JAKARTA - Kata bahasa Jawa yang sering dipakai menunjukkan betapa kayanya warisan budaya dari suku yang mendominasi populasi di Indonesia ini.
Budaya Jawa memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk wajah kebudayaan nasional, meskipun ada beberapa elemen yang sejatinya tak jauh berbeda dari budaya daerah lain.
Melihat kembali ke masa lampau, pulau Jawa telah dikenal sejak dahulu kala. Nama “Jawa” sendiri diyakini berasal dari istilah Sanskerta “Yavadvipa”, yang artinya “Pulau Jelai”.
Salah satu unsur budaya yang terkenal adalah alat musik gamelan yang menjadi bagian penting dalam berbagai kegiatan, mulai dari ritual hingga pertunjukan tradisional. Gamelan biasanya disertai oleh penyanyi pria dan wanita.
Budaya lainnya terlihat dalam tarian khas Jawa yang menonjolkan gerakan tubuh yang terkendali, terutama pada gerakan tangan yang lembut dan elegan.
Tari tradisional seperti Bedoyo dan Serimpi menjadi simbol keanggunan, di mana penari wanita muda menggambarkan pertarungan dalam bentuk yang penuh makna.
Untuk tarian pria, tari topeng menjadi penanda penting yang menggambarkan tokoh dari cerita rakyat yang dikenal luas.
Dari sisi sastra, terdapat karya-karya klasik seperti epos, babad, dan kronik sejarah yang disusun secara puitis. Sejak abad ke-11, cerita Ramayana dan Mahabharata dari India mulai diadaptasi dalam versi Jawa.
Kini, sastra Jawa terus berkembang dengan hadirnya cerita pendek dan novel dalam bahasa daerah, walau masih harus bersaing dengan karya dari bahasa nasional.
Hal menarik lainnya, masyarakat Jawa umumnya tidak memakai nama keluarga, dan hanya menggunakan satu nama saja. Tokoh nasional seperti Soekarno dan Soeharto adalah contoh nyata dari kebiasaan ini.
Bahasa Jawa sendiri termasuk dalam keluarga besar bahasa Austronesia yang mencakup berbagai wilayah di dunia. Bahasa ini memiliki beberapa kemiripan dengan bahasa Madura, dengan banyak variasi dialek di dalamnya.
Dalam percakapan sehari-hari, penutur bahasa Jawa menggunakan tingkat tutur yang disesuaikan dengan lawan bicaranya. Dua bentuk umum yang digunakan adalah ngoko dan kromo, masing-masing menggambarkan suasana informal dan formal.
Ngoko dipakai untuk berbicara kepada teman dekat atau seseorang yang memiliki status sosial lebih rendah.
Sebaliknya, kromo digunakan dalam percakapan dengan orang yang lebih tua, memiliki kedudukan lebih tinggi, atau yang belum dikenal sebelumnya.
Perbedaan tingkatan tersebut bahkan terlihat dalam kalimat sederhana. Sebagai contoh, kalimat “dari mana asalmu?” dalam ngoko menjadi “soko ngendi?” dan dalam kromo menjadi “saking pundi?”
Kemampuan menggunakan bahasa kromo dengan baik hanya bisa diperoleh dengan pembiasaan dan latihan yang terus-menerus.
Memahami dan melestarikan kata bahasa Jawa yang sering dipakai adalah bentuk penghargaan terhadap warisan budaya yang telah mengakar kuat dalam sejarah dan kehidupan masyarakat. Berikut ini ulasan selengkapnya.
Pentingnya Belajar Bahasa Daerah
Mengapa penting untuk mempelajari bahasa daerah? Apakah hal ini relevan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi mereka yang biasanya hanya memakai bahasa Indonesia?
Saat kita berbicara menggunakan bahasa asli seseorang, tanpa disadari kita menciptakan suasana yang berbeda, terasa lebih akrab dan hangat. Inilah alasan mengapa mempelajari bahasa daerah sangat berarti.
Jika kita hanya memakai bahasa formal saat berada di wilayah tertentu, hubungan dengan penduduk lokal cenderung terasa kaku dan jauh.
Hal tersebut membuat kita tampak sebagai orang asing atau pengunjung yang belum mengenal lingkungan sekitar.
