JAKARTA — Wacana pengambilalihan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung oleh Badan Pengelola Investasi PT Anagata Nusantara Power (BPI Danantara) menjadi perhatian serius kalangan legislatif. Hal ini mengingat proyek tersebut merupakan bagian dari pembangunan jangka panjang yang membutuhkan kehati-hatian dalam pengelolaan dana.
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menyampaikan bahwa sumber pendanaan yang akan digunakan Danantara berasal dari dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga penggunaannya perlu dikawal secara ketat dan transparan. "Itu yang harus dipertimbangkan. Lembaga perantara ini bisa mendapat dana dari dividen, terutama dari BUMN. Tidak bisa digunakan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak masuk akal. Sesuatu yang tidak kelihatan sama sekali, lalu dananya habis begitu saja misalnya," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan.
Menurut Darmadi, proyek kereta cepat merupakan program jangka panjang yang pengembalian investasinya belum bisa dipastikan. Karena itu, ia menilai diperlukan kajian mendalam mengenai kelayakan Danantara masuk dalam pembiayaan proyek tersebut. "Bagus kalau dia (Danantara) masuk ke sana. Kalau business plan-nya bagus, tentu kita dukung. Tapi kalau nggak bagus, ya kita nggak dukung juga," lanjutnya.
Bandingkan Dengan Garuda Indonesia
Dalam konteks penilaian kelayakan proyek, Darmadi mencontohkan langkah serupa yang pernah dilakukan Danantara saat mengucurkan dukungan untuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Ia menyebut, maskapai nasional itu memiliki rencana bisnis yang kuat dan brand equity yang masih sangat baik, sehingga DPR memberikan dukungan. "Kita lihat business plan-nya, misalnya. Oh oke, ini masuk akal. Dia minta persetujuan DPR, koordinasi. Ternyata Garuda oke. Penambahan pesawat bisa karena harganya premium. Brand equity-nya masih bagus dan sebagainya. Kita lihat ini punya prospek," kata Darmadi.
Namun, ia menyebut bahwa proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) masih belum memiliki kejelasan yang sama. "Kalau KCIC kita belum teropong ya. Belum. Sekarang ini mau diselamatkan. Berapa uang ini untuk menyelamatkan? Apakah kelihatan hasilnya? Karena perhitungannya lebih dari 100 tahun, itu kalau konsisten. Jadi bagaimana menyikapinya? Kita harus bicara seperti itu," ucapnya.
Danantara Tawarkan Opsi Restrukturisasi
Rencana restrukturisasi utang proyek kereta cepat menjadi salah satu dari 22 program kerja prioritas Danantara yang akan dipercepat penyelesaiannya dalam sisa tahun 2025. Proyek ini sebelumnya mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar USD 1,2 miliar atau sekitar Rp18,76 triliun. Dari jumlah itu, 60 persen dibebankan kepada konsorsium Indonesia atau setara dengan USD 720 juta.
Komposisi pembiayaan yang digunakan terdiri dari 25 persen melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp3,2 triliun, dan sisanya 75 persen berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) senilai USD 542,7 juta atau sekitar Rp8,4 triliun.
Chief Operating Officer Danantara Indonesia, Dony Oskaria, menjelaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan beberapa alternatif restrukturisasi utang proyek tersebut dan akan segera menyampaikannya kepada pemerintah. "Memang kita sedang memikirkan soal kereta cepat ini, dan kita akan segera ajukan. Tapi masih ada beberapa solusi alternatif yang akan kami tawarkan, akan kami sampaikan kepada pemerintah mengenai penyelesaian proyek ini," ujar Dony di Gedung DPR, Jakarta.
Jaga Kinerja BUMN yang Terlibat
Menurut Dony, restrukturisasi utang perlu dilakukan demi menjaga kinerja BUMN yang terlibat langsung dalam proyek ini, khususnya PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium Indonesia.
Sebagai informasi, operator proyek kereta cepat ini adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang memiliki 60 persen saham, dan konsorsium Tiongkok Beijing Yawan HSR Co. Ltd. dengan kepemilikan 40 persen.
PSBI sendiri terdiri dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar 51,37 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 39,12 persen, PT Jasa Marga (Persero) Tbk 8,30 persen, serta PT Perkebunan Nusantara VIII sebanyak 1,21 persen. "Ini sedang berjalan, kami sedang melihat bagaimana solusi jangka panjangnya mengenai utang konsorsium ini yang cukup besar. Nanti akan kami sampaikan (ke pemerintah)," tambah Dony.
Ia menegaskan bahwa langkah restrukturisasi akan dilakukan secara menyeluruh tanpa mengganggu kinerja KAI ke depan. "Kita ingin penyelesaiannya kali ini menyeluruh dan tidak mengganggu kinerja perkeretaapian nasional di masa depan," katanya.
Upaya Proaktif Menuju Solusi Finansial
Inisiatif Danantara dalam menawarkan solusi pembiayaan proyek besar ini mencerminkan pendekatan proaktif dalam menjaga stabilitas keuangan negara, khususnya sektor transportasi publik yang strategis. Terlebih, proyek kereta cepat diharapkan dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.
Dukungan DPR terhadap langkah Danantara akan sangat bergantung pada rencana bisnis dan kejelasan proyeksi keuntungan dari proyek tersebut. Dengan pendekatan yang transparan dan akuntabel, peran Danantara diyakini mampu memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan proyek-proyek strategis nasional lainnya.