Logistik

Deregulasi Impor Digenjot, Biaya Logistik Dipangkas

Deregulasi Impor Digenjot, Biaya Logistik Dipangkas
Deregulasi Impor Digenjot, Biaya Logistik Dipangkas

JAKARTA - Langkah konkret pemerintah dalam menata ulang kebijakan impor kembali ditegaskan lewat terbitnya Permendag No 16/2025. Aturan baru ini membawa dampak signifikan terhadap efisiensi proses logistik nasional yang selama ini kerap terhambat di pelabuhan. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan dukungannya terhadap kebijakan ini, karena dinilai mampu mempercepat pengawasan serta menurunkan biaya yang selama ini membebani pelaku usaha.

Anggito menyebut kebijakan deregulasi yang digagas Kementerian Perdagangan tersebut akan menjadi salah satu instrumen penting dalam mempercepat arus barang dan meningkatkan integrasi sistem pengawasan antar-lembaga, khususnya melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. "Kami mendukung penuh langkah deregulasi yang tertuang dalam Permendag No 16/2025 yang tentu akan menindaklanjuti dengan proses pengawasan impor atas komoditas yang lebih cepat, andal, dan melakukan integrasi dengan sistem CIESA di Bea Cukai," ujar Anggito dalam konferensi pers di Jakarta.

Pernyataan tersebut menegaskan peran aktif Kementerian Keuangan dalam menyukseskan pelaksanaan kebijakan yang tidak hanya menargetkan percepatan proses teknis impor, tetapi juga peningkatan tata kelola dan transparansi.

Fokus pada Lartas dan Tarif Perlindungan

Dalam pelaksanaannya, Permendag No 16/2025 membawa dua pokok perubahan utama yang diyakini akan membawa dampak langsung ke lapangan. Pertama adalah relaksasi atas kebijakan larangan dan pembatasan (lartas) terhadap 482 kode HS (Harmonized System) yang telah dikaji dan diidentifikasi oleh Bea Cukai.

Relaksasi ini bertujuan mengurangi hambatan masuknya barang-barang tertentu yang selama ini dikenai aturan ketat. Pelonggaran ini diharapkan mampu mendorong kelancaran distribusi barang yang menjadi bagian penting dari rantai pasok industri nasional.

Kedua adalah terkait percepatan proses penetapan tarif remedial atau tarif perlindungan terhadap produk tertentu yang selama ini membutuhkan waktu hingga 40 hari. Dengan kebijakan baru, waktu proses tersebut akan dipangkas secara drastis menjadi hanya 14 hari.

Kedua langkah ini dipandang strategis karena menyentuh langsung dua titik krusial dalam rantai logistik nasional: regulasi impor dan perlindungan produk dalam negeri.

Penguatan Sistem Pengawasan di Pelabuhan

Lebih lanjut, Anggito menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan melalui Ditjen Bea dan Cukai akan memaksimalkan perannya dalam mengawal kelancaran bisnis logistik, terutama di area pelabuhan yang kerap menjadi titik kemacetan distribusi barang. "Kemenkeu tentu dalam hal ini Ditjen Bea Cukai akan memastikan proses kelancaran, proses bisnis dan bongkar muat di pelabuhan. Langkah ini penting untuk mencegah terjadinya penundaan, penumpukan, dan biaya tinggi akibat proses yang mungkin tidak dapat dilanjutkan," ujarnya.

Dengan sistem yang makin terintegrasi, seperti penerapan sistem Customs-Excise Information System and Automation (CIESA), diharapkan proses monitoring dan pengendalian barang impor akan lebih efisien serta mengurangi celah penyalahgunaan.

Menjawab Tantangan Biaya Tinggi Logistik

Selama ini, biaya logistik nasional menjadi salah satu momok yang menurunkan daya saing industri dalam negeri. Tingginya ongkos distribusi barang dari dan ke pelabuhan, serta lamanya proses clearance, kerap menjadi keluhan utama pelaku usaha.

Kebijakan deregulasi ini memberikan harapan bahwa biaya logistik yang tinggi bisa ditekan secara signifikan, melalui penyederhanaan prosedur, percepatan layanan, serta sistem pengawasan berbasis teknologi yang terintegrasi antarlembaga.

Langkah ini juga menjadi bagian dari upaya lebih besar pemerintah untuk mendorong efisiensi di sektor perdagangan dan perindustrian, sekaligus menjamin kelancaran arus barang di tengah situasi global yang makin kompetitif.

Sinkronisasi Antarinstansi Jadi Kunci

Penerapan Permendag No 16/2025 membutuhkan kerja sama erat antarinstansi, khususnya antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan instansi teknis lainnya. Sistem pengawasan yang andal tak cukup hanya dengan aturan, tetapi juga butuh dukungan kapasitas teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni.

CIESA, sebagai tulang punggung sistem pengawasan di Ditjen Bea Cukai, disebut akan memainkan peran vital dalam mengintegrasikan data, memonitor pergerakan barang secara real-time, serta mempercepat proses pemeriksaan yang selama ini memakan waktu dan biaya. "Kami percaya integrasi sistem seperti CIESA akan memperkuat pengendalian dan mempermudah pelaksanaan di lapangan. Ini bagian dari modernisasi kepabeanan yang selama ini terus kami dorong," ujar Anggito.

Efek Positif bagi Pelaku Usaha

Bagi pelaku usaha, terobosan ini tentu menjadi angin segar. Selain memangkas biaya logistik, proses perizinan dan pengawasan yang lebih cepat akan mendorong efisiensi operasional dan mempercepat perputaran barang.

Langkah ini juga diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kompetitif, khususnya dalam menghadapi tekanan global dan dinamika perdagangan internasional yang semakin kompleks.

Dengan sistem logistik yang lebih efisien, pelaku usaha nasional bisa lebih fokus dalam mengembangkan produk dan memperluas pasar, alih-alih berkutat pada prosedur administrasi yang rumit dan memakan waktu.

Kebijakan baru yang tertuang dalam Permendag No 16/2025 menandai satu langkah maju dalam reformasi sistem logistik nasional. Dengan dukungan penuh dari Kementerian Keuangan, khususnya Ditjen Bea dan Cukai, regulasi ini menjadi bagian penting dari upaya pemerintah menurunkan biaya logistik, mempercepat pengawasan impor, dan meningkatkan efisiensi bisnis nasional.

Jika diterapkan secara konsisten, bukan tak mungkin Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain dalam hal kemudahan logistik dan daya saing industri.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index