Liga Inggris

Liga Inggris dan Aturan Homegrown yang Menginspirasi

Liga Inggris dan Aturan Homegrown yang Menginspirasi
Liga Inggris dan Aturan Homegrown yang Menginspirasi

JAKARTA - Penerapan aturan pemain lokal atau homegrown di Liga Inggris memberikan dampak besar dalam membentuk identitas klub dan tim nasional. Bukan sekadar regulasi teknis, kebijakan ini menjadi fondasi penting dalam menumbuhkan ekosistem sepak bola yang berorientasi pada pengembangan jangka panjang. Lalu, seberapa relevan sistem ini jika diadopsi oleh liga sepak bola lain, seperti BRI Super League di Indonesia?

Dalam struktur kompetisi Premier League, setiap klub diwajibkan memenuhi ketentuan khusus terkait jumlah pemain homegrown. Dari total kuota 25 pemain dalam skuad utama, hanya 17 yang boleh berstatus non-homegrown. Dengan demikian, setidaknya delapan slot harus diisi oleh pemain yang memenuhi kriteria homegrown untuk memaksimalkan kuota tersebut.

Menariknya, status homegrown tidak ditentukan oleh kewarganegaraan, melainkan proses perkembangan pemain di dalam sistem sepak bola Inggris dan Wales. Seorang pemain dapat dikategorikan sebagai homegrown apabila ia telah terdaftar di klub yang berafiliasi dengan Football Association (FA) atau Football Association of Wales (FAW) selama minimal tiga musim penuh atau 36 bulan sebelum ulang tahun ke-21.

Dengan definisi ini, pemain seperti Cesc Fàbregas dan Paul Pogba, meskipun bukan warga negara Inggris, tetap dianggap homegrown karena mereka menghabiskan masa pembinaan usia mudanya di akademi sepak bola di Inggris. Sebaliknya, seorang pemain berkewarganegaraan Inggris yang tumbuh di luar negeri bisa saja kehilangan status tersebut jika tidak menjalani masa pengembangan di bawah sistem FA atau FAW.

Tujuan dari kebijakan ini bukan semata administratif. Di balik aturan teknis tersebut, terdapat visi besar untuk menyeimbangkan peran pemain asing dengan kontribusi talenta lokal. Harapannya, para pemain muda Inggris dapat bersaing secara sehat dan mendapatkan lebih banyak peluang bermain di level tertinggi.

Upaya ini juga berakar pada dorongan untuk meningkatkan performa tim nasional Inggris di kancah internasional. Dalam beberapa dekade terakhir, meski Liga Inggris sangat kompetitif dan menarik banyak pemain bintang dunia, tim nasional Inggris sempat kesulitan tampil meyakinkan di turnamen besar. Maka, investasi jangka panjang dalam pengembangan pemain lokal dianggap sebagai solusi strategis.

Dari sisi klub, penerapan aturan ini mendorong mereka untuk serius membina pemain usia muda melalui akademi dan struktur pembinaan yang lebih solid. Tak sedikit klub yang kemudian memprioritaskan pembangunan fasilitas pelatihan modern dan merekrut pelatih berkualitas untuk menangani kelompok usia dini. Dengan begitu, talenta lokal tidak hanya disiapkan untuk memenuhi regulasi, tetapi juga menjadi aset penting bagi masa depan klub itu sendiri.

Jika dilihat dari sudut pandang liga-liga lain di luar Inggris, konsep homegrown ini tentu bisa menjadi inspirasi. Di Indonesia, misalnya, BRI Super League dapat mempertimbangkan pendekatan serupa untuk memperkuat sistem pembinaan usia muda dan menciptakan regenerasi pemain lokal yang lebih terstruktur.

Penerapan sistem seperti ini bukan hanya memberi ruang bagi talenta dalam negeri, tetapi juga menumbuhkan kebanggaan nasional dalam dunia sepak bola. Klub-klub lokal akan didorong untuk lebih giat mencari, membina, dan mempertahankan pemain muda berkualitas yang berasal dari berbagai daerah. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak positif pada prestasi tim nasional Indonesia.

Tentu, implementasi kebijakan seperti di Premier League tidak bisa serta merta diterapkan begitu saja. Dibutuhkan regulasi yang matang, infrastruktur pendukung, dan komitmen tinggi dari semua pemangku kepentingan sepak bola nasional. Namun, dengan landasan visi yang jelas dan dukungan yang konsisten, bukan mustahil BRI Super League dapat mengambil pelajaran dari keberhasilan Liga Inggris dalam mencetak generasi pemain masa depan.

Dalam konteks globalisasi sepak bola yang semakin dinamis, peraturan homegrown juga menjadi semacam penyeimbang. Klub tetap bisa menggaet pemain asing berbakat, tetapi tetap menjaga identitas lokal melalui kehadiran pemain-pemain hasil didikan sendiri. Kombinasi ini justru memperkuat daya saing liga dan memperkaya budaya sepak bola yang ada.

Seiring meningkatnya minat publik terhadap sepak bola nasional, gagasan tentang penerapan kebijakan homegrown di Indonesia patut dipertimbangkan. Bukan hanya karena terbukti berhasil di Liga Inggris, tetapi juga karena sesuai dengan kebutuhan jangka panjang untuk membangun kompetisi yang sehat, berkelanjutan, dan berorientasi pada kualitas pemain lokal.

Dengan mendorong investasi dalam pembinaan usia muda, memperkuat sistem kompetisi kelompok umur, serta menciptakan regulasi yang mendukung, Indonesia bisa memiliki masa depan sepak bola yang lebih cerah. Inspirasi dari Liga Inggris menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari regulasi yang sederhana, selama dijalankan secara konsisten dan dengan tujuan mulia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index