JAKARTA - Pasar energi global tengah mengalami dinamika yang cukup menarik, khususnya pada komoditas utama seperti minyak mentah, gas alam, dan batubara. Meskipun beberapa tekanan terjadi pada harga, ada sejumlah faktor yang justru memberikan optimisme terhadap pergerakan harga komoditas, terutama batubara, hingga akhir tahun 2025.
Data terbaru menunjukkan bahwa harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir, dengan harga berjangka turun ke kisaran US$ 65,81 per barel. Penurunan ini diakibatkan oleh kondisi kelebihan pasokan di pasar global, terutama dari negara-negara produsen utama. Produksi minyak yang terus meningkat, termasuk dari Amerika Serikat dan OPEC+, membuat pasokan tetap melimpah, sehingga menekan harga.
Namun, kondisi berbeda terlihat pada batubara. Meskipun mengalami penurunan tipis, harga batubara masih mampu bertahan di angka sekitar US$ 109,90 per ton. Hal ini menunjukkan adanya kekuatan fundamental yang mendukung harga batubara agar tidak jatuh terlalu dalam. Salah satu faktor utama adalah peran China sebagai konsumen batubara terbesar di dunia. Prospek pemulihan ekonomi China memberikan dorongan positif terhadap permintaan batubara, yang menjadi penopang kuat bagi harga komoditas ini.
Wahyu Tribowo Laksono, Founder Tradeindo, menyampaikan bahwa pemulihan ekonomi China memang menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas harga batubara. Selain itu, kendala dalam produksi dan distribusi di negara-negara penghasil batubara seperti Indonesia dan Australia turut membatasi pasokan, sehingga harga batubara tetap memiliki landasan kuat untuk bertahan.
Di sisi lain, pasar gas alam menghadapi tantangan kelebihan pasokan, khususnya di Amerika Serikat, yang menjadi salah satu produsen utama. Penurunan harga gas alam hingga lebih dari 13% menandakan bahwa permintaan saat ini belum mampu mengikuti volume produksi yang meningkat. Musim panas yang lebih hangat di belahan bumi utara biasanya mendorong kenaikan konsumsi gas, namun kondisi ini belum memberikan dampak signifikan terhadap harga.
Meski demikian, para analis optimis bahwa harga gas alam akan mengalami kenaikan menjelang akhir tahun 2025. Faktor musiman yang biasanya meningkatkan permintaan gas di musim dingin diyakini akan memperbaiki harga yang sempat tertekan.
Lukman Leong, Analis Doo Financial Futures, memproyeksikan harga gas alam hingga akhir tahun akan bergerak pada kisaran US$ 3,00 hingga US$ 3,50 per MMBtu. Sementara itu, untuk batubara, harga diperkirakan akan berada dalam rentang US$ 90 hingga US$ 100 per ton, dan minyak mentah WTI diperkirakan stabil di kisaran US$ 55 per barel.
Wahyu Tribowo Laksono menambahkan bahwa meskipun tekanan dari peningkatan produksi dan potensi kenaikan tarif global masih membayangi pasar minyak, ada peluang rebound jangka pendek untuk harga minyak mentah WTI dari pola konsolidasi yang terjadi saat ini. Ia memperkirakan harga WTI hingga akhir 2025 akan bergerak di kisaran US$ 60 hingga US$ 75 per barel.
Untuk batubara, Wahyu memperkirakan pergerakan harga akan ada di rentang US$ 110 hingga US$ 140 per ton. Proyeksi ini memperlihatkan bahwa harga batubara memiliki potensi untuk tetap kuat, didukung oleh faktor permintaan dan keterbatasan pasokan dari negara-negara penghasil utama.
Secara keseluruhan, meskipun terdapat dinamika yang mempengaruhi harga minyak, gas, dan batubara, prospek harga batubara tetap menunjukkan sinyal positif. Dengan dukungan dari pemulihan ekonomi konsumen utama dan kondisi pasokan yang relatif ketat, batubara berpeluang mempertahankan posisi pentingnya dalam pasar energi global hingga akhir 2025.
Situasi ini memberikan harapan bagi pelaku industri dan investor dalam sektor energi, khususnya yang terkait dengan batubara, untuk memanfaatkan momentum positif yang ada. Keseimbangan antara permintaan dan pasokan yang terus dipantau secara ketat akan menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas harga dan keberlanjutan pasar energi di masa mendatang.