JAKARTA - Kabar menggembirakan datang dari para petani di Desa Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Setelah lebih dari dua pekan dilanda cuaca panas dan kering, akhirnya hujan pertama turun dan membasahi lahan pertanian yang sempat mengering. Peristiwa ini disambut suka cita oleh masyarakat tani, karena menjadi awal yang baik untuk kembali menanam padi.
Salah satu petani, Marlena (45), warga Kampung Limusamis, tidak menyembunyikan rasa syukurnya. Ia mengaku khawatir kemarau akan berlangsung lebih lama dari perkiraan. Namun, rasa waswas itu mulai sirna ketika semalam hujan ringan mulai turun dan siangnya hujan mengguyur lebih deras.
"Alhamdulillah sekarang sudah mulai turun hujan. Malam tadi hujan walaupun kecil, tapi siangnya cukup besar," ujar Marlena.
Ia menjelaskan, kondisi lahan yang sempat kering membuatnya menunda kegiatan bertani. Harapannya kini kembali tumbuh karena pasokan air sudah tersedia dari hujan yang turun. Bagi Marlena, cuaca yang seimbang menjadi harapan utama agar proses tanam dan panen bisa berjalan lancar.
"Mudah-mudahan cuaca kembali normal. Hujan terus menerus juga kurang baik, begitu juga kemarau panjang bisa membuat rugi. Idealnya ya cuaca yang seimbang," ujarnya.
Situasi serupa dialami Aeng (50), petani dari Kampung Sukamantri di desa yang sama. Ia menyebut bahwa kemarau yang melanda beberapa waktu terakhir cukup menyulitkan. Lahan sawah miliknya yang kurang dari 1.000 meter persegi tidak bisa diolah karena kekurangan air.
"Sudah cukup lama tidak hujan, hampir dua minggu sangat panas. Lahan sawah saya sampai kering. Tapi sekarang hujan cukup besar turun, Alhamdulillah," tuturnya.
Aeng adalah salah satu petani penggarap. Hasil panen dari lahan tersebut dibagi dua dengan pemilik lahan. Bila cuaca mendukung, ia bisa memperoleh hasil panen sekitar 500 kilogram. Namun saat kemarau, hasil itu bisa menurun drastis.
"Kalau musim kemarau biasanya hasil panen menurun. Tapi kalau cuaca bagus, bisa sampai 500 kilogram. Hasilnya dibagi dua dengan pemilik lahan," jelasnya.
Kabar turunnya hujan menjadi angin segar, terlebih bagi Aeng yang saat ini bersiap untuk mengolah kembali sawahnya setelah masa panen sebelumnya selesai. Sayangnya, saat hendak memulai proses pengolahan, hujan belum juga turun, sehingga ia harus menunda aktivitas bertani.
"Panen sebelumnya sudah selesai. Sekarang waktunya mengolah lahan lagi. Tapi beberapa hari terakhir saya belum bisa mulai karena kekurangan air," tambahnya.
Kini, dengan curah hujan yang mulai datang, para petani seperti Aeng dan Marlena kembali bersemangat untuk mengelola lahan mereka. Meskipun lahan yang mereka miliki tidak luas, setiap tetes air hujan menjadi penentu keberhasilan dalam bertani.
Situasi yang dialami petani di Kalapanunggal mencerminkan kondisi yang dirasakan banyak petani lain di wilayah-wilayah yang rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem. Ketergantungan terhadap iklim masih sangat tinggi, karena mayoritas petani belum memiliki teknologi pengairan yang memadai.
Turunnya hujan yang baru ini memberi peluang kepada para petani untuk menyesuaikan kembali pola tanam mereka. Banyak dari mereka berharap bahwa ke depan, cuaca akan bersahabat sehingga bisa menanam padi dengan optimal dan memperoleh hasil yang layak.
Para petani juga menyadari pentingnya menjaga ketersediaan air dan keberlanjutan pertanian. Namun, mereka masih sangat bergantung pada cuaca alamiah. Program pemerintah atau komunitas lokal yang mendorong penggunaan teknologi irigasi sederhana bisa menjadi solusi agar petani tidak terus-menerus tergantung pada hujan.
Dengan adanya hujan, harapan baru pun tumbuh. Petani kembali memiliki kesempatan untuk melanjutkan aktivitas tanam padi yang menjadi sumber utama penghidupan mereka. Semangat yang terpancar dari wajah mereka mencerminkan betapa berharganya hujan bagi kehidupan desa.
Kehadiran air bukan hanya menyuburkan tanah, tetapi juga menyuburkan harapan banyak keluarga petani untuk kembali panen dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Di tengah tantangan iklim yang tidak menentu, setiap musim tanam menjadi momen penting yang menentukan keberlanjutan ekonomi petani.
Lena dan Aeng hanyalah dua contoh dari sekian banyak petani di Jawa Barat yang menggantungkan hidup dari sawah mereka. Apa yang mereka alami menggambarkan situasi riil di lapangan, di mana kondisi cuaca menjadi faktor yang sangat menentukan.
Mereka tidak mengeluh, tetapi tetap berharap bahwa iklim akan lebih bersahabat. Dengan semangat kerja keras dan sikap bersyukur, para petani Sukabumi terus melangkah maju, menyambut musim tanam baru dengan optimisme.
Turunnya hujan kali ini menjadi tanda bahwa meskipun musim kemarau cukup panjang, harapan selalu datang bersamaan dengan tetes air yang membasahi bumi. Bagi para petani, itu cukup untuk kembali percaya dan berjuang dari lahan yang mereka cintai.