JAKARTA - Langkah nyata dalam menghadirkan energi bersih dan berkelanjutan kembali ditunjukkan oleh BUMN Indonesia melalui Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), yang menjajaki kerja sama strategis dengan Rosatom, BUMN energi nuklir milik Rusia. Pertemuan yang berlangsung di kantor Pertamina NRE, Grha Pertamina, Jakarta Pusat, menandai awal dari upaya konkret dalam mempersiapkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting dari kedua belah pihak. Dari Pertamina NRE hadir CEO John Anis, Director Project & Operations Norman Ginting, VP Business Development Andree Harahap, Manager BD Renewable Energy Adrisman Tahar, serta Asisten CEO Pratama. Sementara dari Rosatom hadir Mrs. Anna Belokoneva selaku Head of Representative Office Rosatom in Indonesia, bersama konsultan bisnis internasional Ismeth Wibowo dan para mitra seperti Achmad Balya dan Derina.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur Utama Pertamina NRE, John Anis, menyampaikan komitmen pihaknya untuk selalu menjadi bagian dari transformasi energi di Indonesia. Ia menegaskan bahwa Pertamina NRE sangat terbuka untuk menjajaki pengembangan PLTN sebagai bagian dari solusi energi masa depan.
“Pertamina NRE ingin selalu berkontribusi sebagai salah satu perusahaan energi di Indonesia yang bergerak di bidang energi baru dan terbarukan,” ujar John Anis.
John juga menyatakan bahwa Pertamina NRE tengah mempersiapkan kajian komprehensif mengenai energi nuklir. Kajian ini mencakup berbagai aspek penting, mulai dari pemilihan teknologi, lokasi pengembangan PLTN, hingga sumber energi yang digunakan. Langkah tersebut menjadi bagian dari proses due diligence sebelum masuk ke tahap implementasi konkret.
Dari pihak Rosatom, Mrs. Anna Belokoneva menyambut baik niat kerja sama ini. Menurutnya, Rusia sebagai negara yang telah lama mengembangkan energi nuklir, siap membagikan pengalamannya untuk mendukung Indonesia.
“Rusia menjadi salah satu negara terbesar yang mengembangkan energi nuklir. Rosatom terbuka untuk kerja sama dengan Pertamina NRE di bidang nuklir,” ujarnya.
Salah satu opsi yang menarik perhatian dalam diskusi tersebut adalah pembangunan PLTN terapung. Teknologi ini menawarkan solusi yang fleksibel dan adaptif, khususnya bagi negara kepulauan seperti Indonesia, yang memiliki tantangan geografis dalam hal pemerataan listrik.
Sejalan dengan wacana tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM telah menetapkan target operasional PLTN pertama di Indonesia pada tahun 2034. Hal ini tercantum dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2025–2034.
Rosatom sendiri memiliki rekam jejak internasional yang kuat dalam proyek-proyek nuklir. Ismeth Wibowo menjelaskan bahwa proyek-proyek luar negeri Rosatom tersebar di berbagai negara seperti Hungaria, China, Turki, Mesir, India, Bangladesh, dan Uzbekistan.
“Rosatom menawarkan solusi energi nuklir di Indonesia antara lain berupa large scale NPP (nuclear power plant), land-based SMR NPP (small modular reactor), dan Floating Power Unit (FPU),” jelasnya.
Tak hanya Pertamina NRE, Rosatom juga telah menjalin komunikasi dengan sejumlah lembaga penting di Indonesia, antara lain BRIN, Kementerian ESDM, PLN, BAPETEN, dan Dewan Energi Nasional (DEN). Ini menandakan adanya koordinasi lintas instansi untuk memastikan bahwa pengembangan energi nuklir di Indonesia dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan memenuhi regulasi.
Sementara itu, dari sisi parlemen, dukungan terhadap pemanfaatan teknologi nuklir juga datang dari Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno. Dalam kunjungannya ke St. Petersburg, Rusia, untuk mengikuti Kongres Ekologi Internasional Nevsky XI, Eddy bertemu dengan First Deputy CEO Rosatom, Kirill Komarov.
Eddy menilai bahwa teknologi nuklir, khususnya yang bersifat modular dan terapung, sangat relevan bagi Indonesia. Ia menyebut teknologi tersebut mampu menjawab tantangan geografis negara kepulauan yang selama ini sulit dijangkau jaringan listrik nasional.
"Teknologi nuklir modular terapung menawarkan solusi yang menyeluruh bagi negara kepulauan yang luas seperti Indonesia," kata Eddy dalam keterangannya.
Menurut Eddy, teknologi ini sangat cocok untuk wilayah terluar dan tertinggal, karena memiliki mobilitas tinggi dan standar keamanan yang tinggi. Lebih jauh, ia memproyeksikan bahwa dalam 8 hingga 10 tahun ke depan, kebutuhan terhadap energi nuklir akan meningkat tajam. Hal ini disebabkan oleh semakin terbatasnya potensi energi baru dan terbarukan di Pulau Jawa yang saat ini menjadi pusat konsumsi energi nasional.
“Energi nuklir bisa menjadi solusi bersih dan handal yang bisa dimanfaatkan 24 jam, tanpa tergantung pada kondisi cuaca atau waktu,” tambah Eddy yang juga merupakan Wakil Ketua Umum PAN.
Kerja sama ini diharapkan dapat menjadi salah satu tonggak dalam transformasi energi Indonesia. Dengan menggandeng mitra internasional yang memiliki pengalaman dan teknologi terdepan, BUMN Indonesia menunjukkan kesiapannya untuk menjajaki energi masa depan secara cermat dan strategis.
Melalui pendekatan inklusif, kajian yang matang, dan dukungan kebijakan yang solid, kolaborasi antara Pertamina NRE dan Rosatom dapat menjadi langkah positif menuju ketahanan energi nasional yang berkelanjutan. Lebih dari itu, inisiatif ini mencerminkan komitmen kuat BUMN Indonesia dalam menjawab tantangan energi global dengan solusi inovatif dan bertanggung jawab.