Minyak

Minyak Naik, Strategi Kuota BBM Disiapkan

Minyak Naik, Strategi Kuota BBM Disiapkan
Minyak Naik, Strategi Kuota BBM Disiapkan

JAKARTA – Pemerintah terus menyusun langkah antisipatif menghadapi dinamika pasar minyak mentah dunia yang saat ini menunjukkan tren kenaikan harga. Lonjakan harga minyak yang menembus level US$ 85 per barel bukan hanya menjadi tantangan, tetapi juga mendorong pemerintah memperkuat strategi kebijakan energi nasional, termasuk dalam hal penambahan kuota BBM subsidi.

Menurut pengamat perminyakan nasional, Kurtubi, perubahan harga minyak mentah membawa dampak ganda bagi Indonesia. Di satu sisi, kenaikan harga memberikan peluang peningkatan pendapatan dari sektor migas. Namun, di sisi lain, kebutuhan subsidi pun berpotensi meningkat. “Kalau harga naik, pendapatan di sektor migas dapat naik, tapi subsidi yang dikucurkan pemerintah juga akan semakin besar,” ujar Kurtubi.

Pemerintah saat ini memang tengah berupaya menambah kuota BBM subsidi, mengingat cadangan yang tersedia hingga akhir tahun semakin menipis. Data mencatat, untuk premium hanya tersisa sekitar 2,5 juta kiloliter, sementara solar hanya sekitar 500 ribu kiloliter.

Langkah ini mencerminkan respons pemerintah dalam menjaga ketersediaan energi bagi masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah yang bergantung pada BBM subsidi. Pemerintah melalui BPH Migas dan Pertamina aktif melakukan komunikasi dengan DPR RI, guna mendapatkan persetujuan terhadap penambahan kuota tersebut.

Dalam APBN-P, kuota BBM subsidi awalnya ditetapkan sebesar 36,5 juta kiloliter. Namun dengan melihat tren konsumsi dan harga minyak mentah yang terus bergerak naik, pemerintah mengajukan tambahan sebesar 2 juta kiloliter agar totalnya menjadi 38,5 juta kiloliter.

Langkah proaktif ini juga mendapatkan sinyal positif dari DPR. Dalam rapat penetapan asumsi makro bersama Kementerian Energi dan Komisi VII DPR RI pada September lalu, mayoritas anggota dewan memberikan lampu hijau atas rencana tersebut, dengan catatan ICP (Indonesian Crude Price) tetap berada di kisaran US$ 80 per barel.

Perlu dicatat, rata-rata ICP memang menunjukkan kenaikan. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM melaporkan bahwa ICP telah mencapai US$ 82,26 per barel, meningkat dibanding bulan sebelumnya yang hanya US$ 76,76 per barel.

Manfaat Ganda dari Kenaikan Harga

Meski menantang, kondisi ini tetap dapat dimanfaatkan secara optimal. Kurtubi menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak mentah bisa menjadi peluang apabila produksi minyak nasional meningkat secara paralel. Dengan begitu, pendapatan negara dari migas bisa digunakan untuk mengompensasi subsidi. “Sejatinya, besaran subsidi tidak akan menjadi masalah apabila produksi Indonesia juga meningkat seiring dengan perkembangan harga. Sehingga subsidi bisa ditutup dari pendapatan yang meningkat,” ujarnya.

Namun, tantangan produksi masih perlu diperhatikan. Dari target dalam APBN-P sebesar 965 ribu barel per hari, produksi aktual masih berada pada kisaran 950 ribu barel per hari. Meski selisihnya tidak jauh, hal ini tetap berdampak pada penerimaan negara secara keseluruhan. “Ini sudah pasti sasaran produksi APBN tak bisa tercapai, sehingga penerimaan tidak bisa sebesar yang diharapkan,” jelas Kurtubi.

Namun demikian, pemerintah tidak tinggal diam. Upaya peningkatan produksi, efisiensi penyaluran, dan penguatan sektor hilir terus digenjot sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada subsidi.

Kolaborasi untuk Ketahanan Energi

Komunikasi yang intensif antara pemerintah dan legislatif menunjukkan bahwa kerja sama antarlembaga menjadi kunci penting dalam menjaga ketahanan energi nasional. DPR menunjukkan sikap terbuka selama kebijakan pemerintah selaras dengan kepentingan masyarakat luas dan didukung data yang akurat.

Sementara itu, Pertamina dan BPH Migas sebagai pelaksana teknis terus memastikan distribusi BBM berjalan lancar, serta melakukan pengawasan ketat agar kuota subsidi tepat sasaran. Dalam kondisi seperti ini, peran pengawasan dan akuntabilitas juga semakin krusial agar anggaran negara digunakan secara efisien.

Kenaikan harga minyak global memang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan, namun pemerintah Indonesia berupaya meminimalkan dampaknya melalui langkah strategis, mulai dari penyesuaian kuota, penguatan produksi nasional, hingga pengelolaan subsidi yang lebih bijak.

Harapan dan Prospek

Dengan respons yang cepat dan terukur, pemerintah berharap kebutuhan energi nasional hingga akhir tahun dapat tercukupi, tanpa harus membebani masyarakat dengan harga pasar penuh. Subsidi tetap akan menjadi instrumen keberpihakan, namun dikelola dengan prinsip keberlanjutan.

Situasi ini juga mendorong peningkatan kesadaran akan pentingnya efisiensi energi dan percepatan transisi ke sumber energi alternatif. Kenaikan harga minyak dunia menjadi momen refleksi nasional untuk semakin serius dalam mengembangkan energi terbarukan, diversifikasi sumber energi, dan peningkatan ketahanan energi jangka panjang.

Dengan kolaborasi yang solid antara pemerintah, legislatif, dan sektor usaha, optimisme tetap terjaga bahwa Indonesia mampu melewati tantangan global ini dengan solusi yang berpihak pada rakyat serta tetap menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index