JAKARTA - Di tengah tantangan harga komoditas global, PT PAM Mineral Tbk (NICL) justru menunjukkan performa gemilang dengan mencetak rekor laba bersih sepanjang semester I 2025. Capaian ini menegaskan posisi NICL sebagai pemain tangguh dalam industri nikel nasional, bahkan saat pasar menghadapi fluktuasi harga.
Perusahaan tambang nikel yang berada di bawah kendali Christopher Sumasto Tjia ini membukukan penjualan sebesar Rp1,05 triliun. Angka tersebut melonjak 152,07% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp419,19 miliar. Pendorong utama kenaikan ini adalah volume penjualan nikel yang meningkat drastis dari 707.597 metrik ton menjadi 1.885.433 metrik ton atau tumbuh hingga 166,46%.
Sejalan dengan pertumbuhan volume dan nilai penjualan, laba kotor perusahaan juga mengalami lonjakan signifikan. Pada semester pertama 2025, laba kotor mencapai Rp523,46 miliar, naik 266,43% dari sebelumnya Rp142,85 miliar. Marjin laba kotor pun terdongkrak dari 34,08% menjadi 49,54%, mencerminkan efisiensi yang kian optimal di sisi operasional.
Keunggulan operasional yang konsisten kemudian turut mengangkat laba usaha perusahaan. Tercatat laba usaha naik 419,32% menjadi Rp456,30 miliar, dan mendorong laba bersih atau laba neto periode berjalan mencapai Rp358,07 miliar. Angka ini meningkat signifikan sebesar 386,51% dibandingkan Rp73,59 miliar pada semester yang sama tahun sebelumnya.
Meskipun tren harga nikel dunia mengalami penurunan, NICL tetap berhasil mencetak hasil positif. Hal ini menunjukkan strategi perusahaan yang proaktif dalam menghadapi dinamika pasar. Penurunan harga nikel acuan domestik sebesar 3,80% tidak menjadi hambatan berarti karena perseroan telah mengantisipasi kondisi ini sejak awal tahun.
“Sejak akhir tahun 2024, harga acuan nikel domestik mengalami penurunan sebesar 3,80% sejalan dengan tren global dan euforia pasar kendaraan listrik yang mulai normal, serta meningkatnya permintaan baja stainless steel. Kami melihat bahwa penurunan harga nikel tersebut merupakan koreksi positif dan sudah diprediksi oleh perseroan,” ujar Direktur Utama PT PAM Mineral Ruddy Tjanaka dalam keterangannya.
Langkah strategis yang telah dirancang sejak awal tahun membuahkan hasil. “Perseroan sudah menyiapkan langkah antisipatif sejak awal tahun, tecermin dengan kinerja operasional dan keuangan perseroan yang bertumbuh pada semester pertama tahun 2025. Kami meyakini penurunan harga ini merupakan fluktuasi jangka pendek dan perseroan berkomitmen untuk tetap adaptif terhadap situasi terkini guna mempersiapkan juga mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi,” sambung Ruddy.
Dari sisi neraca, aset NICL juga mencatatkan pertumbuhan. Aset total naik 4,73% menjadi Rp1,09 triliun. Di saat yang sama, liabilitas turun dari Rp171,92 miliar menjadi Rp150,69 miliar, yang turut memperkuat struktur keuangan perusahaan. Ekuitas perusahaan mengalami peningkatan menjadi Rp949,13 miliar seiring akumulasi saldo laba, dan menariknya, perusahaan tidak memiliki utang bank jangka panjang. Hal ini memberi fleksibilitas tambahan dalam menjaga stabilitas keuangan dan operasional ke depan.
Ketika sebagian pelaku industri menghadapi ketidakpastian ekonomi global, NICL justru menegaskan komitmen positif terhadap keberlanjutan bisnis. Ruddy mengungkapkan optimismenya, meskipun situasi geopolitik global belum sepenuhnya stabil.
“Di tengah situasi geopolitik global yang belum stabil dan turut berdampak pada perekonomian dalam negeri, kami tetap merasa puas dengan kinerja operasional dan keuangan perseroan pada kuartal kedua 2025,” katanya.
Konsistensi NICL dalam memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham pun kembali terbukti. Perseroan telah membagikan dividen interim sebesar Rp159,53 miliar atau setara 82,60% dari laba bersih semester I. Pembagian dividen ini merupakan bentuk nyata dari komitmen perusahaan terhadap para investor.
“Secara historis, perseroan selalu membagikan dividen dan di tahun ini perseroan juga telah membagikan dividen interim. Ke depannya, perseroan berkomitmen untuk melakukan pembagian dividen kembali kepada pemegang saham,” tambah Ruddy.
Menatap semester II 2025, NICL akan tetap berhati-hati dalam menyikapi berbagai potensi risiko, termasuk dampak kebijakan perdagangan Amerika Serikat dan potensi oversupply di pasar global. Meski demikian, peluang tetap terbuka lebar. Permintaan global terhadap logam-logam kritis di luar Tiongkok menunjukkan peningkatan, dan Indonesia memiliki posisi strategis sebagai pemasok utama nikel dunia.
Manajemen NICL menyadari pentingnya kesiapan dalam menghadapi volatilitas harga. Dengan tetap fokus pada peningkatan efisiensi, memperkuat struktur permodalan, serta menjaga kelangsungan produksi, perusahaan yakin dapat memaksimalkan peluang pasar yang tersedia.
Keseluruhan performa semester I 2025 menjadi bukti bahwa NICL mampu menjalankan strategi bisnis yang adaptif dan efektif. Dengan pencapaian positif ini, perusahaan tidak hanya mengukuhkan posisinya sebagai pemain utama di industri nikel, tetapi juga memperlihatkan ketahanan terhadap tantangan ekonomi global.