JAKARTA - Di tengah tekanan harga yang belum sepenuhnya pulih, prospek sektor batubara masih menyisakan peluang bagi emiten untuk menjaga kinerja sepanjang 2025. Kendati terdapat prediksi penurunan laba bersih, sejumlah analis dan pelaku industri tetap menunjukkan keyakinan terhadap ketahanan sektor ini berkat berbagai strategi efisiensi dan dukungan sentimen pasar.
Analis dari Indo Premier Sekuritas, Reggie Parengkuan dan Ryan Winipta, mengungkapkan bahwa laba bersih emiten produsen batubara pada kuartal kedua tahun ini diperkirakan mengalami koreksi sebesar 4% hingga 50% dibanding kuartal sebelumnya. Proyeksi tersebut masih lebih rendah dari konsensus pasar yang memperkirakan penurunan 20% sampai 45% untuk keseluruhan tahun 2025.
Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh pergerakan harga batubara global yang sempat mengalami koreksi. Berdasarkan data dari Trading Economics, harga batubara turun sebesar 9,18% secara year to date ke level US$ 113,75 per ton per akhir pekan lalu. Meski demikian, dalam sebulan terakhir, harga komoditas ini menunjukkan pemulihan sebesar 7,16%, mencerminkan adanya dinamika positif dari sisi sentimen jangka pendek.
Menurut Indo Premier Sekuritas, penjualan batubara pada kuartal kedua juga belum menunjukkan perbaikan signifikan. Hal ini disebabkan oleh curah hujan tinggi yang mempengaruhi aktivitas produksi dan distribusi. Selain itu, penerapan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk ekspor turut menjadi salah satu faktor yang memengaruhi margin keuntungan perusahaan.
Meski tantangan masih ada, para analis menilai pasar telah memperhitungkan potensi penurunan kinerja emiten. Bahkan, terdapat pandangan bahwa harga batubara telah mengalami penurunan yang cukup dalam, sehingga ruang koreksi tambahan diperkirakan akan semakin terbatas.
“Namun, kami menilai penurunan kinerja ini telah diantisipasi pasar seiring dengan potensi penurunan harga batubara yang mulai terbatas dan kami perkirakan akan ada katalis positif dari sisi makro dan industri,” tulis Reggie dan Ryan.
Sejumlah emiten besar memang belum mengumumkan laporan keuangan semester I-2025. Namun, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menyampaikan komitmennya untuk tetap menjaga kinerja positif hingga akhir tahun. Direktur ITMG, Yulius Kurniawan Gozali, menegaskan bahwa perusahaan terus memantau kondisi pasar dan melakukan langkah antisipatif.
ITMG berfokus pada efisiensi biaya, optimalisasi operasional, dan evaluasi belanja modal sebagai respons terhadap volatilitas harga. Strategi ini diharapkan dapat menjaga profitabilitas perusahaan tanpa perlu mengubah target produksi dan penjualan yang telah ditetapkan sebelumnya.
“Kami akan terus melakukan evaluasi secara berkala terhadap perkembangan pasar ke depan,” ujar Yulius.
Untuk tahun ini, ITMG menargetkan volume produksi sebesar 20,8 juta hingga 21,9 juta ton, sementara volume penjualan dibidik mencapai 26,3 juta hingga 27,4 juta ton.
Sikap optimistis juga ditunjukkan oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Sekretaris Perusahaan PTBA, Niko Chandra, menyatakan bahwa perusahaan tetap yakin akan adanya peningkatan kinerja, dengan mempertimbangkan potensi naiknya konsumsi batubara saat musim dingin serta adanya sinyal awal pemulihan harga.
“Kami terus mengkaji strategi yang optimal untuk menjaga daya saing dan profitabilitas perusahaan, baik melalui efisiensi biaya maupun penguatan pasar domestik,” kata Niko.
Sementara itu, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, menekankan bahwa perlambatan kinerja emiten sektor batubara masih berpotensi berlanjut pada semester kedua 2025. Hal ini bergantung pada tingkat permintaan global, terutama dari dua pasar utama yaitu China dan India, yang saat ini tengah melakukan penyesuaian impor.
Meskipun demikian, dari sisi investor, sektor ini tetap menawarkan prospek menarik, khususnya dalam hal dividen dan valuasi. Indy mencermati bahwa saham-saham batubara masih berada dalam kisaran valuasi yang terjangkau dan menawarkan potensi imbal hasil yang menarik bagi investor jangka panjang.
“Saham di sektor energi atau tambang menawarkan dividen yang menarik dan sekarang berada dalam valuasi murah,” jelas Indy.
Ia merekomendasikan saham ITMG sebagai salah satu pilihan, dengan target harga jangka panjang di level Rp 25.700 per saham. Selain itu, Reggie dan Ryan dari Indo Premier turut memberikan peringkat overweight pada sektor batubara, dengan mempertimbangkan sejumlah faktor positif dari sisi valuasi dan fundamental.
Salah satu saham unggulan lain yang direkomendasikan adalah PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI). Menurut riset mereka, saham AADI memiliki margin yang kuat, valuasi menarik, serta didukung oleh potensi hasil yang kompetitif. Sentimen tambahan datang dari program pembelian kembali saham (buyback), yang turut mendongkrak persepsi positif investor terhadap emiten ini.
AADI sendiri direkomendasikan untuk dibeli, dengan target harga mencapai Rp 10.000 per saham. Hal ini mencerminkan ekspektasi pasar terhadap penguatan kinerja dan stabilitas perusahaan di tengah fluktuasi harga komoditas.
Dengan berbagai strategi efisiensi, optimisme dari pelaku industri, serta sentimen makro yang mulai mengarah ke pemulihan, sektor batubara masih memiliki ruang gerak untuk tetap bertumbuh. Para pelaku pasar disarankan untuk tetap mencermati perkembangan global sekaligus potensi domestik yang tetap menjanjikan bagi sektor ini.