Nikel

Nikel Kompetitif Dorong Ekspor Lebih Optimal

Nikel Kompetitif Dorong Ekspor Lebih Optimal
Nikel Kompetitif Dorong Ekspor Lebih Optimal

JAKARTA - Pemerintah Indonesia tengah mencermati potensi kebocoran nilai ekspor dari komoditas nikel yang sebagian besar mengalir ke China. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena dapat berdampak pada optimalisasi penerimaan negara. Di tengah tingginya permintaan nikel global, terutama untuk industri kendaraan listrik, Indonesia berupaya memperbaiki tata kelola dan mekanisme perdagangan ekspor agar memberi nilai tambah yang maksimal.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, mengungkapkan bahwa selama ini nikel ekspor dari Indonesia ke China dilaporkan dengan harga yang cenderung rendah, bahkan lebih rendah dari harga pasar. Hal tersebut berpotensi merugikan Indonesia dari sisi penerimaan devisa dan penerimaan pajak, termasuk dari bea keluar dan pajak ekspor.

“Kita menghindari kesan menuduh siapa pun, tetapi ini sedang kita dalami. Kita ingin mencari tahu apakah memang ada mismatch dari segi harga,” ujar Yustinus.

Dia menjelaskan, pemerintah mendeteksi adanya perbedaan harga cukup signifikan antara yang dilaporkan eksportir dalam dokumen ekspor dengan harga yang tercatat di negara tujuan, dalam hal ini China. Pemerintah melihat adanya potensi perbedaan harga hingga 30 persen lebih rendah dari harga pasar.

“Kalau memang kita menjual di harga pasar, mestinya ada penerimaan negara yang lebih besar. Ini yang kita evaluasi bersama,” tegasnya.

Kementerian Keuangan sendiri tengah melakukan telaah lebih lanjut bersama lembaga terkait, termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua transaksi ekspor komoditas strategis, khususnya nikel, berjalan transparan dan sesuai ketentuan.

Nilai Ekspor Nikel yang Menjanjikan

Data menunjukkan bahwa nilai ekspor nikel Indonesia ke China mencapai US$14,1 miliar sepanjang 2023, atau setara sekitar Rp228 triliun dengan asumsi kurs Rp16.200 per dolar AS. Namun, berdasarkan laporan dari China Customs Statistics (CCS) yang dikutip oleh Badan Pusat Statistik (BPS), nilai itu tercatat lebih tinggi, yakni US$20,7 miliar atau sekitar Rp335 triliun.

Perbedaan data ini cukup mencolok dan menunjukkan adanya selisih sebesar US$6,6 miliar atau lebih dari Rp106 triliun. Dari selisih tersebut, potensi penerimaan negara yang tidak tergali diperkirakan bisa mencapai triliunan rupiah.

Yustinus menyatakan bahwa meski nikel sudah dikenakan bea keluar, celah manipulasi harga masih dimungkinkan apabila eksportir mendeklarasikan harga jauh lebih rendah dari harga transaksi sebenarnya. Untuk itu, pemerintah ingin memastikan agar harga referensi nikel dalam transaksi ekspor benar-benar mencerminkan harga pasar internasional.

Peran Strategis Nikel untuk Industri Nasional

Nikel merupakan salah satu komoditas strategis yang sangat dibutuhkan dalam industri teknologi tinggi, khususnya untuk baterai kendaraan listrik. Indonesia, sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, memiliki peran penting dalam rantai pasok global. Oleh sebab itu, optimalisasi tata kelola ekspor nikel akan memberi manfaat besar, tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga penguatan posisi Indonesia di pasar internasional.

Pemerintah juga mendorong hilirisasi nikel untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Dengan mengolah nikel menjadi produk setengah jadi atau produk akhir, Indonesia tidak hanya akan meningkatkan ekspor, tetapi juga menyerap lebih banyak tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.

Komitmen Perbaikan dan Kolaborasi

Dalam proses penelusuran perbedaan data ekspor ini, pemerintah mengedepankan prinsip kehati-hatian serta menjalin komunikasi aktif dengan pelaku usaha. Yustinus menekankan bahwa pemerintah tidak memiliki niat untuk menghambat kegiatan ekspor, melainkan ingin memastikan praktik perdagangan berlangsung adil, transparan, dan menguntungkan negara.

“Yang terpenting adalah bagaimana kita bersama-sama memperbaiki sistem dan tidak merugikan negara,” kata Yustinus.

Selain itu, pemerintah mendorong sinergi antara instansi lintas sektor seperti Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan lembaga pengawasan lain untuk memperkuat pengawasan transaksi ekspor. Kolaborasi ini bertujuan agar semua proses berjalan dalam koridor hukum dan kepatuhan perpajakan.

Langkah Progresif ke Depan

Langkah evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah merupakan bagian dari upaya reformasi struktural dalam sektor pertambangan dan ekspor komoditas. Pemerintah juga berencana untuk memperkuat penggunaan sistem digital dalam pelaporan ekspor dan integrasi data antarinstansi, sehingga pelacakan transaksi bisa dilakukan secara real-time.

Sistem informasi berbasis teknologi ini akan mendukung penerapan prinsip keterbukaan data dan memperkecil kemungkinan adanya disparitas harga atau praktik under-invoicing. Pemerintah pun membuka ruang bagi dunia usaha untuk memberi masukan konstruktif dalam rangka menyempurnakan sistem tersebut.

Menjaga Daya Saing Sambil Melindungi Kepentingan Nasional

Dengan terus meningkatnya permintaan nikel dari pasar global, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan penerimaan devisa. Namun, peluang ini harus diimbangi dengan sistem pengawasan yang kuat dan tata kelola ekspor yang transparan.

Kebijakan yang mendukung industrialisasi dan hilirisasi akan semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci di sektor nikel dunia. Pemerintah berkomitmen menjaga keseimbangan antara menarik investasi asing, mendorong daya saing, dan memastikan kepentingan nasional tetap menjadi prioritas utama.

Dengan penguatan kebijakan dan sinergi antar lembaga, Indonesia diharapkan mampu mengelola potensi besar nikel secara optimal, berkelanjutan, dan bermanfaat luas bagi masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index