JAKARTA - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menjadi perhatian publik setelah berbagai program strategis yang dirancang untuk masyarakat dinilai belum memberikan hasil signifikan hingga pertengahan tahun 2025. Meski memiliki anggaran yang besar dan tujuan mulia, sejumlah realisasi program perumahan dikritisi agar lebih konkret dan menyentuh langsung kebutuhan rakyat.
Salah satu pengamat kebijakan publik dari Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, menyoroti secara khusus capaian Kementerian PKP dalam rapat dengar pendapat bersama DPR RI. Menurutnya, banyak inisiatif yang digagas terdengar ambisius, namun sampai Juli 2025 belum tampak hasil yang sepadan di lapangan.
“Dari informasi yang kami telusuri, realisasi program di Kementerian PKP masih sangat minim. Bahkan untuk memastikan bahwa kinerja mereka sudah mencapai 28 persen pun, saya rasa masih perlu diklarifikasi. Jangan-jangan hanya angkanya saja yang naik, realisasinya belum ada,” ujar Jerry Massie.
Ia menekankan bahwa program besar seperti Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dengan target 34.000 unit rumah tidak layak huni (RTLH) seharusnya sudah menunjukkan hasil. Pemerintah diketahui telah mengalokasikan dana sebesar Rp7,41 miliar, atau sekitar Rp21,8 juta per unit. Namun hingga kini, progres lapangan belum terlihat signifikan.
“Program BSPS ini punya niat baik. Namun akan lebih meyakinkan jika Menteri PKP, Bung Ara (Maruarar Sirait), bisa menjelaskan secara rinci titik-titik lokasi dan jumlah unit yang sudah diperbaiki,” lanjutnya.
Tak hanya BSPS, anggaran sebesar Rp130 miliar untuk penataan kawasan kumuh juga belum menunjukkan wujud konkret. Jerry mempertanyakan sejauh mana lokasi yang dirapikan dan bagaimana implementasinya di lapangan.
“Anggaran untuk menata kawasan yang selama ini terpinggirkan sangat besar. Namun, informasi mengenai lokasinya dan apa saja yang sudah dilakukan belum tersedia secara terbuka. Sementara bulan Juli sudah hampir berakhir,” kata Jerry.
P3S berharap agar program ini tak hanya menjadi narasi sosial yang terdengar heroik, tetapi bisa dibuktikan melalui kegiatan nyata. Jerry bahkan menyindir bahwa terlalu sering pembangunan permukiman hanya berakhir pada penggusuran, bukan pembenahan menyeluruh.
Selain penataan kawasan, proyek pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) juga belum menunjukkan aktivitas yang terlihat. Padahal, target dari program ini mencakup pembangunan 2.000 unit sarana dasar seperti jalan lingkungan dan saluran air, dengan total anggaran sebesar Rp60 miliar.
“Kalau kita hitung rata-rata, itu sekitar Rp6 juta per unit. Dana sudah tersedia, tinggal eksekusinya saja yang belum tampak. Ini yang harus dipertanyakan,” ungkapnya.
Menurut Jerry, jika program tersebut berjalan dengan baik, maka akan memberikan efek domino terhadap pertumbuhan ekonomi lokal. Lapangan pekerjaan terbuka, perputaran uang terjadi, dan masyarakat bisa langsung merasakan dampaknya.
“Program-program seperti ini seharusnya jadi katalisator ekonomi rakyat, apalagi jika dijalankan secara bertahap dan tepat sasaran,” katanya.
Namun, ia juga menekankan pentingnya transparansi dan pelaporan yang menyentuh esensi kebutuhan publik. Pembangunan rumah, menurutnya, tidak boleh hanya menjadi panggung pencitraan.
“Rakyat kita menanti atap yang layak, bukan baliho yang indah. Ketika di lapangan belum terlihat dampaknya, maka tugas kementerian untuk membuktikan kinerjanya,” jelas Jerry.
Program rumah susun dan rumah khusus pun tak luput dari perhatian. Pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp5,07 triliun untuk membangun hunian vertikal di kawasan padat dan perumahan bagi kelompok tertentu seperti aparat atau korban bencana. Namun, P3S mencatat bahwa realisasi masih belum merata.
“Siapa yang sudah benar-benar menerima rumah itu? Apakah sudah menyentuh warga paling membutuhkan seperti nelayan atau masyarakat terdampak bencana?” ungkapnya.
Menurut Jerry, program yang dirancang dengan anggaran besar memang membuka harapan luas. Tapi harapan itu hanya akan jadi angan-angan jika tidak segera diwujudkan.
“Kementerian ini punya potensi besar untuk mewujudkan mimpi Presiden Prabowo Subianto tentang pemenuhan kebutuhan papan yang layak bagi rakyat. Namun seperti yang sering terjadi, teori yang indah belum tentu lulus uji praktik di lapangan,” ujar Jerry lagi.
Ia mengingatkan bahwa keberhasilan kementerian tak hanya soal laporan yang rapi, tapi juga pelaksanaan yang nyata dan menyentuh rakyat. Evaluasi terhadap pelaksanaan program, menurutnya, penting dilakukan secara berkala.
“Ketika rakyat menanti rumah yang layak, yang mereka butuhkan adalah tindakan nyata, bukan laporan seremonial. Menteri PKP Maruarar Sirait harus menunjukkan komitmennya dalam bentuk realisasi langsung di lapangan,” tandas Jerry.
Menurutnya, jika program-program perumahan ini dikelola dengan baik, bukan hanya menciptakan tempat tinggal yang nyaman, tapi juga mengangkat harkat hidup masyarakat. Keberhasilan di sektor perumahan bisa menjadi indikator kuat dari keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh.
“Pembangunan rumah rakyat adalah wajah nyata dari kehadiran negara di tengah masyarakat. Ini bukan hanya soal papan, tapi juga harapan,” ujarnya.
Jerry pun berharap, ke depan Kementerian PKP dapat mengubah persepsi publik dengan langkah-langkah strategis dan cepat. “Program bagus tidak boleh berhenti di atas kertas. Harus ada hasil, harus ada progres. Evaluasi bukan bentuk kritik semata, melainkan dorongan agar program semakin baik,” pungkasnya.