JAKARTA - Keterlibatan masyarakat dalam proses demokrasi menjadi pijakan utama bagi sejumlah tokoh daerah dalam menyikapi arah kebijakan nasional. Salah satu yang menegaskan pentingnya menjaga prinsip demokrasi langsung adalah Wali Kota Bogor, Bima Arya. Dalam pernyataannya, ia menolak wacana yang menginginkan kepala daerah kembali dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Menurut Bima Arya, sistem pemilihan langsung yang berlaku saat ini sudah cukup baik dalam memberi ruang partisipasi masyarakat secara terbuka. Ia menilai bahwa jika kepala daerah ditunjuk lewat DPRD, maka jarak antara pemimpin dengan masyarakat akan menjadi lebih jauh. “Saya tidak setuju kepala daerah dipilih DPRD,” ujar Bima Arya menegaskan.
Penolakan ini tidak berdiri sendiri. Bima Arya menilai, ketika kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, maka ada hubungan yang lebih erat antara pemimpin dan warga yang memilih. Hal ini menciptakan tanggung jawab moral dan sosial yang lebih kuat untuk bekerja secara maksimal demi kepentingan publik.
Bima Arya juga melihat bahwa sistem pemilihan oleh DPRD justru akan menjauhkan prinsip keterbukaan yang selama ini dijaga dalam proses demokrasi. “Pemilihan langsung memperlihatkan transparansi. Ada debat publik, ada dialog terbuka, ada partisipasi yang nyata. Kalau kembali ke DPRD, semua itu bisa menghilang,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa mahalnya biaya politik bukan alasan yang cukup kuat untuk mengubah mekanisme demokrasi. Dalam pandangannya, solusi atas biaya politik yang tinggi bukanlah mengubah sistem menjadi lebih tertutup, melainkan melakukan perbaikan di sisi tata kelola pemilu itu sendiri. “Masalahnya bukan pada rakyat yang memilih, tapi pada sistem pendanaan politik yang belum beres,” ujar Bima Arya.
Lebih jauh, ia menyarankan agar pembenahan dilakukan pada mekanisme kampanye dan transparansi dana politik, bukan mencabut hak masyarakat untuk memilih langsung pemimpinnya. Dalam konteks ini, pendidikan politik menjadi sangat penting agar masyarakat makin kritis dan cerdas dalam menentukan pilihan.
Pemilihan langsung, bagi Bima Arya, memberikan kesempatan yang lebih besar kepada calon pemimpin dari berbagai latar belakang untuk maju dan dipercaya oleh masyarakat. Sistem ini juga memberi ruang tumbuhnya kepemimpinan yang lahir dari akar rumput dan aspirasi publik.
Bima Arya mengingatkan bahwa demokrasi yang sehat tidak lahir dari ruang-ruang tertutup, tetapi dari partisipasi terbuka masyarakat. Ia menekankan bahwa pemilihan langsung merupakan manifestasi dari semangat reformasi yang harus dijaga dan dirawat bersama.
Di tengah diskusi publik mengenai format ideal pemilihan kepala daerah, Bima Arya berdiri tegas dalam posisi mendukung keterlibatan publik secara langsung. Bagi dirinya, politik bukan semata soal regulasi, tapi tentang kepercayaan dan kedekatan antara pemimpin dengan rakyatnya.
“Kalau kepala daerah dipilih DPRD, yang terjadi adalah politik dagang sapi dan transaksional. Itu sangat berbahaya bagi masa depan demokrasi,” tegasnya. Ia menekankan bahwa proses politik harus dibersihkan dari praktik-praktik sempit yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Ia juga mengapresiasi peran masyarakat dalam menjaga kualitas pemilu, baik sebagai pemilih yang aktif maupun sebagai pengawas sosial yang kritis. Menurutnya, tantangan ke depan adalah bagaimana memperbaiki sistem tanpa mengorbankan esensi demokrasi itu sendiri.
“Biaya politik mahal itu fakta. Tapi bukan berarti kita kembali ke sistem lama. Justru kita harus memperkuat kontrol publik, memperbaiki sistem partai, dan memperluas pendidikan politik,” ujar Bima Arya, menekankan perlunya solusi komprehensif, bukan sekadar perubahan prosedural.
Ia berharap, para pengambil kebijakan bisa mempertimbangkan masukan dari kepala daerah, akademisi, aktivis, serta masyarakat umum sebelum membuat keputusan besar terkait sistem pemilihan. Bima Arya mengajak semua pihak untuk berpikir jangka panjang dan meletakkan kepentingan publik di atas segalanya.
Dalam konteks tersebut, Bima Arya menegaskan bahwa dirinya tidak hanya menyuarakan pendapat pribadi, tetapi juga menyampaikan suara dari banyak kepala daerah lain yang sepakat untuk tetap menjaga demokrasi yang langsung, terbuka, dan partisipatif.
Melalui sikapnya, Bima Arya ingin mengingatkan bahwa politik harus tetap dekat dengan rakyat, bukan kembali dikelola oleh segelintir elite. Ia percaya, semakin besar partisipasi masyarakat, semakin kuat fondasi demokrasi bangsa.
Pemimpin daerah, menurutnya, bukan hanya pelaksana program, tetapi juga simbol dari kepercayaan masyarakat. Maka, jika sistem demokrasi saat ini dirawat dengan baik, bukan tidak mungkin kepercayaan publik akan terus tumbuh dan memperkuat kualitas pemerintahan.
Dalam penutup pernyataannya, Bima Arya menekankan pentingnya menjaga arah reformasi politik agar tetap konsisten memperkuat peran rakyat dalam menentukan pemimpin mereka. “Demokrasi itu mahal, tapi harganya sepadan demi masa depan bangsa,” pungkasnya.