JAKARTA - Perjalanan karier Eusebio Di Francesco di pentas Liga Italia kembali mendapat sorotan tajam setelah dua musim terakhir penuh tekanan. Pelatih berpengalaman yang pernah meraih scudetto bersama AS Roma ini menghadapi tantangan berat ketika menangani Venezia, klub yang diperkuat Jay Idzes.
Musim 2024-2025 menjadi salah satu periode paling menantang bagi Di Francesco. Sebagai pelatih Venezia, ia dihadapkan pada kenyataan pahit gagal menyelamatkan tim dari jeratan degradasi. Klub yang sempat tampil percaya diri di awal musim sebagai tim promosi ini justru terdampar di papan bawah klasemen akhir.
Dari 38 pertandingan yang dijalani, Venezia hanya mampu mengumpulkan 29 poin. Posisi ke-19 yang mereka tempati menjadi bukti betapa sulitnya bersaing di kasta tertinggi sepak bola Italia. Tim ini hanya unggul satu peringkat dari juru kunci, membuat mereka harus rela kembali turun ke Serie B.
Kondisi ini tentu memberikan tekanan besar bagi seluruh tim, terutama bagi sang pelatih. Di Francesco harus menghadapi kenyataan pahit kembali merasakan degradasi secara beruntun. Sebelumnya, ia juga mengalami hal serupa saat menangani Frosinone. Dua musim beruntun tersingkir dari Serie A jelas bukan pengalaman yang mudah, apalagi bagi sosok yang telah lama malang melintang di dunia kepelatihan.
Beban yang ditanggung Di Francesco pun begitu berat, terlebih ekspektasi terhadapnya cukup tinggi mengingat reputasinya sebagai mantan pemain bintang. Saat aktif bermain, ia menjadi bagian dari skuad AS Roma yang menjuarai Serie A, prestasi yang masih dikenang publik ibu kota Italia hingga kini.
Namun, masa kejayaan itu kini terasa jauh bagi Di Francesco yang tengah berjuang menjaga stabilitas mental usai dua musim penuh tekanan. Bahkan, demi menjaga kondisi psikologisnya, ia sampai membutuhkan pendampingan dari psikolog. Langkah ini ia ambil bukan hanya untuk kepentingan profesional, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kesehatan mentalnya.
Perjalanan bersama Jay Idzes dan rekan-rekan setimnya di Venezia memang tidak berjalan seperti yang diharapkan. Meski sempat menunjukkan semangat juang tinggi di beberapa pertandingan, ketatnya persaingan di Serie A tak memberikan ruang banyak bagi tim promosi seperti Venezia.
Kendati demikian, semangat dan dedikasi Di Francesco dalam menjalankan tugasnya patut diapresiasi. Ia tetap berusaha maksimal di tengah keterbatasan yang ada, termasuk membimbing pemain muda seperti Jay Idzes agar berkembang di panggung sepak bola Italia.
Jay Idzes sendiri menjadi salah satu sorotan publik sejak bergabung dengan Venezia. Bek muda berbakat yang memiliki potensi besar itu diharapkan mampu menjadi tulang punggung pertahanan. Namun, keterbatasan pengalaman dan tekanan kompetisi tertinggi membuat perkembangan Idzes belum mampu membawa timnya keluar dari zona merah.
Tidak sedikit pihak yang menyayangkan nasib Venezia musim ini. Sebagai tim yang kembali ke Serie A setelah perjuangan panjang, mereka justru harus mengakhiri musim dengan rasa kecewa. Namun, pengalaman pahit ini bisa menjadi bekal berharga bagi para pemain dan pelatih untuk bangkit di musim-musim berikutnya.
Meski harus kembali ke Serie B, semangat untuk memperbaiki performa tetap menyala. Di Francesco dan skuadnya masih memiliki peluang untuk kembali bangkit dan membuktikan bahwa mereka layak bersaing di Liga Italia.
Dalam konteks profesional, apa yang dialami oleh Di Francesco menggambarkan betapa beratnya tekanan di dunia kepelatihan, terlebih di kompetisi sekelas Serie A. Ekspektasi tinggi, keterbatasan sumber daya, serta tuntutan hasil instan menjadi tantangan tersendiri bagi pelatih mana pun.
Pengalaman dua kali degradasi bukan berarti akhir segalanya bagi Di Francesco. Justru, hal ini bisa menjadi momentum untuk mengevaluasi pendekatan, strategi, serta kesiapan mental menghadapi musim baru. Peran psikolog yang ia libatkan dalam proses pemulihan menunjukkan bahwa ia tidak hanya peduli terhadap aspek teknis, tetapi juga keseimbangan mental dan emosional.
Langkah ini patut diapresiasi, karena di tengah sorotan publik dan tekanan tinggi, menjaga kewarasan serta keseimbangan diri menjadi kunci untuk bisa kembali produktif. Dunia sepak bola semakin terbuka terhadap isu kesehatan mental, dan apa yang dilakukan Di Francesco bisa menjadi contoh bagi pelatih atau pemain lain yang menghadapi tekanan serupa.
Dengan pengalaman panjang sebagai pemain dan pelatih di berbagai klub, Eusebio Di Francesco tentu memiliki bekal untuk kembali bangkit. Kiprahnya di masa lalu menjadi modal penting, dan dukungan dari lingkungan terdekat sangat berperan dalam menentukan langkah selanjutnya.
Meski musim ini harus berakhir dengan kekecewaan, harapan tetap terbuka. Liga Italia selalu memberi ruang bagi mereka yang tidak menyerah, dan perjuangan Venezia belum sepenuhnya selesai. Dengan pembenahan menyeluruh dan motivasi tinggi, tidak tertutup kemungkinan mereka akan kembali tampil kompetitif dan membawa kebanggaan bagi para pendukungnya.
Kisah Di Francesco bersama Jay Idzes dan Venezia menjadi cerminan bahwa sepak bola bukan sekadar tentang hasil, tetapi juga tentang proses, ketahanan mental, dan semangat pantang menyerah. Liga Italia pun tetap menjadi panggung yang menguji, sekaligus membentuk karakter mereka yang siap bertarung hingga akhir.