JAKARTA - Langkah strategis untuk memperkuat fondasi sistem logistik nasional semakin mendapat perhatian. Hal ini tercermin dari masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Logistik ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 hingga 2029. Supply Chain Indonesia (SCI) menyambut baik keputusan ini dengan menyampaikan apresiasi kepada DPR RI atas komitmennya terhadap pembenahan sektor logistik nasional.
Keputusan ini tertuang dalam dokumen resmi DPR RI No. 64/DPR RI/I/2024-2025, yang memuat daftar Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025 dan Prolegnas RUU Tahun 2025 hingga 2029. Judul yang diusulkan untuk RUU ini mencakup tiga alternatif: Sistem Transportasi dan Logistik Nasional, Sistem Jaringan Transportasi Nasional, atau Sistem Perposan dan Logistik Nasional. Ketiganya mencerminkan arah kebijakan yang terpadu untuk sistem logistik masa depan.
Founder & CEO Supply Chain Indonesia, Setijadi, menyatakan bahwa langkah DPR tersebut merupakan sinyal kuat terhadap dorongan reformasi menyeluruh di sektor logistik nasional. “Masuknya RUU Logistik dalam Prolegnas menunjukkan perhatian dan komitmen DPR dalam mendorong reformasi sistem logistik Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, regulasi yang kuat dibutuhkan untuk menciptakan efisiensi biaya logistik nasional. Efisiensi tersebut pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan daya saing komoditas nasional dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh. Dalam pandangan SCI, reformasi ini tidak sekadar menyasar efisiensi teknis, tetapi juga menciptakan kerangka kerja yang lebih terintegrasi, inklusif, dan berdaya saing global.
SCI menilai bahwa selama ini sistem logistik Indonesia masih menghadapi tantangan struktural dan koordinasi lintas sektor. Banyak regulasi yang masih tersebar di berbagai sektor, menyebabkan tumpang tindih dan hambatan dalam implementasi kebijakan. “SCI mencatat saat ini regulasi terkait logistik masih tersebar di berbagai peraturan sektoral, yang sering kali menimbulkan tumpang tindih dan hambatan koordinasi,” jelas Setijadi.
Selain itu, indeks kinerja logistik Indonesia yang tergolong rendah turut menjadi sorotan. Logistics Performance Index (LPI) yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga internasional menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan kualitas dan efisiensi logistik di berbagai lini. Oleh karena itu, keberadaan UU khusus di bidang logistik diyakini akan menjadi pilar penting dalam pembangunan sistem logistik yang lebih baik.
UU ini diharapkan tidak hanya menjadi alat hukum, tetapi juga menjadi pedoman visi dan arah bagi seluruh pemangku kepentingan logistik, baik dari pemerintah pusat dan daerah, perusahaan BUMN dan swasta, hingga penyedia maupun pengguna jasa logistik. “UU ini diharapkan dapat menyatukan visi, arah, serta peran seluruh pemangku kepentingan logistik,” tambahnya.
Saat ini, pengaturan moda transportasi telah diatur dalam undang-undang sektoral seperti UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, dan UU No. 1/2009 tentang Penerbangan. Namun, sektor logistik sebagai penghubung seluruh moda tersebut masih menggunakan Peraturan Presiden (Perpres), yaitu Perpres No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Dalam konteks ini, kehadiran UU Logistik yang dirancang secara khusus dinilai akan memberikan dasar hukum yang lebih kokoh untuk pengembangan sistem logistik nasional yang efisien dan terintegrasi. “UU logistik menjadi hal yang sangat penting karena pengaturan moda-moda transportasi dilakukan dengan UU, sementara logistik sebagai penghubungnya hanya diatur dengan Perpres,” tegas Setijadi.
Ia juga menambahkan bahwa RUU ini diharapkan menjadi payung regulasi pembentukan kelembagaan nasional yang permanen, dengan kewenangan lintas sektoral dan kementerian, untuk mengatur serta mengembangkan sektor logistik Indonesia secara lebih terfokus dan strategis. “RUU Logistik itu juga diharapkan akan menjadi payung regulasi pembentukan kelembagaan permanen nasional pengaturan dan pengembangan sektor logistik Indonesia,” ujarnya.
SCI, sebagai lembaga independen yang selama ini fokus dalam perbaikan dan pengembangan sistem logistik di Indonesia, menyatakan kesiapan untuk terlibat aktif dalam proses penyusunan dan pembahasan RUU tersebut. Mereka menegaskan peran strategis lembaga nonpemerintah dalam memberikan masukan, kajian teknis, dan rekomendasi untuk mendukung proses legislasi secara komprehensif.
“SCI siap berkontribusi aktif dalam memberikan masukan dan kajian teknis untuk mendukung penyusunan dan pembahasan RUU ini secara komprehensif, serta mendorong keterlibatan aktif para pemangku kepentingan sektor logistik,” pungkas Setijadi.
Dengan kolaborasi yang kuat antara legislatif, sektor swasta, dan lembaga profesional, kehadiran UU Logistik diyakini akan mempercepat pembentukan ekosistem logistik nasional yang lebih kuat dan adaptif terhadap dinamika global. Langkah DPR ini merupakan titik awal penting menuju masa depan logistik Indonesia yang lebih terorganisir, efisien, dan kompetitif.