JAKARTA – Pendidikan memegang peran sentral dalam menciptakan kesejahteraan sosial yang berkelanjutan. Namun, hingga saat ini, kesenjangan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi persoalan serius. Pemerataan pendidikan, baik dari segi akses maupun mutu, dinilai sebagai syarat mutlak agar setiap anak di negeri ini baik di kota besar maupun pelosok terpencil memiliki kesempatan yang sama untuk meraih masa depan cerah.
Meski pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan untuk mendukung dunia pendidikan, ketimpangan masih terasa mencolok. Perbedaan infrastruktur, tenaga pendidik, hingga pemanfaatan teknologi pembelajaran antara wilayah perkotaan dan pedesaan menunjukkan bahwa tantangan dalam sektor pendidikan Indonesia belum sepenuhnya teratasi.
Kualitas Pendidikan Masih Belum Merata
Hingga kini, anak-anak di kota besar sudah terbiasa dengan sistem pembelajaran berbasis teknologi yang modern. Mereka mengakses informasi melalui internet, mengikuti pembelajaran digital, dan mendapatkan fasilitas pendidikan yang lengkap. Sebaliknya, anak-anak di wilayah terpencil seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur masih menghadapi keterbatasan fasilitas dasar seperti ruang kelas, buku pelajaran, dan tenaga pengajar.
Data dari United Nations Development Programme (UNDP) menunjukkan bahwa penggunaan internet di DKI Jakarta mencapai 84,7%, sementara di Papua hanya 26,3%. Ketimpangan ini berdampak langsung terhadap kualitas pendidikan dan memperparah ketidaksetaraan sosial.
“Pendidikan seharusnya menjadi jembatan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak anak yang terhalang oleh biaya, fasilitas yang minim, serta kurangnya tenaga pengajar berkualitas,” ujar seorang pengamat pendidikan.
Kebijakan Pemerintah Masih Terfokus pada Akses, Bukan Kualitas
Pemerintah memang telah menjalankan beberapa program seperti Program Indonesia Pintar (PIP), yang menyasar anak-anak dari keluarga kurang mampu. Bantuan ini berupa dana pendidikan agar anak tidak putus sekolah. Namun, upaya tersebut dinilai belum cukup menjawab persoalan utama, yakni kualitas pendidikan yang masih timpang.
“Program bantuan seperti PIP sangat membantu dari sisi akses, tetapi kualitas pengajaran dan sarana pendidikan yang tidak merata tetap menjadi masalah besar,” ujar salah satu kepala sekolah di Kabupaten Fakfak, Papua.
Distribusi sumber daya pendidikan masih belum proporsional. Di satu sisi, sekolah-sekolah di kota memiliki akses ke teknologi, guru-guru berkualitas, dan kurikulum yang terus diperbarui. Di sisi lain, sekolah-sekolah di pedalaman masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar seperti bangku dan papan tulis.
Tiga Pilar Perbaikan Sistem Pendidikan
Untuk mengatasi persoalan tersebut, ada tiga hal utama yang perlu menjadi fokus pemerintah agar pendidikan benar-benar menjadi motor penggerak kesejahteraan sosial.
-Pertama, pemerintah harus mengalihkan fokus dari sekadar memperluas akses menuju peningkatan kualitas pendidikan. Ini meliputi pemerataan tenaga pengajar melalui insentif khusus bagi guru di daerah terpencil, pelatihan rutin, dan pengawasan kualitas pengajaran.
“Pemerintah perlu memastikan bahwa pendidikan yang diberikan tidak hanya cukup untuk meningkatkan angka partisipasi, tetapi juga memastikan kualitas yang sama di setiap sekolah,” ungkap seorang pakar pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta.
-Kedua, mengatasi ketimpangan digital adalah langkah strategis untuk menjangkau siswa di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Penyediaan infrastruktur internet murah dan merata sangat krusial, termasuk pelatihan literasi digital bagi guru dan siswa agar mampu memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran.
“Literasi digital harus menjadi bagian dari kurikulum. Kita tidak bisa membiarkan ketimpangan teknologi menciptakan jurang baru dalam pendidikan,” imbuh narasumber dari Kementerian Pendidikan.
-Ketiga, memperkuat pendidikan vokasional atau kejuruan dengan pendekatan berbasis keterampilan praktis. Hal ini penting agar lulusan sekolah bisa langsung masuk ke dunia kerja, terutama di daerah-daerah yang belum memiliki akses ke perguruan tinggi.
“Anak-anak dari keluarga miskin tidak hanya butuh pengetahuan, mereka butuh keterampilan yang bisa langsung diaplikasikan. Pendidikan vokasional harus menjadi tulang punggung di daerah dengan potensi industri lokal,” kata seorang dosen pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Pendidikan Sebagai Investasi Masa Depan
Pendidikan tidak boleh lagi dipandang semata sebagai kewajiban negara kepada rakyat, melainkan sebagai investasi jangka panjang yang sangat strategis. Negara maju adalah negara yang menaruh perhatian penuh pada pendidikan sebagai basis pembentukan sumber daya manusia unggul.
Langkah-langkah reformasi pendidikan yang lebih holistik, inklusif, dan berorientasi pada kualitas menjadi agenda yang tidak bisa ditunda. Pemerintah juga perlu bersinergi dengan pihak swasta, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat untuk memperkuat ekosistem pendidikan yang menyeluruh.
“Pendidikan untuk semua bukan impian yang mustahil. Ini adalah keharusan yang harus terus kita perjuangkan demi masa depan bangsa,” tegas seorang aktivis pendidikan dari LSM di bidang anak.
Sinergi Nasional Menuju Kesejahteraan Melalui Pendidikan
Upaya untuk menciptakan keadilan dalam pendidikan membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat sipil harus bergerak bersama. Setiap kebijakan pendidikan harus dilandasi data yang akurat dan kebutuhan nyata di lapangan.
Dengan pendekatan yang tepat, pendidikan bisa menjadi alat transformasi sosial yang sangat kuat. Tidak hanya menciptakan individu yang terdidik, tetapi juga membuka jalan menuju masyarakat yang sejahtera, adil, dan setara.
Pendidikan bukan hanya tentang ruang kelas, buku, dan guru. Ini adalah tentang membangun masa depan. Masa depan di mana setiap anak, tak peduli lahir di Jakarta atau pedalaman Papua, memiliki hak yang sama untuk bermimpi dan meraihnya.
Dengan komitmen nasional terhadap pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, Indonesia dapat membuka jalan menuju kesejahteraan sosial yang lebih inklusif dan berkeadilan.