Inspiratif

Inspiratif Bertani Pepaya Bangkitkan Kemandirian

Inspiratif Bertani Pepaya Bangkitkan Kemandirian
Inspiratif Bertani Pepaya Bangkitkan Kemandirian

JAKARTA - Di balik sejuknya udara pegunungan Kulon Progo, terdapat kisah penuh semangat dari pasangan suami istri Supriyono (59) dan Murjiyah (57) yang kini hidup mandiri secara ekonomi berkat ketekunan mereka bertani pepaya dan beternak kambing. Berawal dari keterbatasan ekonomi dan menjadi penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), kini keduanya mampu berdiri di atas kaki sendiri, menunjukkan bahwa tekad dan kerja keras bisa membawa perubahan besar dalam hidup.

Dengan berbekal semangat pantang menyerah, Supriyono dan Murjiyah menyulap keterbatasan menjadi peluang. Berlokasi di Kalurahan Banjararum, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mereka perlahan menata kehidupan baru. Dari aktivitas sederhana menanam pepaya di tanah kas desa yang mereka sewa, mereka mampu mengantongi penghasilan mingguan yang cukup menjanjikan.

“Ya kemarin itu (bahkan) satu tahun yang lalu itu setahun dapat (penghasilan Rupiah) 10 juta,” ungkap Murjiyah.

Kini, setiap pekan, hasil panen pepaya yang mereka jual bisa mendatangkan pendapatan antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000. Panen mereka bisa mencapai 3 hingga 5 kuintal per minggu. Dengan metode perawatan sederhana namun konsisten, seperti menyiram tanaman di pagi dan sore hari, produktivitas kebun mereka tetap terjaga. Meski Supriyono masih bekerja sebagai buruh bangunan di Gamping, ia tetap meluangkan waktu untuk membantu istrinya di kebun usai pulang kerja.

“Hanya satu yang masih sekolah, sekarang SMA (kelas 10),” kata Murjiyah.

Perjalanan menuju kemandirian tentu tidaklah mudah. Dahulu, Supriyono bekerja sebagai buruh harian lepas dengan penghasilan sekitar Rp 100.000 per hari—itu pun jika ada pekerjaan. Murjiyah menghabiskan sebagian besar waktunya sebagai ibu rumah tangga. Ketika menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH, bantuan berupa uang tunai sangat membantu biaya pendidikan anak-anak mereka, serta untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya.

Namun, mereka tidak ingin selamanya bergantung. Dengan mengikuti Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PPSE), Murjiyah mendapat tambahan dukungan untuk beternak kambing. Kotoran kambing tersebut mereka manfaatkan sebagai pupuk alami bagi kebun pepaya, sehingga memperkuat siklus usaha mereka.

Pendamping KPM Banjararum, Asih Riyani, menyebutkan bahwa keluarga Murjiyah adalah salah satu contoh nyata dari keberhasilan program pemberdayaan tersebut. Menurutnya, PPSE dirancang untuk membantu KPM agar tidak terus-menerus bergantung pada bantuan, melainkan mampu mengembangkan usaha sendiri melalui pelatihan keterampilan, bantuan aset, hingga akses permodalan.

“Kotorannya itu rencananya mau dipakai buat pupuk,” jelas Asih mengenai integrasi pertanian dan peternakan di keluarga Murjiyah.

Kisah mereka juga meninggalkan kesan mendalam bagi tokoh masyarakat setempat. Sudarman, Dukuh Klepu, mengingat betul bagaimana Murjiyah dan Supriyono sempat mengalami masa-masa sulit, terlebih saat rumah mereka rusak akibat gempa Bantul beberapa tahun silam.

“Dulu mereka menerima bantuan pemerintah karena rumah rusak akibat gempa,” ungkapnya. Kini ia merasa bangga, melihat bagaimana mereka mampu bangkit dan memanfaatkan potensi lokal.

Tak hanya berhenti di situ, keberhasilan Supriyono dan Murjiyah menginspirasi warga lainnya. Tercatat sebanyak 19 keluarga dari Kapanewon Kalibawang dan Samigaluh secara sukarela memilih untuk mundur dari program PKH. Mereka merasa telah cukup mandiri dan tak ingin terus-menerus menjadi penerima bantuan.

Graduasi Mandiri—yakni proses keluar dari PKH karena kemandirian ekonomi—digelar pekan lalu di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Empat peserta berasal dari Kalurahan Banjararum, termasuk Murjiyah. Momen tersebut menjadi simbol kemandirian dan keberhasilan program sosial yang berjalan beriringan dengan semangat warga untuk bangkit.

Langkah tersebut juga mendapat apresiasi dari pemerintah desa. Carik Banjararum, Sunaryo, memberikan penghargaan tinggi kepada warga yang telah menunjukkan kejujuran dan keberanian dalam menyatakan bahwa mereka sudah tidak layak lagi menerima bantuan.

“Saya sangat mengapresiasi warga yang dengan jujur dan berani menyatakan mundur dari penerima PKH karena merasa sudah mampu. Ini adalah contoh nyata kemandirian dan kepedulian sosial,” ujar Sunaryo.

Kisah Murjiyah dan Supriyono mengajarkan bahwa kesulitan bukan akhir dari segalanya. Dengan usaha, disiplin, dan keberanian untuk berubah, siapa pun bisa bertransformasi dari penerima bantuan menjadi pelaku usaha yang sukses. Mereka tidak hanya mengubah nasib sendiri, tetapi juga menjadi inspirasi bagi warga sekitarnya untuk tidak menyerah pada keadaan.

Kini, pertanian pepaya dan peternakan kambing tidak sekadar menjadi sumber penghasilan bagi keluarga Supriyono, tapi juga menjadi simbol perubahan. Di tengah berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat, kisah mereka menjadi bukti nyata bahwa harapan selalu ada bagi mereka yang mau berjuang.

Dengan semangat seperti inilah, desa bisa tumbuh bersama warganya. Dan dari ladang pepaya sederhana itu, tumbuh pula harapan dan kemandirian yang menginspirasi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index