JAKARTA - Industri nikel Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah mengalami tekanan dalam beberapa bulan terakhir. Meski harga bijih nikel masih cenderung datar, geliat positif muncul dari sektor hilir yang mengalami penguatan harga secara konsisten. Kondisi ini menumbuhkan harapan bahwa industri nikel nasional dapat segera keluar dari tekanan dan menatap semester kedua 2025 dengan lebih optimistis.
Data terbaru dari Indonesia Nickel Price Index (INPI) yang dirilis oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) pada Senin, 7 Juli 2025, mencerminkan adanya konsolidasi pasar. Produk turunan nikel seperti High-Grade Nickel Matte dan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) mencatatkan kenaikan harga, menandai awal dari potensi stabilisasi industri nikel secara menyeluruh.
Di sisi hulu, harga bijih nikel kadar 1,2% dengan skema Cost, Insurance, and Freight (CIF) bertahan di kisaran US$24–26 per metrik ton (mt), dengan rata-rata US$25/mt. Angka ini tidak berubah dari minggu sebelumnya, mencerminkan bahwa tekanan dari sisi permintaan dan pasokan mulai berkurang.
Namun demikian, tidak semua segmen mencatatkan penguatan. Bijih nikel berkadar tinggi (1,6% CIF) justru mengalami penurunan harga tipis, dari US$52,9 menjadi US$52,4 per mt. Penurunan ini menjadi indikasi bahwa permintaan dari sektor smelter masih belum pulih sepenuhnya. Pengolahan nikel tampaknya masih dalam fase konservatif, menyesuaikan kapasitas serap bahan baku dengan kondisi pasar global yang belum stabil.
Hal serupa juga terjadi pada Nickel Pig Iron (NPI). Dalam skema Free On Board (FOB), harga NPI turun tipis dari US$111,1 menjadi US$110,9 per mt. Meski hanya sebesar US$0,2, tren penurunan ini melanjutkan koreksi dari minggu sebelumnya yang lebih tajam, yaitu sebesar US$1,2. Lemahnya permintaan dari industri baja nirkarat—pengguna utama NPI—masih menjadi tekanan utama yang membatasi potensi pemulihan harga.
Di tengah tekanan tersebut, sinyal positif datang dari segmen hilir. Produk High-Grade Nickel Matte mencatatkan penguatan harga sebesar US$15/mt. Meski rata-rata harga masih berada di kisaran US$13.141/mt, peningkatan pada batas harga bawah menunjukkan sentimen pasar yang mulai membaik. Bahkan, pekan sebelumnya, produk ini sempat mencatat lonjakan hingga US$46/mt, menandakan volatilitas yang mulai mengarah pada tren positif.
Tak kalah penting, Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) juga menunjukkan tren serupa. Harga MHP (FOB) meningkat dari US$12.442 menjadi US$12.512 per mt, atau naik sebesar US$4/mt. Kenaikan dua pekan berturut-turut ini memberikan sinyal bahwa permintaan dari pasar global, terutama untuk kendaraan listrik, mulai pulih.
Faktor utama yang mendorong kenaikan harga MHP adalah meningkatnya permintaan dari sektor kendaraan listrik di kawasan Asia Timur, khususnya Tiongkok. Negara-negara di kawasan ini sedang mempercepat transisi energi bersih, di mana MHP menjadi bahan baku penting untuk baterai kendaraan listrik. Momentum ini tentu menjadi peluang besar bagi industri hilir nikel Indonesia yang selama ini berperan strategis dalam rantai pasok global.
Stabilnya harga bijih nikel dan menguatnya produk hilir membuat pelaku industri kini berada pada posisi yang relatif aman. Konsolidasi pasar pekan ini dinilai sebagai momen penting setelah sebelumnya dilanda tekanan harga cukup tajam.
Meski arah tren sudah mengindikasikan perbaikan, pelaku usaha masih dihadapkan pada sejumlah tantangan eksternal. Fluktuasi kebijakan perdagangan, tarif ekspor-impor, serta isu geopolitik global menjadi faktor yang harus terus dipantau. Semester kedua 2025 diperkirakan akan menjadi periode penentu dalam memetakan arah industri nikel, apakah akan berlanjut menuju pemulihan atau justru stagnan.
Di tengah tantangan tersebut, strategi hilirisasi yang terus digencarkan oleh pemerintah dan asosiasi industri menjadi andalan dalam memperkuat daya saing nikel nasional. Dengan mengedepankan nilai tambah melalui produk hilir seperti MHP dan Nickel Matte, Indonesia memiliki peluang besar memperkuat posisinya di pasar ekspor global.
Penguatan di sektor hilir juga dinilai mampu mendorong penciptaan ekosistem industri yang lebih berkelanjutan. Selain memberi nilai tambah pada komoditas, hilirisasi membuka peluang penciptaan lapangan kerja, transfer teknologi, hingga peningkatan pendapatan negara dari sektor ekspor nonmigas.
Secara umum, perkembangan harga nikel saat ini menggambarkan bahwa pasar tengah berada dalam fase penyesuaian. Meskipun belum sepenuhnya pulih, tren perbaikan di segmen hilir menjadi sinyal positif yang patut diperhatikan. Hal ini menunjukkan bahwa industri nikel masih memiliki potensi besar untuk tumbuh di tengah tantangan global, asalkan pelaku industri tetap adaptif dalam menghadapi dinamika pasar.
Langkah ke depan bagi para pelaku industri nikel adalah menjaga momentum ini. Perlu adanya strategi manajemen risiko yang kuat, peningkatan efisiensi produksi, serta kerja sama erat antara swasta dan pemerintah dalam mendorong ekspansi pasar hilir. Dengan demikian, peluang untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi dan ekspor nikel dunia bisa terwujud secara lebih konkret.
Bagi investor dan pemangku kepentingan, sinyal perbaikan harga produk hilir juga bisa menjadi indikator penting untuk mempertimbangkan ekspansi atau investasi baru di sektor nikel. Kestabilan harga dan permintaan yang mulai meningkat menunjukkan bahwa ekosistem industri ini sedang bergerak menuju pemulihan berkelanjutan.
Dengan tren yang mulai membaik, kini harapan terbuka lebar bahwa industri nikel Indonesia akan mampu menjawab tantangan global dan memanfaatkan peluang dalam era transisi energi dunia.