JAKARTA - Bulan Agustus menjadi momen sibuk bagi para petani jeruk di Banyuwangi, Jawa Timur. Di tengah hangatnya suasana desa yang penuh persiapan kegiatan kemerdekaan, para petani bekerja keras memanen buah jeruk yang sudah matang sempurna. Salah satunya adalah Siswanto (55), warga Dusun Tamansuruh, Desa/Kecamatan Bangorejo, yang sejak pagi sudah mengisi keranjang dengan hasil panennya.
Meski harga jual di tingkat petani saat ini hanya sekitar Rp5.000 per kilogram, semangat untuk memetik dan menjual hasil kebun tetap tinggi. Bagi para petani, musim panen adalah waktu yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin, terlepas dari kondisi harga yang tengah turun.
Harga yang Berfluktuasi
Siswanto menuturkan, harga jeruk mulai mengalami penurunan sejak dua pekan terakhir. Sebelumnya, harga masih berada di kisaran Rp6.000 hingga Rp9.000 per kilogram, namun kini berada di angka Rp5.000 per kilogram untuk jeruk yang sudah matang. “Sekarang harga jeruk murah,” ujar Siswanto.
Bagi para petani, penurunan harga memang menjadi tantangan, tetapi mereka memandangnya sebagai bagian dari dinamika usaha tani. Dalam satu musim, harga bisa naik turun tergantung pasokan, permintaan, serta kelancaran distribusi.
Kebutuhan Musim Perayaan
Bulan Agustus juga berarti banyak agenda di desa, mulai dari iuran kegiatan peringatan kemerdekaan hingga persiapan menghadapi musim hujan. Siswanto mengakui, hasil panen kali ini diharapkan bisa membantu memenuhi berbagai kebutuhan tersebut. “Padahal bulan Agustus banyak tanggungan, seperti iuran kegiatan desa dan kebutuhan lain karena musim becekan mulai datang,” katanya.
Meskipun harga jual lebih rendah dari biasanya, para petani tetap berusaha memasarkan hasil panen mereka agar tidak menumpuk di kebun. Beberapa bahkan memilih berjualan langsung di pasar demi memastikan jeruk tetap terserap oleh pembeli.
Tantangan Distribusi
Salah satu hal yang memengaruhi harga jual adalah distribusi. Siswanto menduga penutupan Jalur Gumitir serta kemacetan di Pelabuhan Ketapang membuat pengiriman jeruk keluar daerah menjadi terhambat. Kondisi ini membuat sebagian pengepul menahan pembelian atau menawarkan harga yang lebih rendah. “Pedagang jarang yang mau beli. Sekalinya beli, harganya murah,” jelasnya.
Walau demikian, para petani tidak kehilangan akal. Mereka mencoba memperluas jaringan pembeli, termasuk menghubungi pedagang di daerah terdekat untuk mempercepat proses penjualan.
Suara dari Pedagang
Sujari (59), seorang pedagang jeruk yang sudah lama berjualan di wilayah Bangorejo, mengungkapkan bahwa penurunan harga memang terasa sejak beberapa waktu lalu. Saat ini, harga jeruk di pasar berada di kisaran Rp6.000 hingga Rp7.000 per kilogram.
“Dengan harga segitu, sulit dapat untung. Paling cuma cukup untuk menutup biaya operasional saja,” ujarnya.
Meskipun begitu, Sujari tetap optimis karena kualitas jeruk dari Bangorejo dikenal cukup baik. Selama ini, ia kerap mengirim pasokan ke Bali karena rasanya yang manis dan segar. “Untuk jeruk asal Bangorejo, biasanya saya kirim ke Bali,” tambahnya.
Kualitas yang Tetap Terjaga
Di tengah tantangan harga, mutu jeruk hasil panen tetap menjadi kebanggaan petani. Warna kulit yang cerah, daging buah yang tebal, dan rasa manis alami membuat jeruk Bangorejo diminati konsumen. Para petani pun memastikan proses panen dilakukan dengan hati-hati agar buah tetap segar saat sampai ke tangan pembeli.
Kualitas inilah yang diharapkan mampu menjaga kepercayaan pembeli, baik dari dalam maupun luar daerah. Dengan menjaga kualitas, peluang untuk mendapatkan harga lebih baik di masa mendatang akan terbuka.
Harapan ke Depan
Para petani Banyuwangi yakin bahwa harga jeruk akan kembali membaik. Musim panen berikutnya menjadi harapan untuk memperoleh keuntungan yang lebih baik, apalagi jika kondisi distribusi lancar dan permintaan meningkat.
Sambil menunggu perbaikan harga, mereka tetap aktif memasarkan produk dan menjaga hubungan baik dengan pedagang. Sikap pantang menyerah ini menjadi modal penting dalam mempertahankan usaha di sektor pertanian.
Bagi Siswanto dan petani lainnya, bertani bukan sekadar pekerjaan, tetapi juga bagian dari kehidupan dan kebanggaan. Mereka percaya bahwa kerja keras, kesabaran, dan semangat gotong royong akan membawa hasil yang memuaskan di masa depan.