Sebaliknya, dengan memahami dan menggunakan bahasa daerah saat berada di tempat tersebut, kita akan merasa lebih dekat dan percaya diri untuk berinteraksi, misalnya ketika menanyakan arah atau fasilitas umum seperti toilet di sebuah warung atau toko kecil.
Banyak orang di daerah tersebut lebih menguasai bahasa daerah dibandingkan bahasa Indonesia karena itulah bahasa yang mereka gunakan sehari-hari.
Oleh karena itu, jika kita hanya berbicara bahasa Indonesia, komunikasi bisa jadi sulit karena mereka mungkin kurang memahami, dan kita pun tidak mengerti bahasa mereka.
Menggunakan bahasa daerah dapat memudahkan proses komunikasi serta membuka peluang untuk mendapatkan sambutan hangat dari penduduk setempat.
Bahasa Jawa pada Era saat Ini
Bahasa Jawa termasuk salah satu bahasa daerah yang penting untuk dipelajari karena pengaruh dan jumlah penuturnya yang besar.
Namun, kini muncul kekhawatiran terkait menurunnya kemampuan berbahasa Jawa, khususnya di kalangan generasi muda Jawa di Indonesia.
Beberapa studi menunjukkan bahwa bahasa Jawa, terutama pada tingkatan Jawa Kromo atau tingkat tinggi, mulai jarang digunakan.
Padahal, lebih dari 80 juta orang menggunakan bahasa Jawa yang memiliki tiga tingkatan: rendah, menengah, dan tinggi.
Penggunaan bahasa ini memerlukan pemahaman mendalam tentang status sosial lawan bicara, sebuah aspek yang kini kurang dipahami oleh banyak anak muda.
Meski begitu, sejumlah generasi milenial asal Jawa berupaya menghidupkan kembali bahasa dan budaya Jawa.
Contohnya adalah aktor Bayu Skak, musisi Eka Gustiwana yang menciptakan lagu “Lathi,” serta komunitas Jogja Hip Hop Foundation yang memanfaatkan musik dan film sebagai media untuk memperkenalkan dan melestarikan warisan budaya Jawa.
Daftar Kata Bahasa Jawa yang Sering Dipakai
Kita telah memahami dasar-dasar bahasa Jawa. Kini saatnya mempelajari kata bahasa Jawa yang sering dipakai dalam percakapan sehari-hari.
Seperti diketahui, bahasa ini memiliki dua tingkatan utama, yaitu ngoko dan kromo. Yuk, kita pelajari keduanya lebih dalam!
Bahasa Jawa Ngoko (Informal)
Berikut adalah contoh kata-kata dalam bahasa Jawa sehari-hari yang termasuk dalam tingkat ngoko (informal):
-Saya = Aku
-Kamu = Kowe
-Kami = Awakdhewe
-Dia = Deweke
-Ini = Iki
-Itu = Kui
-Apa = Opo
-Kapan = Kapan
-Dimana = Ngendhi
-Yang mana = Sing endhi
-Siapa = Sopo
-Mengapa = Ngopo
-Bagaimana = Piye
-Ya = Yoh
-Tidak = Ora
-Barangkali = Menowo
-Satu = Siji
-Dua = Loro
-Tiga = Telu
-Empat = Papat
Bahasa Jawa Kromo (Formal)
Berikut kata-kata dalam bahasa Jawa tingkat atas atau kromo yang biasa dipakai dalam situasi formal:
-Sangat = Sanget
-Dari = Saking
-Ke = Dateng
-Sekarang = Sakmeniko
-Baru = Enggal
-Tua = Sepuh
-Panjang = Dowo
-Pendek = Cendek
-Murah = Merah
-Mahal = Larang
-Panas = Benther
-Dingin = Asrep
-Hari ini = Sakmeniko
-Besok = Mbenjang
-Atas = Nginggil
-Bawah = Ngandhap
-Lapar = Luwe
-Bahagia = Rahayu
-Sakit = Gerah
Contoh Perbandingan Kata dalam Bahasa Jawa Ngoko dan Kromo
