JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mendorong pendekatan baru dalam pengelolaan kepesertaan BPJS Kesehatan, khususnya bagi peserta yang saat ini berstatus non-aktif. Usulan ini ditujukan untuk menciptakan sistem kesehatan nasional yang lebih inklusif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu opsi yang tengah dikaji adalah pemberian skema amnesti bagi peserta BPJS Kesehatan yang tidak aktif. Langkah ini dinilai sebagai solusi strategis guna mengurai permasalahan tunggakan iuran yang selama ini menjadi hambatan dalam keberlanjutan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Amnesti atau pengampunan tersebut memungkinkan peserta yang telah lama non-aktif untuk mengaktifkan kembali keanggotaannya tanpa harus melunasi seluruh tunggakan iuran masa lalu. Pendekatan ini diyakini akan memberikan dampak positif, baik bagi keberlanjutan dana jaminan sosial maupun peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat luas.
“Kalau di pajak itu ada yang dinamakan tax amnesty (pengampunan pajak). Jadi, kami daripada tidak ada (iuran) yang masuk, dikasih lah amnesti,” ujar Direktur Harmonisasi Peraturan Anggaran Kementerian Keuangan, Didiek Kusnaini, saat menyampaikan gagasan tersebut dalam sebuah seminar nasional mengenai layanan kesehatan.
Ia mencontohkan bagaimana dalam sektor perpajakan, pendekatan amnesti berhasil mendorong partisipasi wajib pajak yang sebelumnya tidak aktif. Hal serupa menurutnya bisa diadopsi dalam sistem jaminan kesehatan nasional.
Dengan pengampunan ini, peserta BPJS Kesehatan yang sudah lama non-aktif tidak perlu melunasi seluruh iuran yang tertunggak. Sebagai gantinya, mereka diberi kemudahan untuk menyepakati nominal yang mampu dibayarkan agar status kepesertaan bisa diaktifkan kembali.
“Sudah, ‘oke, kamu sanggupnya bayar berapa?’, tapi diampuni gitu membayarnya, sudah jadi peserta. Itu (setelah diberi amnesti) mengaktifkan semuanya tadi. Kalau boleh kita diskusikan nanti gagasan ini,” tambah Didiek, menyampaikan keinginannya agar gagasan tersebut bisa ditindaklanjuti secara lebih serius melalui kajian lintas sektor.
Namun begitu, Didiek juga menegaskan bahwa untuk menerapkan amnesti dalam kepesertaan BPJS Kesehatan, perlu dilakukan peninjauan yang menyeluruh. Kajian diperlukan agar kebijakan ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap Dana Jaminan Sosial (DJS) dan tetap selaras dengan prinsip keuangan berkelanjutan.
“Karena tinjauannya satu memang dari teknokrasi tadi, aktuarianya bagaimana? Dari regulasi memungkinkan atau nggak?” tuturnya.
Penerapan skema ini tentu harus mempertimbangkan aspek aktuaria, legalitas, dan ketahanan sistem jaminan sosial. Tetapi jika diterapkan dengan hati-hati, kebijakan ini diyakini akan memperluas cakupan kepesertaan dan menekan angka peserta non-aktif.
Lebih lanjut, penguatan sistem jaminan kesehatan juga disampaikan oleh Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono. Ia menyoroti perlunya peningkatan penetrasi asuransi kesehatan, baik dalam skema JKN maupun swasta, untuk menjawab tantangan pembiayaan kesehatan yang terus meningkat.
Menurutnya, porsi pembiayaan kesehatan oleh masyarakat secara langsung atau dikenal dengan istilah out of pocket masih cukup besar. Angka ini bahkan mencapai 28,6 persen dari total pengeluaran kesehatan nasional. Hal ini menunjukkan masih banyak masyarakat yang menanggung sendiri biaya berobat tanpa dukungan perlindungan asuransi.
Dante menjelaskan bahwa kondisi ini harus segera diatasi melalui edukasi dan perluasan cakupan asuransi. “Kalau kita ingin melakukan efisiensi pembiayaan kesehatan, maka asuransinya harus lebih besar di masa yang akan datang,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa peran asuransi sangat penting dalam menekan beban keuangan yang ditanggung langsung oleh masyarakat. Edukasi mengenai pentingnya perlindungan kesehatan melalui sistem jaminan sosial dan asuransi swasta menjadi langkah krusial.
“Untuk melakukan sosialisasi bahwa bagaimana pentingnya pembiayaan kesehatan melalui asuransi ini, nantinya ke depan akan menekan out of pocket yang selama ini membuat pembiayaan kesehatan makin lama makin besar,” tuturnya.
Usulan amnesti kepesertaan BPJS Kesehatan, jika direalisasikan, akan menjadi bagian dari transformasi layanan kesehatan yang menyeluruh. Langkah ini bukan hanya menyelesaikan persoalan tunggakan, tapi juga membuka kembali akses layanan kesehatan bagi jutaan masyarakat yang selama ini tidak aktif karena kendala administratif atau finansial.
Dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis pada kemanfaatan sosial, kebijakan ini diharapkan bisa meningkatkan solidaritas nasional dalam pembiayaan kesehatan serta menjamin pelayanan yang merata, berkualitas, dan berkelanjutan.
Langkah kolaboratif antara Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan menjadi kunci dalam memastikan agar sistem JKN dapat terus berkembang, menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, serta menjadi instrumen keuangan sosial yang kokoh.