Emas

Emas Mencuri Perhatian Saat Data Tenaga Kerja Mendatar

Emas Mencuri Perhatian Saat Data Tenaga Kerja Mendatar
Emas Mencuri Perhatian Saat Data Tenaga Kerja Mendatar

JAKARTA - Harga emas kembali menjadi perhatian pasar global setelah menunjukkan pelemahan tipis ke area sekitar $3.360 pada sesi awal perdagangan Asia. Meski demikian, pelemahan ini tidak lantas memicu kepanikan. Justru, kondisi makroekonomi yang sedang berlangsung di Amerika Serikat, khususnya data tenaga kerja yang mengecewakan, membuka peluang baru bagi logam mulia ini untuk tetap diminati investor.

Pelemahan harga emas terjadi setelah dua hari sebelumnya sempat mencetak penguatan. Rebound Dolar AS menjadi faktor utama yang menekan kinerja emas. Namun, tekanan ini tidak berlangsung tanpa perlawanan. Sentimen dari data Nonfarm Payrolls (NFP) AS yang lebih rendah dari perkiraan pasar berpotensi menahan penurunan harga emas lebih lanjut.

Menurut laporan terbaru dari Bureau of Labor Statistics (BLS) AS, jumlah pekerjaan baru di luar sektor pertanian pada bulan Juli hanya meningkat sebesar 73.000. Angka ini jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan 110.000 dan juga lebih rendah dari revisi data sebelumnya sebesar 147.000. Sementara itu, tingkat pengangguran juga mengalami sedikit peningkatan menjadi 4,2% dari bulan sebelumnya yang berada di angka 4,1%.

Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities, menilai bahwa data tenaga kerja yang di bawah ekspektasi ini memberikan ruang bagi Federal Reserve untuk melonggarkan kebijakan moneternya di masa mendatang. “Angka payrolls muncul di bawah ekspektasi, tetapi sedikit lebih tinggi dari yang dicetak pasar. Jadi, ini memberikan probabilitas yang lebih baik bahwa Federal Reserve akan memotong (suku bunga) di kemudian hari tahun ini,” ujar Bart Melek.

Pemangkasan suku bunga oleh The Fed biasanya menjadi katalis positif bagi emas. Dengan suku bunga yang lebih rendah, biaya peluang untuk menyimpan emas menjadi lebih rendah pula, yang pada akhirnya meningkatkan daya tariknya sebagai aset lindung nilai.

Selain faktor internal dari ekonomi AS, situasi global juga memberikan kontribusi terhadap arah pergerakan emas. Ketidakpastian kebijakan perdagangan yang masih membayangi hubungan antarnegara, khususnya antara Amerika Serikat dengan negara mitra dagangnya, kembali memicu kebutuhan akan aset safe-haven seperti emas.

Pernyataan dari Presiden AS Donald Trump yang menetapkan tarif baru terhadap sejumlah negara pada akhir pekan lalu menjadi titik perhatian pasar. Langkah tersebut mengejutkan banyak pelaku ekonomi dan meningkatkan spekulasi terkait arah kebijakan perdagangan AS ke depan.

Tarif yang ditetapkan mencapai 35% dan mencakup produk-produk dari negara-negara yang sebelumnya tidak masuk dalam cakupan perjanjian perdagangan antara AS, Meksiko, dan Kanada. Kondisi ini memicu ketegangan baru dan membuka kembali diskusi mengenai potensi dampaknya terhadap perekonomian global.

Kabar lain menyebutkan bahwa Trump dijadwalkan akan berbicara dengan Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, dalam waktu dekat. Diskusi ini diperkirakan akan menyinggung dampak kebijakan tarif yang telah diberlakukan serta prospek negosiasi lanjutan antara kedua negara.

Sementara itu, hubungan dagang antara AS dan Tiongkok juga masih menjadi perhatian utama. Meskipun terdapat jeda dalam pemberlakuan tarif baru, pasar tetap waspada terhadap potensi munculnya kembali ketegangan di antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia tersebut. Setiap perkembangan dalam dialog dagang ini diyakini akan memberikan pengaruh langsung terhadap harga emas.

Situasi ini menciptakan latar belakang yang kompleks, namun tetap membuka peluang bagi emas untuk kembali menguat. Dalam konteks geopolitik dan makroekonomi seperti ini, emas kerap menjadi pilihan bagi investor yang ingin mengamankan portofolionya dari fluktuasi yang tidak menentu.

Secara teknikal, harga emas saat ini memang berada dalam fase konsolidasi. Namun, dengan adanya tekanan terhadap dolar dan sinyal potensi pemangkasan suku bunga, banyak analis memperkirakan bahwa logam mulia ini masih memiliki ruang untuk bergerak naik dalam jangka menengah.

Dari sisi permintaan, minat terhadap emas sebagai aset lindung nilai juga tampaknya tidak surut. Kondisi global yang penuh ketidakpastian sering kali mendorong investor institusi maupun individu untuk mempertahankan sebagian portofolio mereka dalam bentuk emas fisik maupun derivatifnya.

Ke depan, perhatian pasar akan tetap tertuju pada data-data ekonomi lanjutan dari Amerika Serikat, termasuk inflasi dan aktivitas manufaktur. Selain itu, perkembangan pertemuan antarnegara terkait kebijakan perdagangan dan potensi sinyal baru dari Federal Reserve juga akan menjadi penentu arah pergerakan harga emas.

Dengan latar belakang tersebut, emas dipandang masih memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas nilai aset dalam portofolio investasi. Terlepas dari pelemahan sesaat yang terjadi, potensi jangka panjang dari logam mulia ini tetap solid di tengah dinamika ekonomi global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index