Beberapa kata dalam bahasa Jawa memiliki padanan kata dalam ngoko dan kromo, seperti:
-Air: Ngoko = Banyu / Kromo = Toya
-Jalan: Dalan / Mergi
-Kira-kira: Kiro-kiro / Kinten-kinten
-Semua: Kabeh / Sedanten atau Sedaya
-Lebih: Luwih / Langkung
-Sangat: Banget / Sanget
-Baru: Anyar / Enggal
-Kemarin: Wingi / Kolowingi
-Sakit: Lara / Gerah
-Maaf: Ngapunten / Ngapura atau Ngapuro
-Pagi: Esuk / Enjing-Enjing
-Siang: Awan
-Malam: Bengi / Dalu
-Berapa: Piro / Pinten
-Silahkan: Monggo / Monggopunatri
-Terima Kasih: Nuwun / Matur Nuwun
-Datang: Teko / Rawuh
-Berjalan: Mlaku / Mlampah
-Bicara: Omong / Ngendiko
-Bilang: Ngomong / Dawuh
-Lihat: Ndelok / Mrisani
-Mengerti: Ngerti / Ngertos
-Makan: Mangan / Dahar
-Minum: Ngombe / Ngunjuk
-Dengar: Krungu / Miereng
-Kasih: Wenehi / Paringi
-Suka: Seneng / Remen
-Cinta: Seneng / Tresno
-Pikir: Pikir / Penggalih
-Membuat: Nggawe / Damel
-Duduk: Lungguh / Lenggah
-Potong: Tugel / Potong
-Beli: Tuku / Tumbas
-Berhenti: Mangdheg / Kendhel
Frasa Umum yang Sering Digunakan untuk Turis di Daerah Berbahasa Jawa
Berikut adalah ungkapan-ungkapan yang biasa dipakai saat berinteraksi dengan penduduk lokal:
-Tolong: Tulung
-Sama-sama: Podo-podo / Sami-sami
-Maaf: Nyuwun pangapunten / Sepurane
-Selamat datang: Sugeng rawuh
-Baik-baik saja: Pangéstinipun saé / Apik-apik baé
-Lama tidak bertemu: Sampun dangu boten kepanggih / Wis suwe ora ketemu
-Siapa namamu?: Jenengmu sopo?
-Nama saya adalah … : Nami kulo … / Jenengku …
-Saya dari … : Kulo saking … / Aku seko …
-Senang bertemu denganmu: Kulo seneng kepanggih kaliyan panjengan / Aku seneng ketemu karo kowe
-Selamat tinggal: Kepanggih malih benjang
-Semoga beruntung!: Mugi tansah diparingi rejeki
-Semoga selalu sehat: Mugi tansah diparingi kasarasan / Mugo séhat terus
-Semoga harimu menyenangkan: Mugi diparingi dinten ingkang saé
-Selamat makan: Sugeng dhahar / Ayo dipangan
-Selamat jalan: Sugeng tindhak / Slamet jalan
-Di mana toilet/kamar mandi?: Paturasanipun mau pundi? / Paturasané n? ngendi?
-Orang ini akan membayar semua: Piantun menika ingkang badhé bayar sedaya? / Wong kaé sing arep bayar kabèh
-Maukah kamu berdansa denganku?: Pun?p? panjenengan kers? nari kaliyan kulo? / Pun?p? jenengan kers? nari karo aku?
-Selamat ulang tahun: Sugeng tanggap warsa / Slamet ulang taun
Ungkapan Menarik dalam Bahasa Jawa
Selain kosa kata, bahasa Jawa juga kaya dengan ungkapan-ungkapan indah yang penuh makna.
Ungkapan-ungkapan ini tidak hanya cocok bagi masyarakat Jawa, tapi juga bisa diterapkan secara umum dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa contohnya:
1. Niat Kerjo Ojo Golek Perkoro. Niat Golek Rejeki, Ora Golek Rai. Ora Balapan, Opo Maneh Ugal-ugalan.
Ungkapan ini pada dasarnya mengajarkan bahwa saat kita bekerja, jangan mencari-cari masalah. Jika tujuan kita adalah mencari rejeki, jangan terburu-buru atau sampai menjadi ceroboh.
Pesan ini menegaskan pentingnya fokus pada pekerjaan kita sendiri tanpa terganggu oleh hal-hal lain.
