsidi tersebut.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, mengungkapkan bahwa ketidakstabilan kedua indikator ekonomi tersebut menjadi tantangan utama dalam perhitungan kebutuhan subsidi listrik nasional.

"Nah ada hal yang mendasari, terutama yang kurs dan ICP ini sangat volatile yang tidak bisa kita kendalikan. Bapak-Ibu bisa melihat dari Rp 14.000 kemudian di Rp 15.000, Rp 16.000 dan seperti itu," kata Jisman dalam rapat tersebut.

Kenaikan Konsumsi Listrik Jadi Faktor Tambahan
Selain variabel makroekonomi, peningkatan konsumsi listrik oleh masyarakat juga berkontribusi terhadap membengkaknya anggaran subsidi. Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi penyerapan subsidi hingga Mei 2025 telah mencapai Rp 35 triliun. Volume penjualan listrik pun menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun.

Pada 2024, volume penjualan listrik tercatat sebesar 71 TWh. Tahun ini, angka tersebut diproyeksikan meningkat menjadi 76,63 TWh. Kenaikan tersebut dinilai sebagai indikasi perbaikan ekonomi yang mendorong permintaan terhadap pasokan listrik.

"Jadi ada penambahan penjualan, mungkin lebih baik ekonominya barangkali. Sehingga penggunaan listriknya juga bertambah,” jelas Jisman.

Peningkatan konsumsi ini, meskipun menunjukkan geliat ekonomi yang positif, juga berdampak pada naiknya total subsidi yang harus disalurkan untuk memastikan listrik tetap terjangkau bagi masyarakat lapisan bawah.

Langkah Pengendalian Subsidi Diperkuat
Menanggapi risiko melonjaknya subsidi, Kementerian ESDM telah menyiapkan serangkaian strategi pengendalian agar beban anggaran tidak semakin membesar. Pendekatan efisiensi menjadi salah satu langkah utama yang diambil pemerintah.

Langkah pertama adalah mendorong efisiensi pembangkit melalui program pemeliharaan ketat. Dengan pengelolaan operasional yang lebih baik, konsumsi bahan bakar pembangkit bisa ditekan, sehingga turut menurunkan biaya produksi listrik.

Langkah kedua adalah pengendalian harga gas untuk kebutuhan kelistrikan. Pemerintah tetap mempertahankan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 7 per MMBTU untuk PLN. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga agar biaya pokok produksi listrik tetap rendah di tengah kenaikan harga energi global.

Ketiga, Kementerian ESDM menetapkan batas atas atau ceiling price dalam pembelian listrik dari produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP). Kebijakan ini bertujuan menghindari pembengkakan harga beli tenaga listrik yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Keempat, pemerintah sedang menyusun roadmap pengurangan susut jaringan distribusi. Kehilangan listrik yang terjadi dalam proses distribusi (losses) merupakan penyebab kerugian teknis yang cukup besar, dan pemerintah ingin menekan angka ini secara bertahap agar efisiensi sistem kelistrikan meningkat.

Subsidi Tepat Sasaran, Data Pelanggan Disesuaikan
Salah satu program unggulan yang tengah dikembangkan pemerintah adalah sistem subsidi listrik yang lebih tepat sasaran. Untuk mewujudkannya, Kementerian ESDM bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) guna memadankan data pelanggan listrik bersubsidi dengan data sosial ekonomi masyarakat.

Langkah ini diharapkan bisa memperbaiki ketepatan distribusi subsidi, sehingga hanya masyarakat yang benar-benar berhak yang akan menerima bantuan tersebut. Dengan begitu, pemerintah dapat menjaga agar anggaran subsidi tidak disalurkan kepada kelompok yang mampu secara finansial.

Kebijakan ini juga menjadi bagian dari upaya memperbaiki tata kelola subsidi agar lebih berkelanjutan. Dalam jangka panjang, strategi semacam ini akan membantu menyeimbangkan kebutuhan subsidi dengan kemampuan fiskal negara, terutama di tengah ketidakpastian harga energi global.

Tantangan ke Depan
Di tengah proyeksi peningkatan kebutuhan listrik nasional dan fluktuasi ekonomi global, subsidi listrik tetap menjadi isu yang kompleks. Di satu sisi, subsidi dibutuhkan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong akses energi yang adil. Di sisi lain, pemerintah harus menjaga disiplin anggaran dan menghindari pemborosan.

Ketergantungan pada variabel eksternal seperti nilai tukar dan harga minyak menjadikan perencanaan anggaran subsidi sangat menantang. Pemerintah harus terus mengupayakan efisiensi dan inovasi dalam penyediaan energi agar beban subsidi tidak semakin berat setiap tahunnya.

Kementerian ESDM menegaskan bahwa strategi yang disiapkan tidak hanya berorientasi pada penghematan biaya, tetapi juga pada perbaikan sistem distribusi dan pengawasan penerima manfaat. Dengan pendekatan yang lebih sistematis dan berbasis data, subsidi listrik diharapkan dapat tetap berjalan secara adil dan efisien.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index