BBM

BBM Sulit Diakses Kapal Barang di Tengkayu

BBM Sulit Diakses Kapal Barang di Tengkayu
BBM Sulit Diakses Kapal Barang di Tengkayu

JAKARTA - Distribusi barang kebutuhan pokok ke wilayah pedalaman Kalimantan Utara menghadapi hambatan serius akibat kesulitan pengisian BBM subsidi jenis solar yang dialami kapal-kapal pengangkut. Pelabuhan Tengkayu Satu di Tarakan yang selama ini menjadi jalur utama, justru belum bisa difungsikan sepenuhnya karena persoalan perizinan distribusi bahan bakar.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Pengusaha Pelayaran Rakyat (DPC Pelra) Tarakan, Nanrang, menuturkan bahwa kendala tersebut belum terselesaikan meskipun komunikasi telah dijalin dengan berbagai pihak, termasuk Pertamina dan instansi terkait.

“Sebenarnya kalau dari Pertamina sudah tidak ada persoalan, tetapi yang menjadi kendala saat ini adalah perijinan distribusi melalui Pelabuhan Tengkayu Satu. Kita juga sudah pernah melakukan pertemuan bersama dengan UPTD Pelabuhan Tengkayu I, dengan Dinas Perhubungan, namun belum ada titik temu,” ujarnya.

Permasalahan ini tidak sekadar menyulitkan pengusaha kapal, melainkan berimbas langsung terhadap masyarakat di daerah terpencil seperti Kabupaten Bulungan, Malinau, dan Nunukan. Kapal-kapal tersebut rutin mengangkut sembako ke daerah-daerah tersebut dan sangat bergantung pada ketersediaan solar bersubsidi untuk menekan biaya operasional.

“Muatan yang kita angkut ini adalah sembako, kalau kita menggunakan solar subsidi tentu saja biaya akut juga akan lebih murah, sehingga masyarakat yang ada di pedalaman juga mendapatkan harga sembako tidak terlalu mahal juga,” ucap Nanrang.

Ia menyebut bahwa sempat dibahas alternatif menggunakan Pelabuhan Tengkayu II atau pelabuhan perikanan di Jalan Gajah Mada, namun belum ada tindak lanjut hingga kini. Tanpa solusi konkret, pelayaran rakyat akan terus bergantung pada sumber solar subsidi tidak resmi yang harganya fluktuatif dan pasokannya tidak menentu.

“Selama ini kita dapat solar subsidi dari masyarakat, bukan jalur resmi. Harga juga bervariasi, dan kadang kita tidak dapat sama sekali. Kalau pakai BBM non subsidi, biayanya tinggi sekali, tidak sebanding dengan ongkos pengiriman yang kita terima,” katanya.

Kondisi ini turut memperburuk stabilitas harga kebutuhan pokok di daerah yang dilayani kapal-kapal tersebut. Ketika ongkos logistik naik karena harga solar tinggi, maka secara langsung harga barang juga ikut terdongkrak.

“Kalau biaya transportasi tinggi, otomatis harga-harga kebutuhan pokok yang ada di pedalaman juga naik. Bahkan jika tidak ada upaya pencarian solusi, tentu saja akan terjadi inflasi,” tegasnya lagi.

DPC Pelra Tarakan mencatat ada 17 kapal dengan kapasitas dan ukuran berbeda yang aktif beroperasi. Kebutuhan solar subsidi untuk armada ini rata-rata mencapai 35 ton per bulan. Jika dikalkulasi secara luas, sekitar 80 kapal pengangkut barang di wilayah Kalimantan Utara memerlukan dukungan distribusi BBM yang stabil dan resmi.

Padahal dari sisi tarif pengiriman, biaya yang dikenakan oleh pengusaha kapal relatif murah. Untuk pengiriman beras, tarifnya hanya Rp5 ribu per karung, minyak goreng Rp4 ribu per dos, dan mie instan Rp2 ribu per dos. Namun jika terjadi kerusakan barang, tanggung jawab penuh tetap berada di pihak kapal.

“Walaupun tarifnya murah, tetapi kalau ada kerusakan, asuransinya 100 persen atau jika ada barang yang rusak maka kapal akan menggantinya,” jelas Nanrang.

Hal ini memperlihatkan bahwa margin keuntungan pengusaha pelayaran sangat tipis. Mereka tidak memiliki ruang fleksibilitas keuangan untuk menutupi biaya bahan bakar yang lebih tinggi dari semestinya.

Nanrang berharap Pemprov Kalimantan Utara dapat segera mengambil kebijakan strategis guna mempermudah perizinan distribusi solar subsidi di Pelabuhan Tengkayu I. Apabila tidak memungkinkan, solusi alternatif harus segera disiapkan agar kelangsungan distribusi logistik ke wilayah terpencil tetap terjaga.

“Diharapkan ada kebijakan dari Pemprov Kaltara, terkait perizinan distribusi solar subsidi melalui Pelabuhan Tengkayu I, kalaupun tidak bisa dapat dicarikan solusi bagi pengusaha angkutan barang ini. Karena nantinya bukan hanya pengusaha kapal yang akan kena dampaknya, tetapi juga masyarakat yang ada di daerah-daerah,” katanya.

Menurutnya, kapal-kapal barang tidak bisa mengisi BBM di APMS (Agen Premium Minyak dan Solar) karena sistem distribusinya tidak diperuntukkan bagi jenis pelayaran niaga seperti mereka. Di sisi lain, di Tarakan juga tidak tersedia SPBU khusus untuk kapal barang.

“Kita juga tidak bisa mengisi di APMS, disisi lain di Tarakan ini tidak ada SPBU khusus kapal barang. Sedangkan untuk SPBN itukan di peruntukan bagi nelayan, sehingga kita tidak bisa mengisi disitu,” pungkasnya.

Dengan belum adanya kejelasan dari pihak berwenang, kelangsungan distribusi logistik ke kawasan pedalaman Kaltara kini berada dalam tekanan. Pelaku usaha menanti langkah konkret pemerintah untuk membuka jalan keluar dari krisis BBM subsidi yang semakin menyulitkan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index