Jika kita ingin mendapatkan rejeki yang halal dan jujur, lakukanlah dengan niat tulus dan hanya untuk tujuan itu. Meski ada persaingan dengan rekan kerja, selesaikanlah semuanya dengan sikap yang tulus dan baik.
2. Tresno iku kadang koyo criping telo, iso ajur nek ora ngati-ati le nggowo.
Ungkapan ini menggambarkan cinta seperti kerupuk singkong yang rapuh. Jika kita tidak memperlakukannya dengan hati-hati atau memegangnya terlalu erat, kerupuk itu bisa hancur.
Begitu pula cinta: ia adalah hal yang sangat sensitif. Cinta bukan sekadar sesuatu yang kita miliki lalu bebas selamanya.
Kita harus merawatnya dengan baik, menghargai pasangan, membuat mereka bahagia, memeluk dengan hangat tapi tidak berlebihan sampai terkesan posesif. Dengan begitu, cinta bisa tetap bertahan dan tumbuh indah.
3. Ojo dadi pengecut seng umpetan ning ngisor mejo.
Ungkapan ini mengingatkan kita agar tidak menjadi pengecut. “Umpetan ning ngisor mejo” berarti bersembunyi di bawah meja, yang menggambarkan sikap pengecut atau lari dari masalah.
Kita semua, tanpa memandang gender, harus berani menghadapi tantangan, entah itu masalah yang merepotkan atau situasi baru yang belum pernah kita alami.
Jika selalu lari dan takut menghadapi, kita tak akan maju dan hanya terjebak di tempat yang sama. Jika takut menghadapi sendiri, jangan ragu untuk meminta dukungan dari orang-orang di sekitar karena banyak yang siap membantu kita.
4. Yen tak sawang sorote mripatmu, ketoke kowe arep nembung utang karo aku.
Kalimat ini secara harfiah berarti, “Ketika aku memandang matamu, sepertinya kamu akan meminjam uang dariku.”
Namun sebenarnya ini adalah permainan kata yang lucu. Versi aslinya adalah, “Ketika aku melihat wajahmu, aku merasakan cinta.” Kata-kata tersebut sengaja diubah menjadi bentuk lelucon.
Di budaya Jawa, lelucon semacam ini sering muncul, terutama terkait dengan uang, pernikahan, atau isu sosial lain.
Ungkapan ini juga menyiratkan sindiran halus kepada orang yang ingin dekat dengan kita hanya demi mendapatkan keuntungan materi—hal seperti ini bukanlah persahabatan sejati.
5. Kuat dilakoni, yen ra kuat ditinggal ngopi.
Kalimat ini mengandung makna, “Jika kamu merasa mampu, jalankan saja. Namun bila belum kuat, saatnya beristirahat sambil minum kopi.” Dari sini, kita bisa mengambil beberapa pelajaran.
Pertama, sikap positif sangat penting dalam menghadapi sesuatu. Ketika kamu yakin mampu melakukan sesuatu, jangan menunda untuk segera melakukannya.
Sikap menunda karena takut gagal atau terlalu memikirkan risiko justru bisa menghambat kemajuan. Terutama dalam dunia bisnis, banyak orang yang terlalu ragu dan akhirnya tidak mencoba sama sekali.
Padahal, keberanian mencoba hal baru sudah membuat kita menjadi pemenang walau hasilnya belum tentu sesuai harapan.
Bahasa Daerah Populer Lainnya
Selain bahasa Jawa, Indonesia juga kaya dengan hampir seribu bahasa daerah lainnya. Keragamannya sungguh luar biasa, bukan?
Jika dari belajar bahasa Jawa saja kita bisa mendapatkan banyak wawasan, bayangkan betapa banyak hal menarik yang bisa ditemukan bila kita mengenal bahasa-bahasa lain.
Beberapa contoh bahasa daerah yang juga cukup dikenal meliputi Aceh, Betawi, Batak, Melayu, Minang, Sunda, Bali, dan Makassar.
Meskipun jumlah penuturnya cukup banyak, sebagai generasi muda kita punya tanggung jawab untuk terus menjaga dan melestarikan bahasa-bahasa tersebut agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi yang akan datang.
Sebagai penutup, kata bahasa Jawa yang sering dipakai menunjukkan kekayaan budaya dan pentingnya menjaga warisan bahasa dalam kehidupan sehari-hari kita.