Pajak

Pajak Kunci Sukses Membangun Negara Maju

Pajak Kunci Sukses Membangun Negara Maju
Pajak Kunci Sukses Membangun Negara Maju

JAKARTA - Pajak telah menjadi fondasi penting bagi banyak negara dalam mengelola dan menyejahterakan warganya. Meskipun setiap negara menerapkan kebijakan berbeda, terdapat benang merah yang menunjukkan bahwa pajak tinggi sering kali dikaitkan dengan pelayanan publik yang kuat dan komprehensif. Negara-negara dengan tarif pajak tinggi justru dikenal dengan kualitas hidup yang tinggi, sistem kesehatan dan pendidikan unggulan, serta jaminan sosial yang memadai.

Salah satu contoh yang menonjol adalah Pantai Gading. Negara ini menetapkan tarif pajak penghasilan pribadi hingga 60 persen bagi individu dengan pendapatan tertinggi. Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya untuk memperluas akses terhadap berbagai pelayanan publik, seperti infrastruktur jalan, listrik desa, serta pelayanan kesehatan. Meskipun masih menghadapi tantangan administratif dan kepatuhan, pemerintah berkomitmen menjadikan hasil pajak sebagai alat untuk menekan ketimpangan dan memperluas jangkauan layanan dasar.

Berpindah ke Eropa, Finlandia merupakan contoh bagaimana tarif pajak tinggi diterapkan secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat. Dengan tarif pajak tertinggi mendekati 57 persen, Finlandia menawarkan pendidikan gratis dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, layanan kesehatan publik tanpa biaya langsung, dan jaminan sosial yang menyeluruh. Negara ini menunjukkan bahwa perpajakan bukan hanya soal pungutan, melainkan juga soal keadilan distribusi dan pemerataan kesempatan.

Jepang menghadapi persoalan yang berbeda, yaitu beban demografis akibat tingginya populasi lansia. Untuk menjaga kesinambungan sistem pensiun dan perawatan kesehatan, negara ini menerapkan pajak penghasilan pribadi hingga sekitar 56 persen. Ditambah lagi, tarif pajak korporasi sebesar 30,6 persen dan pajak pertambahan nilai sebesar 10 persen. Semua ini digunakan untuk mendanai program National Health Insurance dan pensiun publik. Jepang menjadi contoh bagaimana kebijakan fiskal mendukung sistem sosial yang kompleks.

Denmark, salah satu negara dengan indeks kebahagiaan tertinggi di dunia, dikenal dengan sistem pajak yang progresif dan transparan. Warga negara yang berpenghasilan tinggi dikenai pajak hingga hampir 56 persen. Namun, masyarakat merasakan manfaatnya secara langsung dalam bentuk layanan kesehatan, pendidikan, hingga transportasi publik yang sebagian besar digratiskan. Bahkan mahasiswa di tingkat pendidikan tinggi tidak hanya dibebaskan dari biaya kuliah, tetapi juga mendapat tunjangan hidup bulanan.

Austria menawarkan sistem serupa dengan tingkat pajak pribadi hingga 55 persen. Dana yang terkumpul digunakan untuk mendukung sektor sosial, mulai dari asuransi kesehatan hingga program subsidi untuk anak-anak dan lansia. Pemerintah juga menyalurkan anggaran untuk sektor pendidikan dan perumahan rakyat, menjadikan pajak sebagai instrumen utama dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil.

Di Belgia, struktur pajak dirancang cukup kompleks, namun hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan penerimaan dan mendukung sistem kesejahteraan. Masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah mendapatkan berbagai bentuk insentif fiskal. Pada saat yang sama, pemerintah mengembangkan infrastruktur modern seperti transportasi antarkota dan rumah sakit canggih, yang dibiayai dari penerimaan pajak.

Swedia, meskipun tarif pajaknya kini tidak setinggi masa lalu, tetap menjadi panutan dalam hal pengelolaan dana publik. Pajak penghasilan pribadi sekitar 55 persen, ditambah pajak badan sebesar 20,6 persen dan PPN sebesar 25 persen, dikelola untuk menyediakan berbagai layanan seperti pendidikan, cuti orang tua, dan subsidi pengasuhan anak. Pemerintah Swedia mengedepankan nilai keberlanjutan dan kesetaraan melalui mekanisme fiskal yang kuat.

Belanda menjadi negara terakhir dalam deretan ini yang patut dicermati. Tarif pajak individu yang mendekati 50 persen memungkinkan negara ini menyediakan infrastruktur transportasi yang efisien, sistem asuransi kesehatan menyeluruh, dan pendidikan yang mudah diakses. Digitalisasi sistem pajak yang dilakukan pemerintah Belanda membuat proses perpajakan semakin transparan dan terintegrasi dengan layanan publik lainnya.

Dalam konteks ini, penting untuk melihat bagaimana posisi Indonesia. Tarif pajak penghasilan pribadi di Tanah Air berkisar antara 5 hingga 30 persen, tergantung pada jumlah penghasilan. Ini menunjukkan bahwa secara umum, tarif di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara yang telah disebutkan. Meski demikian, pemerintah terus mendorong reformasi sistem perpajakan agar lebih efisien, transparan, dan dapat menjangkau lebih luas.

Berdasarkan laporan dari Kementerian Keuangan, total penerimaan pajak hingga April 2025 tercatat sebesar Rp557,1 triliun. Meskipun ada penurunan sekitar 10,8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pemerintah tetap optimistis terhadap tren positif penerimaan. Salah satu langkah strategis adalah pengangkatan Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru, yang diharapkan mampu memperkuat institusi serta mendorong modernisasi sistem.

Upaya pembenahan terus dilakukan melalui penerapan core tax system yang mendigitalisasi seluruh proses perpajakan. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, memperluas basis pajak, serta mengurangi celah yang dapat merugikan penerimaan negara. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menjamin kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan nasional.

Melihat praktik di negara-negara lain, jelas bahwa besarnya tarif pajak bukan satu-satunya indikator keberhasilan. Yang terpenting adalah bagaimana pajak tersebut dikelola dan dialokasikan untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Dengan reformasi yang terus bergulir, Indonesia berada di jalur yang positif menuju sistem perpajakan yang lebih kuat dan berkeadilan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index