JAKARTA - Langkah investasi melalui inisiatif Danantara yang digagas Kementerian BUMN membuka peluang baru bagi emiten energi baru dan terbarukan (EBT) di pasar modal. Sejumlah analis menilai bahwa inisiatif tersebut berpotensi menciptakan cuan atau keuntungan signifikan bagi beberapa perusahaan yang selama ini aktif di sektor EBT. Emiten-emiten seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), hingga PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) menjadi sorotan utama sebagai calon penerima manfaat dari kebijakan ini.
Analis dari PT Kanaka Hita Solvera, Kiswoyo Adi Joe, menilai bahwa Danantara merupakan skema yang menarik bagi investor karena menawarkan model berbasis pasar karbon dengan pendekatan digital. Menurutnya, perusahaan yang sudah memiliki jejak karbon rendah akan menjadi pihak paling diuntungkan dari sistem tersebut. Emiten-emiten EBT seperti BREN, PGEO, dan TOBA sudah selangkah lebih maju karena operasional mereka memang bergerak di sektor yang minim emisi karbon.
"Yang bisa cuan dari Danantara adalah perusahaan yang sudah punya karbon rendah. BREN, PGEO, TOBA, mereka yang bakal diuntungkan," ujar Kiswoyo.
Danantara sendiri merupakan inisiatif PT Danantara Energi Indonesia, yang berada di bawah naungan PT Energi Negeri Mandiri, perusahaan milik negara. Perusahaan ini didirikan atas prakarsa Kementerian BUMN, dengan tujuan memfasilitasi perdagangan karbon dan mendukung transformasi hijau di sektor korporasi nasional. Peran Danantara adalah sebagai penyedia infrastruktur teknologi yang memungkinkan digitalisasi sertifikasi karbon serta perdagangan karbon secara domestik.
Keunikan Danantara terletak pada pemanfaatan teknologi blockchain dan integrasi digital yang memungkinkan transparansi serta efisiensi dalam setiap transaksi karbon. Skema ini mendorong korporasi untuk secara aktif mengurangi emisi karbon mereka dan mendapatkan insentif dari upaya tersebut melalui mekanisme pasar.
Menurut Kiswoyo, peluang terbesar dari Danantara terletak pada potensi kolaborasi antara emiten yang memiliki kemampuan mengelola energi hijau dan perusahaan lain yang membutuhkan offset karbon. Dengan kata lain, emiten seperti BREN, PGEO, dan TOBA dapat memperoleh pendapatan tambahan dengan menjual sertifikat karbon kepada perusahaan yang memiliki jejak emisi lebih tinggi.
Selain itu, ekosistem perdagangan karbon yang sedang dibangun ini menciptakan peluang baru bagi investor ritel maupun institusi untuk ikut serta dalam ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan. Investor kini memiliki opsi untuk berkontribusi dalam transisi energi sambil tetap memperoleh potensi keuntungan dari portofolio investasinya.
Kepala Riset PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Hariyanto Wijaya, turut menyampaikan pandangannya terkait dampak Danantara terhadap emiten di sektor energi terbarukan. Ia menilai, perusahaan-perusahaan yang secara konsisten mengembangkan energi ramah lingkungan memiliki posisi strategis dalam menarik perhatian investor global yang semakin peduli terhadap aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).
“Emiten seperti PGEO atau BREN yang konsisten dalam ekspansi energi terbarukan sangat mungkin mendapatkan sentimen positif, terutama dari investor luar yang kini makin ESG minded,” ujar Hariyanto.
Perlu diketahui, PGEO merupakan anak usaha dari Pertamina yang fokus pada pengembangan energi panas bumi. Sementara BREN, sebagai bagian dari Barito Pacific Group, telah banyak mengembangkan proyek energi terbarukan dan dikenal memiliki komitmen kuat terhadap keberlanjutan lingkungan.
TOBA juga tak ketinggalan. Meski dulunya dikenal sebagai perusahaan tambang batubara, kini perusahaan ini tengah serius bertransformasi ke sektor energi terbarukan. Langkah ini dinilai sebagai bentuk adaptasi yang strategis sekaligus menciptakan peluang baru di tengah tren global menuju energi bersih.
Di sisi lain, Danantara memberikan dorongan besar bagi pemerintah dalam mencapai target net zero emission. Skema yang terintegrasi secara digital dan berbasis pasar memberikan fleksibilitas dan akuntabilitas tinggi dalam pelaporan serta verifikasi pengurangan emisi.
Melalui Danantara, Indonesia berupaya menempatkan diri sebagai pemain aktif dalam agenda global penanggulangan perubahan iklim. Kehadiran lembaga ini juga menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah serius dalam menciptakan ekosistem investasi berkelanjutan yang berbasis pada nilai-nilai ESG dan teknologi.
Sementara itu, Kementerian BUMN telah menegaskan bahwa inisiatif ini juga akan menguntungkan sektor swasta, bukan hanya BUMN. Harapannya, Danantara bisa menjadi pemicu kolaborasi yang lebih luas antar pelaku usaha nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia.
“Dengan pendekatan yang kolaboratif dan inklusif, kami percaya Danantara bisa menjadi bagian penting dalam transformasi ekonomi hijau nasional,” jelas seorang pejabat dari kementerian yang tak disebutkan namanya.
Bagi investor pasar modal, informasi ini menjadi sinyal positif terhadap emiten yang telah menunjukkan komitmen pada keberlanjutan dan pengurangan emisi. Kombinasi antara kebijakan pemerintah, dorongan teknologi, serta kesadaran pasar terhadap ESG menjadi katalis pertumbuhan baru bagi saham-saham EBT.
Dengan prospek ini, saham-saham EBT tidak hanya dinilai dari sisi fundamental, tetapi juga dari kontribusinya terhadap keberlanjutan. Danantara, dalam hal ini, bukan sekadar platform digital, melainkan ekosistem yang membuka peluang baru bagi semua pihak yang ingin berperan dalam ekonomi rendah karbon.
Dengan semakin jelasnya arah kebijakan pemerintah dan antusiasme pasar terhadap inisiatif hijau, bukan tidak mungkin Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam memadukan kebijakan publik, inovasi teknologi, dan insentif pasar demi keberlanjutan bersama. Emiten seperti BREN, PGEO, dan TOBA hanya sebagian kecil dari cerita panjang transformasi ini.